Setelah memergoki suaminya, Reno, berselingkuh dengan seorang wanita muda bernama Nadia, Clara merasakan luka yang begitu dalam. Hancur hati, patah semangat, namun di balik amarah yang membara, ia menyusun rencana untuk menghancurkan Reno dan Nadia hingga mereka tidak bisa lagi berdiri. Namun, untuk melakukannya, Clara harus bekerja sama dengan Damar, seorang pria yang selama ini ia hindari, karena ia tahu Damar memiliki kekuatan dan koneksi yang bisa membuatnya berhasil. Dendam itu membara, tetapi rasa sakit yang mendalam juga menggerogoti hatinya. Setiap langkahnya terasa seperti pisau yang menusuk dirinya sendiri, tapi Clara tak peduli. Ia akan membuat Reno dan Nadia merasakan penderitaan yang tak terperi. Apa yang akan terjadi ketika balas dendam yang dirancangnya tak berjalan sesuai rencana? Dan apakah Clara bisa mengatasi perasaan yang masih ada untuk Reno?
Clara duduk di sofa ruang tamu, tangannya memegang segelas teh yang sudah lama dingin. Namun, meskipun tubuhnya tampak tenang, pikirannya bergejolak. Setiap sudut rumah ini mengingatkannya pada Reno, suaminya yang kini tak lebih dari bayangan asing yang menyakitkan.
Pintu depan terbuka dengan suara berderak yang menambah kekosongan di rumah ini. Clara mendongak, matanya menatap sosok Reno yang baru saja masuk, wajahnya tampak kelelahan, namun ada sesuatu di matanya-sesuatu yang tak bisa ia salahkan lagi. Clara sudah tahu, seiring berjalannya waktu, bahwa Reno telah berubah, dan kali ini ia merasa ada sesuatu yang jauh lebih buruk.
"Clara," Reno memanggilnya, langkahnya terhenti di ambang pintu, matanya berkelana menatapnya dengan canggung, seperti tak tahu harus berkata apa. "Aku baru saja..."
Clara memotong kata-katanya, suara yang keluar dari mulutnya begitu dingin, lebih dingin dari suhu ruangan itu. "Jangan katakan apa-apa, Reno. Aku tahu semuanya."
Reno terdiam, wajahnya memucat. Ia tahu bahwa nada suara Clara kali ini bukanlah suara wanita yang dulu ia kenal. Clara bukan lagi wanita yang akan menunggu dan memahami. Clara yang ada sekarang adalah seseorang yang jauh lebih keras, lebih tajam, dan lebih penuh dengan kebencian yang tak bisa dijelaskan.
"Clara..." suara Reno terdengar terputus-putus, seolah mencari kata-kata yang tepat. "Kau tidak mengerti, ini bukan seperti yang kau pikirkan..."
Clara berdiri, matanya menatap Reno dengan tajam. "Jangan kau buat alasan lagi, Reno. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Aku tahu persis apa yang sedang terjadi." Setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa seperti serangan, menusuk ke dalam hati Reno.
"Clara, aku tidak pernah bermaksud..." Reno terhenti, seolah kata-katanya terjebak di tenggorokannya. Ia berjalan mendekat, mencoba meraih tangan Clara, tetapi Clara cepat menarik tangannya.
"Jangan sentuh aku!" Clara berteriak, suaranya penuh amarah yang sulit dibendung. "Kau tidak layak menyentuhku setelah apa yang kau lakukan! Dengan Nadia! Kau benar-benar mengkhianatiku, Reno!"
Nadia. Nama itu seperti racun yang menyebar di setiap aliran darah Clara, memunculkan rasa sakit yang begitu mendalam. Nadia-wanita muda itu-yang selama ini diam-diam menggerogoti hubungan mereka, merayap masuk dalam kehidupan Clara tanpa Clara menyadarinya. Betapa bodohnya dia. Betapa naifnya dia.
"Clara, aku... aku tidak tahu harus bagaimana menjelaskan semuanya." Reno mencoba lagi, namun kali ini wajahnya tak lagi terlihat percaya diri. Clara bisa melihat ketakutan di matanya, rasa bersalah yang sudah terlalu dalam untuk ditutupi.
"Sudah cukup! Jangan coba-coba menjelaskan apa pun lagi. Aku tak peduli dengan apa yang kau katakan!" Clara menatapnya dengan kebencian yang terpendam begitu lama, dan itu akhirnya meledak. "Aku sudah cukup bodoh, Reno. Cukup naif untuk selalu berpikir bahwa kau adalah suami yang baik, bahwa kau akan selalu setia. Tapi ternyata kau lebih memilih wanita lain. Wanita yang tak lebih dari bayanganmu, Reno. Kau lebih memilih dia daripada aku!"
Clara bisa melihat ekspresi terkejut di wajah Reno, seolah kata-kata Clara datang begitu mendalam dan tajam, menghujam lebih dalam dari yang ia duga. Ia mundur beberapa langkah, mencoba meraih kata-kata untuk membela diri, tapi semakin ia mencoba, semakin banyak Clara yang merasa hatinya retak.
"Clara, maafkan aku..." Reno berkata dengan suara rendah, namun Clara bisa merasakan bahwa kata-katanya itu kosong, seperti omong kosong belaka. Tidak ada penyesalan nyata di sana. Tidak ada keinginan untuk memperbaiki apa yang telah hancur.
Clara tertawa getir, suaranya penuh ironi. "Maaf? Kau pikir maaf bisa menyembuhkan luka yang kau buat, Reno? Kau pikir itu bisa mengembalikan semua yang sudah hancur? Kau tak tahu betapa sakitnya ini. Kau tak tahu betapa sakitnya mengetahui bahwa kau yang kucintai, yang kupercaya, ternyata hanya seorang pembohong."
Reno terdiam, wajahnya memucat. Ia tahu kata-kata Clara itu bukan hanya sekadar marah. Itu adalah patah hati yang paling dalam, yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Namun, meski begitu, ia tetap berdiri di sana, mencoba mencari cara untuk membetulkan semuanya.
"Tapi aku mencintaimu, Clara," Reno berkata, kali ini dengan suara yang penuh keraguan. "Aku memang salah, aku memang... aku tahu aku mengecewakanmu, tapi aku masih mencintaimu. Tidak ada yang berubah. Aku ingin kita bisa bersama lagi."
Clara hampir merasa ingin tertawa lagi. Cinta. Kata itu terasa sangat kotor di telinganya. "Cinta?" katanya dengan nada sinis. "Bagaimana bisa kau bicara tentang cinta setelah apa yang kau lakukan? Bagaimana bisa kau memanggil itu cinta setelah mengkhianatiku dengan wanita itu? Cinta yang kau berikan hanya untuk dirimu sendiri, hanya untuk memuaskan ego dan nafsumu."
Clara berjalan mundur, wajahnya menunjukkan betapa lelahnya ia menghadapi segala kebohongan ini. "Aku tidak ingin mendengarnya, Reno. Tidak ada yang bisa mengubah apa yang sudah terjadi. Kau sudah memilih jalanmu, dan aku sudah memutuskan untuk melangkah tanpamu."
Reno tampak terkejut, tubuhnya terdiam. Clara bisa merasakan kegagalan itu di matanya, namun ia tidak peduli lagi. Di dalam dirinya, kebencian mulai tumbuh, menggantikan rasa cinta yang dulu pernah ada. Apa yang Reno lakukan-kecewa, sakit, dan penghianatan-akan menjadi alasan bagi Clara untuk membangun tembok yang lebih tinggi antara mereka.
"Jangan hubungi aku lagi," Clara berkata dengan suara yang lebih lembut, namun kali ini penuh dengan kejelasan. "Aku sudah selesai."
Ia menatap Reno sekali lagi, lalu berjalan menuju pintu kamar. Di belakangnya, Reno hanya bisa terdiam, bingung dan terluka, namun Clara tidak ingin melihatnya lagi. Tidak ada lagi ruang untuk penyesalan, tidak ada lagi kesempatan untuk perbaikan.
Reno, yang pernah menjadi seluruh dunia Clara, kini hanya tinggal kenangan pahit. Dan ketika Clara menutup pintu kamar dengan keras, suara itu seperti akhir dari sebuah cerita. Bukan hanya cerita tentang cinta, tetapi juga tentang bagaimana pengkhianatan bisa merusak segalanya.
Namun, Clara tahu satu hal pasti. Ini baru awal dari segalanya. Kini ia tidak lagi punya tempat untuk cinta-hanya ada satu tujuan: menghancurkan Reno dan Nadia.
Bab 1 Clara memotong kata-katanya
17/12/2024
Bab 2 Sebuah jalan yang penuh dengan bayang-bayang balas dendam
17/12/2024
Bab 3 jalan yang ia pilih ini tidak akan ada ujungnya
17/12/2024
Bab 4 Clara semakin tenggelam dalam kecanduan
17/12/2024
Bab 5 Rencana itu telah dimulai
17/12/2024
Buku lain oleh Jumadi Jaya
Selebihnya