Malam panas yang kami lalui itu telah membekas begitu dalam di hatiku. Seharusnya, malam itu adalah akhir dari segalanya, akhir dari permainan yang aku mulai. Aku merencanakan semuanya dengan sempurna, menjebak Kak Calvin agar masuk ke dalam perangkap Nona Agnes. Tapi, ironisnya, aku yang terperangkap dalam permainan sendiri. Itu adalah kesalahan. Kesalahan yang besar. Aku tidak seharusnya membiarkan diriku terbawa arus, membiarkan diriku terlibat lebih dalam dengan Kak Calvin. Hubungan kami seharusnya sudah berakhir. Tapi, aku merasa terikat, terperangkap dalam kenangan-kenangan indah yang kami ciptakan bersama. Lalu, bagaimana yang harus aku lakukan sekarang?
"Aaahhh ... Aahhh."
Di ruangan yang ber-AC dengan pencahayaan yang minim, aku mendesaah kuat dengan hati yang berdesir saat tubuhku berhasil dimasuki oleh seseorang yang dulu pernah menjadi suamiku.
Awalnya aku menolak, tetapi Kak Calvin terus memaksaku, dan akhirnya aku terhanyut dalam permainannya.
Selama masa pernikahan kami, kami hanya sekali berhubungan badan, dan aku bahkan tidak ingat bagaimana rasanya. Akan tetapi, dengan keanehan yang ada, kali ini aku merasakan kenikmatan yang begitu luar biasa.
Ya Allah... aku memohon ampun-Mu, semua ini adalah kesalahan dan dosaku.
Seharusnya dari awal aku tidak menuruti permintaan yang konyol dari bosku.
Namun, di sisi lain, aku juga takut kehilangan pekerjaan. Mungkin, besok aku akan benar-benar dipecat jika Nona Agnes mengetahui kalau aku dan Kak Calvin telah memadu kasih semalam penuh.
***
POV Viona
(Flashback On)
"Halo ... iya, Pa?" tanyaku dari pada sambungan telepon. Papaku yang bernama Tatang menelepon.
"Bundaaaaa ...." Suara isakan tangis justru yang aku dengar memanggilku. Aku mengenal jika itu adalah suara milik Kenzie-anak semata wayangku.
"Kenapa, Sayang? Kenapa Kenzie menangis?" Jantung ini langsung berdegup kencang. Kenzie adalah anak yang jarang sekali menangis, jadi wajar kalau aku khawatir. Apalagi saat ini aku berada diluar rumah.
"Azzam dan teman-temannya mengatai Kenzie nggak punya Ayaaah, Bundaaaa. Hiks ...," jawabnya sambil menangis tersedu-sedu.
Aku tau Azzam, dia ini salah satu teman kelasnya. Kenzie sudah sekolah TK dan usianya saat ini 5 tahun.
"Lho ... kok bisa, si Azzam mengataimu begitu, Nak?"
"Katanya ... hali ini adalah hali Ayah se-dunia, Bunda. Dan meleka semua sibuk mencali kado untuk Ayahnya. Sedangkan Kenzie sendili nggak tau siapa Ayah Kenzie, telus meleka mengatai Kenzie nggak punya Ayaaah ...," terang Kenzie dengan suara cadelnya yang tak bisa mengucapkan huruf R.
Aku pun hanya bisa menghela napas berat. Memang anakku ini begitu sensitif kalau membahas masalah Ayahnya, jadi wajar juga mengapa dia menangis. Pasti dia sangat sedih.
Sebetulnya, bukan Kenzie tak punya Ayah. Apalagi anak haram. Tentu bukan!
Dia masih punya Ayah, hanya saja aku dan suamiku sudah bercerai. Dia juga tidak tahu kalau dihari setelah kami bercerai-aku ternyata dinyatakan hamil anaknya.
Sampai detik ini pun aku tidak pernah memberitahukan dia tentang Kenzie. Bukan bermaksud tega, tapi itu adalah permintaan Papaku.
Terlebih aku pun mendapatkan kabar dari mantan Ayah mertua, kalau dia tinggal di Korea sekarang.
"Ya udah, nanti besok biar Bunda nasehatin si Azzam, dan teman-temannya, ya ... biar mereka nggak terus meledekmu. Kalau begitu udahan dulu, ini Bunda mau ketemu sama Bos Bunda, Nak." Dari kaca pintu, aku melihat Nona Agnes melangkah menuju ke sini. Aku memang berada di dalam cafe karena ada janji ketemuan dengannya.
"Nanti Bunda pulangnya bawa Ayah, ya? Pokoknya Kenzie ingin punya Ayahhh, Bundaaa ...," pinta Kenzie yang kembali terisak.
Akhirnya aku langsung mengakhiri panggilan itu tanpa menjawabnya. Sebab aku sendiri bingung.
Kalau mengiyakan tapi pulang tanpa membawa ayahnya, itu sama saja seperti memberikannya harapan palsu. Yang ada Kenzie tambah sedih.
"Sudah nunggu lama?" tanya Nona Agnes yang baru saja menarik kursi di depanku lalu duduk.
"Baru saja, Nona," jawabku. "Apa Nona mau pesan minuman? Biar saya panggilkan pelayan."
Tangan ini sudah terangkat, hendak memanggil seorang pelayan yang baru saja lewat. Namun, Nona Agnes langsung menahanku.
"Enggak usah, Vio. Aku nggak haus, lagian aku juga masih banyak kerjaan habis ini."
"Oh ya udah." Kutarik kembali tangan ini. "Sekarang Nona katakan saja apa yang Nona dibutuhkan, biar saya langsung membelinya."
Sebelumnya, Nona Agnes ini memang mengajak ketemu karena dia mengatakan ingin meminta bantuan kepadaku. Jadi aku berpikir dia membutuhkan sesuatu yang harus aku beli.
"Nanti malam ... aku sudah mantap ingin menjebak pacarku. Dan aku butuh bantuanmu, Vio."
"Menjebak?!" Mataku seketika membulat. Bukankah menjebak itu dalam arti seperti melakukan tindakan kejahatan? Ah rasanya aku takut. Jantungku jadi berdebar sekarang.
"Iya. Hari ini pacarku pulang ke Indonesia dan nanti malam dia ada janji ketemuan dengan rekan kerjanya di restoran. Aku mau ... nanti kamu ...." Nona Agnes langsung menceritakan detail tentang rencananya, dan sontak diri ini kembali membulatkan mata lantaran terkejut.
Tidak! Apa yang dia lakukan salah. Aku pun nanti akan ikut berdosa.
"Tapi, Nona, kenapa Nona sampai melakukan hal itu?" tanyaku yang merasa tak habis pikir dengan idenya.
Nona Agnes ingin aku membantunya menjebak pacarnya supaya bisa tidur dengannya di hotel. Bukankah itu adalah hal konyol?
Bagaimana dengan harga dirinya? Dia 'kan perempuan.
"Memang kamu perlu tau, ya, Vio?" Mata perempuan itu terlihat sedikit melotot. Sepertinya dia tidak suka dengan pertanyaanku tadi. "Kamu 'kan kerja hanya jadi asistenku. Kalau memang aku nggak mau cerita, ya kamu nggak perlu tau dong!" pungkasnya kemudian.
"Maafkan saya, Nona." Aku menunduk sambil menggerakkan kepala sebentar naik turun. Sepertinya aku salah bicara. "Tapi sepertinya, saya nggak bisa. Saya nggak bisa membantu Nona."
"Kenapa?"
"Saya takut."
"Ngapain takut? Kamu 'kan nggak aku suruh b*nuh orang."
"Tapi, Nona, bukankah itu juga termasuk tindakan kejaha-"
"Udah mending nurut aja," potongnya cepat. "Kalau memang kamu masih ingin kerja denganku." Nona Agnes langsung berdiri sambil menyugar rambutnya ke belakang, lalu perlahan dia merogoh tasnya dan memberikanku sebuah botol obat berbahan kaca. Kecil sekali.
"Ambil ini, Vio. Pastikan tiga tetes tercampur diminuman pacarku dan awasi dia untuk benar-benar meminumnya. Kamu juga datang harus lebih awal darinya, lalu membayar pelayan untuk ikut membantumu."
"Memang ini obat apa?" Kuperhatikan obat yang berada dalam genggaman lamat-lamat. Botol bening ini polosan, jadi aku tidak tahu obat apa itu.
"Itu obat yang akan memperlancar misiku."
"Tapi bukan racun 'kan, Nona?" tanyaku memastikan karena ragu dengan jawabannya yang tidak mengatakan secara terang-terangan.
"Enggaklah. Gila aja kamu, Vio. Mana mungkin aku memb*nuh pacarku. Kan aku ingin sekali menikah dengannya."
Oh ... apakah rencana menjebak ini karena Nona Agnes ingin dinikahi?
Kalau memang iya, kenapa tidak memintanya secara langsung? Atau pacarnya memang tidak peka?
Ah sayang sekali kalau benar, padahal mereka sudah pacaran lebih dari dua tahun.
***
Sekarang, kedua kakiku ini telah berpijak di sebuah restoran bintang lima.
Aku datang sejam lebih awal dari pacarnya Nona Agnes, karena memang ini atas permintaannya.
Tapi aku sendiri memilih masih berdiri di dekat pintu kaca, belum ingin masuk karena masih mencari-cari keberadaan pacarnya Nona Agnes.
Eh tapi ngomong-ngomong, aku sendiri tidak tahu bagaimana rupanya. Ah bodoh sekali memang aku ini! Bagaimana coba aku mau membantu Nona Agnes, sementara aku sendiri tidak tahu wajahnya.
Tapi salah Nona Agnes juga mengapa tidak memberitahukan, padahal dia juga pasti tahu kalau aku belum pernah bertemu dengan pacarnya.
Setelah cukup lama berdebat dalam hati, aku pun segera merogoh ke dalam tas untuk mengambil hape. Lalu mengirimkan sebuah chat kepada Nona Agnes.
[Nona maaf ... bisa saya minta foto pacar Anda? Karena saya nggak tau wajahnya.]
"Viona ...."
Tiba-tiba, terdengar seseorang memanggil namaku dari arah belakang. Tapi kenapa suaranya terdengar begitu familiar sekali?
Tak menunggu waktu yang lama, aku pun segera berbalik badan dan menatapnya. Namun, sontak mata ini membulat.
Bab 1 1. Membantu Menjebak
21/09/2024
Bab 2 2. Bertemu Mantan Suami
21/09/2024
Bab 3 3. Sesuatu yang keras
21/09/2024
Bab 4 4. Gelombang kenikmatan
21/09/2024
Bab 5 5. Pikirkan baik-baik
21/09/2024
Bab 6 6. Pergi cari Ayah
21/09/2024
Bab 7 7. Cari mati
21/09/2024
Bab 8 8. Nggak mau disuntik
21/09/2024
Bab 9 9. Apa cuma pura-pura
21/09/2024
Bab 10 10. Biarkan dia bahagia
21/09/2024
Bab 11 11. Ada tuyul
22/09/2024
Bab 12 12. Siap menikah
22/09/2024
Bab 13 13. Mau membantu
22/09/2024
Bab 14 14. Hampir gila mencari
22/09/2024
Bab 15 15. Harus percaya padaku
22/09/2024
Bab 16 16. Tes DNA
22/09/2024
Bab 17 17. Ditinggal
22/09/2024
Bab 18 18. Sesuatu yang gatal
22/09/2024
Bab 19 19. Terasa sakit
22/09/2024
Bab 20 20. Mengapa aku begitu berharap
22/09/2024
Bab 21 21. Jaga bicaramu!
26/09/2024
Bab 22 22. Tukang urut
26/09/2024
Bab 23 23. Berjuang sendiri
26/09/2024
Bab 24 24. Tidak ikhlas
26/09/2024
Bab 25 25. Kehidupan masing-masing
27/09/2024
Bab 26 26. Apakah aku akan berdosa
27/09/2024
Bab 27 27. Mana buktinya
27/09/2024
Bab 28 28. Ide yang bagus
28/09/2024
Bab 29 29. Pesta pertunangan
29/09/2024
Bab 30 30. Ayah biologisnya Kenzie
29/09/2024
Bab 31 31. Apa kamu berbohong
30/09/2024
Bab 32 32. Anak kandungku
30/09/2024
Bab 33 33. Dia menciumku
30/09/2024
Bab 34 34. Parfum perempuan
30/09/2024
Bab 35 35. Calon anak tiri
17/10/2024
Bab 36 36. Menginap
28/10/2024
Bab 37 37. Viona menyukaiku
28/10/2024
Bab 38 38. Lancang sekali mulutmu!
28/10/2024
Bab 39 39. Apakah itu sebuah rahasia
28/10/2024
Bab 40 40. Kakak sebaiknya putus saja
28/10/2024
Buku lain oleh Rossy Dildara
Selebihnya