AREA DEWASA! JANGAN MEMBACA BUKU INI JIKA BELUM CUKUP UMUR! Kepergian Mesha menghadirkan kepiluan di hati Natasha. Kesucian yang telah dia berikan kepada sang kekasih membuat kehidupannya semakin diliputi masalah yang datang silih berganti. Terlebih lagi, sebuah janji yang disepakati tak membuat Mesha bertahan dengan satu cinta. Dia mengorbankan sebuah pengorbanan hanya untuk perempuan yang baru ditemuinya, Hana Adriana. Seorang Hana yang belum pernah berhubungan dengan laki-laki, membuatnya berhasrat kepada Mesha. "Berikan aku yang lebih dari ini, Mesha!
"Nikmatilah aku sepuasmu, Sayang! Malam ini untukmu!" Natasha menegaskan nada bicaranya.
Mesha pun tersenyum karena ucapan sang gadis. Tanpa ragu, dia memberikan kecupan mesra yang membuat gairah kian terpicu untuk bercumbu.
Sepasang telapak tangan pun melekat untuk menyalurkan sebuah hasrat, menelusuri setiap lekuk tubuh memikat, menyelisik di antara balutan kain yang masih tertambat, menimbulkan geliat, serta menghadirkan rasa nikmat yang kian menjerat.
"Bagian tubuh ini begitu menggoda. Bolehkah aku menikmatinya?" tanya Mesha dengan lembut saat telapak tangannya tengah mendarat di atas benda bulat nan kenyal milik sang gadis.
Natasha hanya mengangguk dan tersenyum, memberi sebuah isyarat kepada sang laki-laki agar segera menyalurkan hasrat.
Sang gadis pun kembali menggeliat merasakan nikmat ketika ibu jari Mesha mulai berputar dan sesekali menekan puncak bulatan ranum yang belum pernah tersentuh oleh laki-laki.
"Mesha ... ini ... aahh!" Natasha mendesah lembut, membuat Mesha kian bergairah dalam menjalankan aksi.
Sementara itu, Natasha merangkak naik ke pangkuan sang kekasih, menduduki dan mempertemukan dua bagian tubuh yang dapat membuat mereka serasa terbang melayang. Meskipun sepasang kain menjadi penghalang, tetapi tetap mampu menghadirkan rasa tak biasa nan berbalut kasih dan sayang.
Sang gadis pun mulai menari, memainkan pinggul di atas pangkuan Mesha, memberikan sebuah tekanan agar kedua bagian tubuh itu dapat bersentuhan erat.
"Ssshh ... Mesha ...," desah Natasha seraya menggenggam wajah sang kekasih dengan tatapan penuh gairah.
Pertemuan kedua bagian tubuh itu menghadirkan sensasi tersendiri meskipun sepasang kain menghalangi.
Tak lama setelahnya, Mesha menyingkap kain yang masih melekat pada tubuh sang gadis, menggulungnya ke atas agar lebih leluasa dalam menciptakan rasa.
Netra sang laki-laki pun dibuat terperanjat akan hal itu. Sepasang benda bulat nan indah memesona tersaji tanpa sebuah tabir, begitu memanjakan mata!
"Natasha ... kamu begitu menggoda dengan penampilan seperti ini," ucap Mesha yang tak mampu mengedipkan matanya barang sejenak. Keindahan lekuk tubuh sang gadis benar-benar membuat laki-laki itu kian tertawan.
Tanpa menunggu lebih lama, Mesha memainkan permainan yang sempat tertunda. Dia kembali mendaratkan kecupan di bibir dan memberikan sentuhan lembut di kedua benda kenyal milik Natasha.
"Mesha ... aahh," desah sang gadis saat jemari sang kekasih meremas dan menekan bulatan di tubuhnya.
Natasha lantas mencengkeram kepala Mesha dengan lembut, menuntun dan mengarahkannya ke bagian benda kenyal yang telah terpampang di depan pandang.
"Nikmatilah sepuasmu, Sayang!"
Perkataan Natasha berhasil menyulut api gairah di dalam diri sang laki-laki. Gerakan penuh hasrat pun tercipta setelahnya.
Kecupan mesra, lumatan lembut, dan sedikit tekanan yang dilakukan Mesha pada benda bulat itu membuat Natasha kian terbawa dengan suasana.
"Apakah ini yang dinamakan kenikmatan duniawi?"
"Belum semuanya, Sayang!" Mesha menimpali perkataan Natasha.
Setelahnya, sang laki-laki mengisap lembut bagian berwarna merah muda di salah satu puncak bulatan kenyal milik sang kekasih, sedangkan jemarinya menari-nari di atas bulatan lain yang menghadirkan sebuah kenikmatan tiada tara bagi Natasha.
Di sisi lain, gerak naik turun dari pinggul sang gadis membuat satu bagian tubuh Mesha menampakkan diri di sela-sela balutan kain yang menghalangi.
Natasha menyadari hal itu. Dia lantas mengayunkan lengan untuk meraih ujung benda tumpul itu dengan telapak tangan.
Masih dengan posisi duduk di pangkuan Mesha, Natasha membebaskan bagian tubuh itu dan mengeluarkannya dari persembunyian, menggenggamnya dengan perlahan, serta memberikan sentuhan lembut pada benda yang kini tengah berdiri kokoh di tempatnya berada.
"Aku tidak yakin jika benda ini sesuai dengan milikku. Sayang ... ukurannya ...." Natasha lantas mendesah lembut seraya kian mengeratkan bulatan ranum ke wajah sang kekasih, sementara jemarinya belum berhenti bergerak naik turun dalam menggenggam bagian tubuh kebanggaan milik sang laki-laki.
Kini, telapak tangan Natasha telah dipenuhi oleh sebuah cairan pekat yang berasal dari bagian tubuh Mesha.
Hal itu membuat sang gadis lebih leluasa dalam memberikan sentuhan, tak lagi kesat terasa.
"Aku tak tahan lagi, Sayang!" Natasha menghentikan tarian lembut jemari Mesha dari puncak bulatan miliknya.
Kemudian, sang gadis menuntun telapak tangan Mesha menuju kehangatan lain di bagian sentral tubuhnya yang memukau.
"Jangan malu-malu, semua ini untukmu!" tegas Natasha seraya tersenyum.
Kini, jemari Mesha tengah menyelisik ke dalam, berada di antara balutan kain yang masih menutupi benda berharga milik Natasha.
Sentuhan lembut dan tarian menggairahkan dari jemari sang laki-laki ketika memainkan benda milik Natasha semakin membuat mereka dimabuk kepayang.
Bagaimana tidak, permainan halus yang dilakukan Mesha begitu memanjakan kalbu yang dipenuhi hasrat nan menggebu.
"Tunggu dulu, Sayang! Biarkan aku membukanya untukmu!" Natasha menjeda permainan mereka.
Gadis manis dengan paras menawan itu segera menanggalkan pakaian bagian bawah, memudahkan sang kekasih dalam mengeksplorasi setiap bagian tubuh miliknya.
Mesha memperhatikan hal itu dengan saksama. Netranya kembali tertawan akan suatu benda yang indah nan menawan.
"Sungguh ... ini di luar imajinasiku," ucap Mesha yang merasa kagum dengan apa yang dilihatnya kala itu.
"Apakah ini tampak menarik untukmu?" tanya Natasha seraya melakukan gerakan yang mampu memicu debaran kalbu.
Sang gadis menggerakkan jemari di bagian tubuh berharga miliknya, memutar lembut sembari sesekali memasukkannya ke bagian dalam dari gerbang kenikmatan itu.
Tak ayal, sebuah rasa yang membuat penat di kepala pun terasa menyapa Mesha.
Laki-laki itu lantas bergegas menanggalkan satu per satu pakaian yang masih menempel utuh menutup tubuh.
"Kamu membuatku semakin bergairah, Sayang!" Mesha berkata setelah semua pakaiannya terlucuti sempurna.
Sajian menggairahkan yang berada di hadapan itu membuat sang laki-laki tak dapat menahan diri.
Mesha lantas mengarahkan bibirnya untuk melumat bagian tubuh sang kekasih dengan lembut. Dilancarkannya permainan bibir dan lidah sembari sesekali mengisap bagian itu dengan perlahan.
Natasha tentu saja menggeliat karenanya. Sebuah aksi sarat birahi menghadirkan sensasi yang membuatnya lupa diri.
"Ooh ... Mesha ... ini begitu memabukkanku," ucap Natasha seraya mendesah lembut.
Sesaat kemudian, Mesha menyadari satu hal, dia melirik bagian tubuh kesayangannya yang telah mencapai ukuran sempurna.
Laki-laki itu lantas memegangi lutut sang kekasih, mengangkatnya dengan perlahan agar kedua bagian tubuh itu dapat bertemu.
"Jangan terburu-buru, Sayang! Aku ingin menikmati momen ini lebih lama!" pinta Natasha.
"Tidak perlu khawatir! Aku akan bermain dengan milikmu terlebih dahulu," kata Mesha sembari menempelkan bagian tubuhnya ke permukaan benda berharga milik Natasha.
Gerak maju mundur di permukaan gerbang kenikmatan itu pun dimulai, menciptakan rasa tiada tara.
Terlebih lagi, cairan pekat yang berasal dari bagian tubuh Natasha membuat pergerakan itu semakin halus terasa.
"Bagaimana rasanya, Sayang?" tanya Mesha seraya membelai rambut sang kekasih.
"Aku tidak menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan kenikmatan ini," jawab Natasha dengan merendahkan nada bicara.
Kini, gelora cinta kian menusuk di dalam dada, membuat sang gadis kian liar membara. Direbahkannya tubuh Mesha untuk dapat memberikan sentuhan lembut pada bagian tubuh yang membuatnya terhanyut.
Natasha melumat bagian tubuh kebanggaan milik Mesha, menggerakkan apitan bibirnya naik turun, serta sentuhan jemari yang semakin melengkapi sensasi bagi sang laki-laki.
"Ooh ... Sayang ... rasanya sungguh berbeda," ucap Mesha seraya memandangi Natasha yang tengah bermain dengan bagian tubuh kesayangannya.
Lalu, bibir lembut sang gadis dengan lihai bergerak di bagian ujung benda itu, memutarnya dengan perlahan, membuat gairah semakin tak tertahan.
"Ingin sesuatu yang lain, Sayang?" tanya Natasha yang disambut anggukan Mesha.
Sang gadis pun tersenyum. Dia lantas menempatkan ujung bagian tubuh kebanggaan sang kekasih di salah satu puncak bulatan ranum miliknya.
Natasha memainkan permainan kembali, menggenggam benda milik Mesha dan menggerakkan jemarinya naik turun.
Hal itu membuat ujung bagian tubuh Mesha menekan lembut puncak bulatan kenyal sang gadis. Suatu aksi yang memberikan kenikmatan tersendiri bagi keduanya.
"Sshh ... Mesha ...," desah sang gadis. Dia terlihat amat menikmati permainannya pada benda kesayangan sang kekasih.
Tak lama kemudian, cairan hangat nan pekat pun berhamburan. Hal yang sangat memuaskan bagi Natasha adalah cairan itu melintas ketika ujung bagian tubuh Mesha masih menempel erat di puncak benda bulat nan kenyal miliknya.
"Ooh ... Sayang ... ini terasa hangat," ucap Natasha seraya menyebar cairan itu ke seluruh permukaan bulatan ranum dengan telapak tangan.
Mesha kemudian merebahkan tubuh sang kekasih. Dia lantas menempatkan ujung benda tumpul itu ke pintu gerbang milik sang gadis, menekannya dengan perlahan untuk membuka lembaran baru dari petualangan permainan cinta mereka berdua.
"Kamu masih kuat?" tanya Natasha dengan tersenyum manis.
"Kita lihat saja nanti," jawab Mesha yang juga tersenyum.
"Sayang ... pelan-pelan!" pinta Natasha yang meringis menahan sakit saat benda itu tengah menusuk semakin dalam.
"Tahanlah dahulu, Sayang! Rasa sakitmu itu hanya sementara," ucap Mesha, berusaha menenangkan hati sang kekasih.
Akhirnya, bagian tubuh kebanggaan laki-laki itu pun berhasil meruntuhkan tembok kesucian setelah sekian lama berusaha sekuat tenaga.
Hal itu tentu tak disia-siakan oleh Mesha. Dia mulai menaikkan tempo permainan setelah sebuah penghalang tak lagi menghadang.
"Kamu benar, Sayang. Rasa sakit itu berganti dengan ...." Natasha tak dapat melanjutkan ucapannya. Aksi yang dilakukan Mesha benar-benar membuat sang gadis kian menggeliat hebat.
Permainan cinta keduanya membawa mereka mengarungi samudra asmara yang amat luas sehingga merasa tak ingin terlepas.
Sampai pada suatu waktu, puncak kenikmatan akhirnya mereka dapatkan ketika suatu cairan berhamburan di sebuah kedalaman.
"Cukuplah aku yang menjadi penjaga hatimu. Jangan pernah kamu berani meninggalkan aku setelah ini!" pinta Natasha sembari mengecup bibir sang pujaan hati.
"Setelah kamu memberikan semuanya? Laki-laki mana yang mempunyai pemikiran seperti itu?"
Satu ikrar pun terucap, mengikat kedua insan itu untuk tetap bersama. Mereka berharap, tak ada satu hal pun dapat memisahkan cinta yang telah menyatu di dalam kalbu.
***
Sebuah mobil sport mewah dua pintu datang mengisi ruang kosong di luasnya halaman parkir kampus ternama.
Setiap pasang mata tertuju pada satu titik saat seorang perempuan bernama Natasha membuka pintu mobil dan menginjakkan kakinya di atas lapisan aspal.
Perempuan itu tak menghiraukan, pandangan matanya tak dapat teralih dari sosok Mesha yang bercumbu dengannya kemarin. Namun, laki-laki itu terlihat termenung dan bersandar di gedung kampus.
"Kamu kenapa diam di sini?" tanya Natasha yang merasa heran dengan tingkah kekasihnya.
"Ah, tidak apa-apa," jawab Mesha sembari menggeleng pelan.
Natasha tersenyum. Dia mengetahui Mesha sedang menyembunyikan sesuatu. Dia pun mendesak sang kekasih agar mengungkap hal yang menghadirkan tanya di hatinya.
"Aku tidak bisa melanjutkan kuliah, Na," ucap Mesha tertunduk.
Natasha terkejut, digenggamnya tangan Mesha erat seraya berkata, "Kenapa, Mes? Padahal kita sudah berjanji akan terus bersama. Kamu juga dapat beasiswa di sini. Apa kamu mau mundur begitu saja?"
Mesha lantas menjelaskan alasannya berhenti kuliah. Dia harus berangkat ke Ibukota untuk membantu orang tuanya mencari nafkah.
Natasha mencoba meyakinkan Mesha agar tidak pergi menjauh. Namun, usahanya tidak berhasil karena Mesha mempunyai alasan lain di balik keputusannya.
"Ibuku butuh biaya untuk pengobatannya. Mungkin dengan kerja di sana, aku dapat membantu biaya pengobatan ibuku," beber Mesha.
"Kenapa kamu tidak membicarakan hal itu kepadaku, Mes? Aku bisa bantu biaya pengobatan ibu kamu. Kamu butuh biaya berapa untuk pengobatan ibu kamu? Bicara kepadaku! Aku akan bayar berapa pun biayanya asalkan kamu tetap di sini menemaniku."
"Masalahnya tidak sesederhana itu, Na! Bukan hanya pengobatan yang dibutuhkan ibuku. Kalau aku tidak ke sana, lalu siapa yang akan merawatnya? Sedangkan dia juga masih kerja dengan kondisinya saat ini."
Sang gadis tak dapat mengeluarkan sepatah kata pun karena perkataan Mesha tak henti-hentinya menghadirkan kesedihan.
Hati perempuan itu semakin pilu, genangan air pun tak dapat dibendung kelopak matanya.
Natasha tertunduk sedu, tak sanggup jika harus melihat kepergian seseorang yang sudah lama dicintainya.
Di samping itu, Natasha tentu merasa khawatir. Pasalnya, laki-laki yang berada di hadapannya sudah menanamkan benih yang mungkin akan menghadirkan masalah besar bagi kehidupannya di kemudian hari.
"Lalu ... bagaimana denganku? Bagaimana jika nanti terjadi apa-apa denganku?!"
Perempuan itu membalikkan badan dan meninggalkan Mesha begitu saja. Dia berlari dengan berurai air mata menuju tempat mobilnya diparkirkan.
Meskipun kekasihnya mencoba untuk menghentikan niatan untuk pergi, Natasha tak menghiraukan dan tetap melajukan kendaraannya.
Pandangan yang mulai kabur tertutup air mata tak menghalangi seorang perempuan untuk kembali ke arah pulang.
Dalam kesedihannya tersisip sebuah harapan, semoga tak ada hal buruk yang menimpa karena perbuatannya dengan sang kekasih.
Walaupun gelapnya hari mulai menyapa bumi, tak ada satu pun senyuman yang terpancar dari wajah Natasha. Dia memeluk foto almarhumah ibunya. Dia amat merindukan sosok seorang ibu yang dapat menenangkan kalut di hati.
"Ibu ... aku rindu Ibu," ucapnya penuh lirih, "jika saja Ibu ada di sini menemaniku, tentu aku akan merasa lebih tenang. Kenapa semua orang yang aku sayangi selalu jauh dariku? Hatiku sakit, Bu!"
Rintih perih diiringi kilatan cahaya yang disusul suara gemuruh terdengar menggema di langit malam.
Rintik air hujan yang jatuh membasahi bumi seakan menyelaraskan diri dengan suasana hati. Berlimpah harta tak membuatnya bahagia, perempuan itu merasa sendiri dalam sepi.
"Bagaimana jika aku benar-benar mengandung anak dari Mesha suatu hari nanti? Bagaimana caraku mempertanggungjawabkan semua ini di hadapan ayahku?"