Kisah Fantasi dari seorang anak Humania yang pernah hidup di zaman Pangea, ketika seluruh daratan masih bersatu. Era ini di dukung oleh kekuatan Pedang dan Sihir, tidak hanya itu saja Monster dan Iblis juga berada di sana bersamaan dengan sistem kasta yang di sebut sebagai Bangsawan dan rakyat biasa. Bagaimana kisahnya, apakah Zen mampu merubah hidupnya yang kelam. Apakah ia akan mendapatkan sesuatu yang sangat penting itu, mari kita simak bersama hanya di Master Isekai 01.
Beberapa ribu tahun yang lalu ketika seluruh daratan masih bersatu, para Humania hidup rukun dalam kedamaian pada sebuah planet kecil yang di sebut sebagai Bumi.
Daratan itu di beri nama benua Pangea atau sebutan untuk tempat tinggal yang sangat luas dan di sanalah mereka tinggal.
Terutama mereka yang di sebut sebagai Humania. Bentuk fisik dari para Humania yaitu sangat mirip seperti manusia modern seperti sekarang.
Namun mereka menyebut dirinya masing-masing sebagai Humania atau manusia dengan pemilik kekuatan super atau dapat menggunakan sihir.
Kekuatan super itu sendiri memiliki jenis dan bentuknya yang beragam bagi setiap penggunanya masing-masing.
Berdasarkan analisis data kekuatan supranatural tersebut, para Humania telah membaginya menjadi beberapa bagian atau teknik kemampuan super.
Analisa pertama, sihir api. kekuatan ini di beri warna merah sebagai satu bentuk tanda pengenal untuk para Humania berelemen Api.
Analisa kedua, sihir air. kekuatan yang satu ini di beri warna biru sebagai bentuk atau aturan tanda pengenal bagi para Humania berelemen Air.
Analisa ketiga, sihir angin. kekuatan ketiga ini memiliki bentuk dari warna hijau, satu tanda pengenal bagi para Humania berelemen Angin.
Analisa keempat, sihir tanah. kekuatan dengan warna coklat ini di berikan kepada para Humania dalam bentuk pengenalan berelemen Tanah.
Dan terakhir adalah sihir petir, memiliki warna ungu sebagai salah satu bentuk tanda pengenal Humania berelemen kekuatan Petir.
Dari kelima elemen dasar tersebut, seluruh Humania hanya dapat memiliki satu kekuatan super saja yang mereka gunakan sejak di lahirkan pada zaman Benua Pangea ini.
Begitulah singkat kisah dari seorang anak remaja yang berasal dari keturunan Humania dan pernah hidup pada zaman ketika seluruh daratan masih bersatu.
Namanya adalah Zen, remaja berambut hitam lebat sampai menutupi salah satu matanya tepat pada bagian sebelah kiri dengan postur tinggi badan mencapai 160cm.
Sejak kecil Zen di lahirkan dengan kekuatan aneh dan berbeda dari para Humania biasanya, orang lain menganggap bahwa anak yang satu ini adalah penyebab kesialan.
Dan jangan heran jika kondisi sosial Zen selalu saja ia mendapati beberapa tindakan kurang baik dari pada para Humania lainnya.
Di tambah lagi dengan status sosial yang ia miliki atau sistem kasta yang di pakai pada zaman ini, pembagian kelompok para Humania merupakan satu bentuk status sosial dasar mereka.
Kasta Bangsawan dan kasta rakyat biasa, perbedaan kelompok inilah yang menjadikan landasan dasar dari beberapa tindakan diskriminasi itu terjadi.
Secara signifikan hubungan kedua kasta ini dapat terlihat sangat jelas, perbedaannya terletak dari berbagai perbuatan baik dan buruk yang di terima pada setiap kastanya.
Sebagai contoh awal, jika kaum Bangsawan kedapatan melakukan tindakan tidak terpuji terhadap kaum rakyat biasa maka pihak terendah itu harus mampu memaafkan atau memaklumi kesalahan dari para Bangsawan.
Berbanding terbalik dengan hal tadi, jika kedapatan kaum rakyat biasa yang melakukan kesalahan maka para Bangsawan akan menindak tegas kesalahan tersurat sampai-sampai maju keranah hukum.
Misalnya seperti ini, jika salah satu Humania dari kasta rakyat biasa melakukan tindakan pencurian buah anggur dari tempat ia bekerja maka hukuman yang harus ia tanggung adalah hukuman mati atau hukuman seumur hidup mendekam di dalam penjara bawah tanah.
Berbeda dengan kejadian di atas, jika para Bangsawan kedapatan melakukan tindakan tidak terpuji baik itu pemukulan atau penjualan para budak dari kaum rakyat biasa.
Ketika kasus tersebut masuk ke dalam pengadilan dengan vonis ringan yaitu permintaan maaf dan secara otomatis semua orang dari kaum rakyat biasa harus mampu menerimanya dengan lapang dada.
Mau tidak mau, suka tidak suka. semua orang dari kaum rakyat biasa harus mampu menerima kondisi mereka yang di perbuat oleh para Bangsawan.
Oiya perkenalkan nama saya adalah Zen. saat ini aku berumur 17 tahun, sekaligus calon peserta didik baru di sekolah para penyihir atau biasanya di sebut SPP.
Sekolah ini memiliki aturan yang sangat ketat bagi para calon pelajarnya, ketika mereka hendak masuk dan menjadi pelajar di SPP.
Diketahui bahwa terdapat 3 aturan masuk yang harus di lewati setiap peserta sebelum menjadi pelajar di sini, sekolah super Elite sekaligus status sekolah dengan bintang 5 di negeri penyihir.
Aturan pertama, setiap calon pelajar di haruskan mengikuti Tes Ilmu Sihir. perolehan angka persentase kelulusan adalah A atau harus mendapatkan nilai 90 paling rendah.
Tidak boleh kurang dari nilai yang sudah di tetapkan, jika ada calon pelajar tidak terima dengan nilai yang sudah di berikan maka calon peserta itu akan didiskualifikasi selama 3 tahun.
Dengan kata lain, setiap calon peserta dilarang mengkritik nilai yang telah mereka dapatkan. jika masih ingin mengikuti daftar ulang di SPP tahun depan.
Aturan kedua, setiap calon peserta di haruskan mengikuti Tes Praktek atau pertarungan eliminasi antara para peserta lainnya.
Maksudnya di sini berupa alasan dalam contoh pengurangan jumlah peserta didik baru, jika di ketahui sebanyak 200 pelajar yang mendaftarkan masuk di SPP.
Maka pada aturan pertama, sebanyak 200 peserta itu akan di eliminasi setengahnya yaitu menjadi 100 peserta di izinkan maju ke tahap selanjutnya.
Pada aturan kedua, nilainya akan semakin menyusut yaitu sebanyak 50 orang akan di nyatakan lulus dan dapat melaju ke tahap terakhir.
Pada aturan ketiga, para peserta di haruskan mengikuti Tes Finalisasi atau sering di sebut sebagai pertarungan One by One.
Seperti itulah mekanisme singkat atau sistematis yang di gunakan oleh SPP demi menghasilkan para calon pelajar yang terbaik dari yang terbaik pada tahun ini.
"Tolong berkas pendaftaran kamu," ucap seorang pria dewasa dengan seragam serba putih sedang berdiri di depan gerbang SPP.
"Ini pak berkas milik saya."
Ketika berkas tersebut aku sodorkan kepadanya seketika saja orang itu langsung menarik secara paksa berkas lamaran yang barusan aku berikan.
"Sreeett!" suara keras merampas berkas pendaftaran masuk SPP milikku dari depan gerbang sekolah ini.
Matanya terlihat sinis memandang diriku, tampak jelas bahwa orang itu sangat tidak menyukai keberadaan ku di sekolah para penyihir.
Entah apa dosa yang aku lakukan sampai-sampai mendapati nasib buruk seperti ini, setiap hari sama saja dan tidak ada yang berubah.
Selalu saja nasib sial yang aku dapatkan, maka dari itu janganlah heran jika banyak hal kelam dan kurang begitu menyenangkan pada kisah kehidupanku kali ini.
"Nah! Ambil nomor peserta mu lalu pergi dari hadapan ku sekarang juga," ungkapnya dengan nada tinggi sembari melempar bet nomor peserta calon peserta milikku.
"Baik pak, terimakasih banyak."
Begitulah yang aku katakan kepadanya sambil membungkukkan badan condong ke bawah mencoba meraih bet nomor peserta yang tadi ia lemparkan.
Sangat jelas aku saksikan bahwa nomor calon pelajar yang aku dapatkan ialah bernomor urut peserta 205.
"Aku yang terakhir ya?" tanyaku dari dalam hati sembari memasangkan bet nomor peserta ini tepat pada dada sebelah kanan.
Jika di antara kalian ada yang bertanya, apakah aku memiliki mimpi maka aku akan menjawab tentu saja aku mempunyai mimpi.
Bagaimana pun caranya aku pasti akan mewujudkan mimpi tersebut, demi satu cita-cita aku harus melewati berbagai rintangan yang terasa berat bahkan nyawaku menjadi taruhannya.
"Oii kaum rakyat biasa, pergilah ke Aula sekarang!" pekik suara kencang lelaki dewasa itu memberi perintah kepadaku.
"Baik pak, terimakasih banyak."
Secepat mungkin akupun berlari memasuki gerbang sekolah para penyihir hingga kini berada di depan sebuah gedung yang bentuknya mirip seperti suatu kastil istana.
Ketika aku memasuki gedung tersebut, sejauh mata memandang aku dapat menyaksikan pada setiap dinding bangunan terdapat lapisan batu permata dan terlihat sangat mahal harganya.
"Woh!" ucapku merasa takjub atas apa yang baru saja aku saksikan sekarang.
Bersamaan dengan ucapku barusan di saat yang bersamaan terdengar suara dari beberapa siswa yang tidak jauh jaraknya dari belakang sana.
"Oii-oii lihat dia."
"Dasar kampungan."
"Kenapa rakyat biasa berada di sini?" ujar tiga calon peserta didik baru menertawai keberadaan Zen tepat 7 meter di belakangnya sekarang.
Ketika aku hendak berpaling ke arah asal suara tersebut, sejenak ku coba untuk memperhatikan bet nomor yang mereka miliki.
"102, 103 dan 104," ucapku dari dalam hati.
Bab 1 Eps. 01 SEKOLAH PARA PENYIHIR
23/06/2023