Agar dapat memiliki hak asuh atas anak angkatnya, yakni anak dari almarhum kakaknya yang sudah tiada, salah satu syaratnya adalah Samudera, seorang CEO dari Dirgayasa Grup harus memiliki seorang istri. Hal yang sulit karena anak angkatnya tidak mudah menyukai wanita selain neneknya dan tantenya yaitu adik kandung Samudera hingga ia bertemu dengan Bintang, dokter wanita di rumah sakit keluarganya yang berhasil mengambil hati anaknya.
"Selamat siang dokter Bintang."
Dokter bernama Bintang itu menoleh ketika ada dokter lain yang menyapanya. Bintang baru saja kembali dari makan siang dan akan memeriksa beberapa pasiennya. Begitu melihat siapa yang memanggilnya, pemilik paras cantik itu memasang senyuman manis khasnya.
"Siang dokter Citra. Sudah selesai makan siang?"
Dokter bernama Citra itu memanyunkan bibirnya. "Gue belum sempat makan siang, tadi tiba-tiba ada panggilan dari UGD waktu lo udah pergi istirahat." Citra merupakan teman seangkatan Bintang sejak mereka berkuliah kedokteran.
"Ada pasien baru?"
Citra mengangguk. "Iya, kecelakaan tunggal kendaraan motor. Katanya sih karena mengebut, itu kesaksian dari yang bawa dia ke sini."
Bintang menggeleng sekilas. "Ada-ada saja, hobi kok uji nyali di jalan raya sih?"
"Entahlah. Sekarang lo mau ke mana? Periksa pasien?"
"Iya, gue belum cek siang. Lo makan dulu aja, jangan sampai lo ikut dirawat karena sakit terlambat makan."
"Iya iya, ya sudah gue pergi dulu."
"Hati-hati."
Seperginya Citra, Bintang memanggil asistennya untuk mengikutinya memeriksa pasien. Siang ini rumah sakit cukup ramai, tidak hanya pasien namun juga keluarga pasien. Entah yang menunggu atau yang berkunjung, sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi Bintang selama bekerja di rumah sakit Dirgayasa ini.
"Bagaimana Bu? Sudah enakan badannya?" tanya Bintang dengan nada lembutnya pada salah seorang pasiennya yang merupakan wanita paruh baya.
"Udah enakan dok," jawab Ibu itu disertai senyuman, "apa saya sudah bisa pulang dok? Udah kangen cucu di rumah nih."
Bintang tertawa pelan. "Saya periksa dulu ya Bu, kalau kondisinya udah normal, ibu udah bisa pulang. Setelah ini diatur ya bu pola makannya, jangan sembarangan lagi, kasihan lho cucunya kalau lihat neneknya masuk rumah sakit lagi."
"Iya dok." Ibu itu masih tersenyum. "Kalau dokter cantik sudah menikah?"
"Oh, hehe... belum ibu."
"Ibu doakan dokter cantik segera dapat jodoh ya."
"Amin bu."
"Sayang sekali anak saya sudah menikah semua, kalau ngga, tadinya mau saya jodohkan sama dokter cantik."
Bintang tertawa pelan. "Ibu bisa saja." Bintang selalu merasa senang dan terhibur setiap bertemu pasien seperti ibu yang sedang diperiksanya ini. Rasanya, lelahnya seharian bekerja sedikit berkurang.
Selesai dengan satu pasien, Bintang berlanjut ke pasien lainnya hingga semua pasien dibawah penanganannya sudah diperiksa semuanya. Bintang selalu memeriksa kembali agar tidak ada pasien yang terlewat olehnya. Dirinya memang cukup teliti dalam hal seperti ini.
Begitu selesai memeriksa, Bintang beristirahat sejenak di ruangannya seraya mengecek beberapa pekerjaannya yang lain. Saat sedang fokus, pintu ruangannya diketuk dari luar. Bintang segera menatap ke arah pintu lalu mempersilahkan tamunya masuk. Pintu terbuka, memunculkan sosok yang familiar untuk Bintang.
"Selamat siang dokter Bintang."
"Oh dokter Rian, ada apa?"
"Hanya ingin berkunjung sejenak, tidak masalah kan?"
Bintang kembali menatap lembaran kertas ditangannya, "Ya tidak masalah. Tapi jangan terlalu santai, ada banyak pekerjaan yang bisa dilakukan dari pada melakukan hal yang tidak jelas."
Rian tersenyum lalu duduk di hadapan Bintang. "Kamu masih ketus saja padaku."
"Aku hanya berbicara seperti biasa padamu."
"Ya, hanya padaku saja kamu seperti itu. Apa sebegitu bencinya kamu padaku Bintang? Kita ini rekan kerja lho, tidak baik mendendam terlalu lama."
"Aku tahu, aku tidak membencimu, hanya saja ..." Bintang menatap Rian dengan tatapan dingin, "aku tidak bisa seakrab itu denganmu." Tatapan Bintang kembali pada pekerjaannya, "pergilah, dan lakukan hal lain yang lebih berguna."
Rian tersenyum masam masih menatap Bintang. "Maafkan aku Bintang, aku tidak bermaksud menyakitimu saat itu, aku-"
"Kamu tidak dengar apa yang tadi aku katakan?"
"Baiklah baiklah. Tapi ini bukan berarti aku menyerah, aku akan mencoba mendapatkan maafmu lain waktu." Rian berdiri lalu berpamitan dan pergi dari ruangan Bintang.
Bintang menghela nafasnya sejenak begitu pintu sudah ditutup dari luar. "Mengganggu saja," gumamnya dengan nada kesal.
••
"Bintang, siang tadi gue lihat Rian ada ke ruangan lo, apa dia masih terus meminta maaf ke lo?" tanya Citra saat tengah makan malam bersama Bintang di kafetaria rumah sakit.
"Seperti biasa," jawab Bintang usai mengunyah makanan dimulutnya.
"Heran ya tuh orang, udah cari masalah tapi masih aja ngga malu buat datangi lo."
"Biarkan saja, gue juga enggak terlalu menggubrisnya."
"Tapi, kenapa ngga lo maafkan saja dia Bin? Memaafkan kan tidak harus menjadi dekat lagi. Lo maafkan dia lalu minta dia jangan mengganggu lagi, beres kan?"
"Firasat gue ya, ngga akan semudah itu. Dia sering egois demi dirinya sendiri, itu kenapa gue ngga pernah mau berbaik hati padanya."
"Hahh... Susah ya punya mantan menyebalkan yang berada di tempat kerja yang sama." Citra menopang dagunya dengan satu tangan, "kenapa dia ngga pindah saja sih ke rumah sakit lain?!"
"Sudahlah, untuk apa mengurusinya terus? Gue aja tidak terlalu peduli. Yang penting kita bekerja dengan baik di sini, jangan pedulikan orang lain selama dia tidak mengganggu diluar batas."
Citra mengangguk sekilas. "Baiklah. Jika dia macam-macam-"
"Hajar dia dengan karate gue. Itu kan yang mau lo katakan?"
Citra memasang cengiran. "Lo udah hafal ternyata."
"Karena lo sering bilang gitu, bagaimana gue ngga hafal? Tenang saja, gue ngga akan biarkan dia berani macam-macam sama gue. Lagipula dia kan sudah tahu apa yang bisa gue lakukan padanya kalau dia mencari masalah dengan gue."
"Bagus Bin, pokoknya jangan kasih celah buat dia."
"Iya, tenang saja. Sekarang cepat habiskan makan malam lo. Setelah ini cek pasien dulu lalu pulang."
"Siap!"
Citra dan Bintang segera menghabiskan makan malam mereka kemudian menyelesaikan pekerjaan dulu barulah pulang. Bintang segera keluar daru gedung rumah sakit dan berjalan ke ruang parkir khusus dokter. Bintang masuk ke mobilnya dan beranjak dari sana menuju salah satu gedung apartemen.
Hal yang selalu Bintang nantikan ketika memasuki unitnya yaitu berendam air hangat. Cukup membuat tubuhnya lebih nyaman setelah seharian bekerja. Biasanya setelah berendam, Bintang akan merasa kantuk. Maka sehabis mandi, Bintang memilih langsung istirahat.
Bintang memang tinggal sendirian di ibukota ini. Kedua orang tuanya berada di luar kota. Sejak kuliah hingga saat ini, Bintang sudah merantau dan tinggal jauh dari rumahnya. Jika sedang liburan cukup panjang, barulah ia manfaatkan untuk pulang.
Sudah dua tahun ini Bintang bekerja di rumah sakit Dirgayasa. Sebelumnya ia bekerja di rumah sakit lain dan akhirnya memutuskan untuk pindah atas ajakan Citra sahabatnya. Tidak lama setelah kepindahan Bintang, Rian pun masuk juga bekerja di sana dan berkenalan dengan Bintang hingga akhirnya keduanya menjalin hubungan namun kandas beberapa bulan kemudian karena kesalahan fatal yang dilakukan Rian pada Bintang.
Bab 1 1 • Bintang
19/06/2023