Kisah seorang Ceo tampan dan juga mapan, tetapi arogan, yang terjebak scandal dengan asistennya akibat biji kuaci. Banyak hal yang terjadi di antara keduanya. Sampai yang lebih parah adalah melewatkan malam di kamar yang sama. Bagaimana kisah mereka selanjutnya?
"Ssssttt... diam kamu Sin!" Eka yang sedang mengintip seorang wanita yang tengah berjongkok diruangan bosnya tersebut membulatkan mata dengan adegan yang baru saja ia lihat.
"Kamu liat apa sih?" Sinta yang merupakan rekannya bekerja tersebut menjadi sangat penasaran.
"Gantian!" ia mengambil alih tempat Sinta mengintip tersebut.
"Oh my God!" ia menutup mulutnya sendiri dengan telapak tangan. Nampak didalam ruangan kerja bos tampan mereka seorang laki-laki tengah berdiri sementara seorang wanita yang tak lain adalah Bella yang merupakan asistenya tersebut berjongkok dihadapannya. "Mereka sedang ngapain?" tanya Sinta sembari berbisik... "Mungkin ciuman atau sedang foreplay...!" ucapnya sembari menyeka keringat dan bersandar didinding.
"Kalian ngapain disini?" suara seorang laki-laki yang sedang mereka intip terdengar menggelegar ditelinga keduanya... Eka dan Sinta saling pandang, keduanya sepakat untuk menggeleng dengan memasang wajah memelas. "Cepat lanjutkan pekerjaan kalian!, atau mau saya pecat!" ucap lelaki itu tegas.
"I... iya pak." ucap keduanya bersamaan mereka yang ketakutan segera kembali kepekerjaan masing-masing dengan membawa debaran jantung didada, bukan karena jatuh cinta melainkan karena bos mereka yang seperti mafia.
####
"Woy, lu nggak capek dari tadi ngepasin ini kuaci?" tanya Ferdi yang juga ikut mengupas kuaci tersebut bersama Edo.
Edo tak bergeming Ia dengan santainya berjalan ke arah lemari pendingin dan mengambil sebotol coca-cola dan meneguknya.
"Gue habisin ini kuaci dulu baru pergi !" ucapnya kemudian "Hah?" mata Ferdi terbelalak
"Serius lu Do? kapan ini habisnya?" ungkapnya keberatan sambil membolak-balikkan bungkus kemasan plastik kuaci jumbo yang ada di depan mereka. Edo masih diam, merasa jengkel karena menunggu lama Ferdi merampas kemasan kuaci yang ada di hadapan Edo dan melemparnya ke luar jendela. Tak mengindahkan Ferdi yang sedari tadi protes, Edo berjalan kesebuah lemari yang terbuat dari kaca membuka laci lemari itu dan mengeluarkan sebungkus kuaci lagi dan ketika ia hendak merembet kemasan kuaci tersebut Ferdi mencegahnya...
" Stop... stop... stop...!" ucapnya sambil menarik lengan Edo dan membawanya keluar kamar. "Gila lu Do, gila... gila..!" umpatnya lagi.
"Dari mana lu dapat kuaci sebanyak itu, lu borong di supermarket mana?" Ia heran sambil berjalan ke halaman rumah di mana mobilnya terparkir.
"Dari keluarga gue di Jepang." Edo menjawab santai, Ferdi memandang Edo dengan pandangan menyelidik.
"Seriusan lo punya keluarga di Jepang dimananya?, kapan-kapan ajak gue ke sana napa kita cari cewek Jepang yang cantik?" ucap Ferdi lagi sambil masuk ke dalam mobil.
"Ada kok!" "Siapa?" begitu penasaran Ferdi bertanya.
"Hamtaro!" Edo menjawab masih dengan ekspresi sebelumnya.
"Ah elu Do, ngerjain gue aja! gua kira beneran!" sambil menyalakan mesin mobil Ferdi bergumam sendiri, meski sudah mengenal Edo sejak bangku SMA dirinya masih belum bisa membedakan ekspresi wajah serius maupun bercanda dari Edo. Lelaki itu memang memiliki pribadi yang sulit ditebak, sikap yang arogan, cuek dan agak sedikit sombong membuatnya sulit didekati, apa lagi oleh wanita. Memang banyak wanita yang mengharapkan untuk menjadi kekasihnya selain rupa yang tampan juga memiliki bentuk tubuh yang atletis sikapnya yang cuek inilah yang membuat para gadis merasa lebih tertantang untuk bisa merebut hatinya.
Tok tok tok sebuah ketukan terdengar di ambang pintu sebuah ruangan diperusahaan yang memproduksi properti tersebut.
"Masuk!" ucap lelaki yang sedang duduk di belakang meja di depan laptopnya.
"Pak dipanggil Pak Gunawan." ucap Bela asistennya.
"Kenapa nggak telepon aja?" sekilas Edo menata Bella.
"Kebetulan saya baru keluar dari ruangan beliau Pak ini mau kembali sekalian lewat jadi saya beritahu bapak."
"Oh oke!" Edo segera bangkit dan menemui Gunawan yang ke lain adalah ayahnya sendiri, Edo memang terlahir menjadi anak orang kaya namun, Meskipun begitu Pak Gunawan menerapkan prinsip di dalam keluarganya. Siapa yang ingin sukses seperti dirinya harus belajar dan memulainya dari bawah terlebih dahulu begitupun dengan Edo, awal masuk di perusahaan ayahnya sendiri ia ditugaskan menjadi seorang office boy, hingga 7 tahun berlalu setelah ayahnya melihat perkembangan bagus dari putranya ini, barulah Edo diberi kedudukan yang lebih sesuai dengan kemampuannya kini ia menjabat sebagai CEO diperusahaan tersebut.
Edo masuk ke ruang ayahnya setelah sebelumnya mengetuk pintu terlebih dahulu "Bapak memanggil saya?" tanyanya profesional kepada Direktur Utama perusahaan tersebut. Gunawan merangkul Edo dan menyuruhnya duduk di sebelahnya.
"Ada apa Pak?"
"Apa kamu benar berpacaran dengan Asisten kamu?" tanya Gunawan dengan senyuman menggoda putranya.
"Apa...?"
Sementara itu sebelum Edo dipanggil oleh Gunawan, asistennya lah yang terlebih dulu dipanggil.
"Masuk!" ucap Gunawan kepada Bella yang mengetuk pintu, "Maaf Pak, Bapak memanggil saya?" tanyanya penuh hormat kepada atasannya tersebut.
"Iya silakan duduk Bel, ada yang ingin saya bicarakan kepada kamu, saya langsung aja ya Bel!"
"Eh Iya Pak."
"Begini Bel saya mau tanya sesuatu, kepada kamu sebenarnya hal ini tidak seharusnya saya tanyakan ke kamu karena menyangkut hal pribadi kamu, namun karena kejadian masih dalam ruang lingkup perkantoran... saya harus menanyakannya kepada kamu kebenaran akan berita tersebut!"
ucap Gunawan hati-hati sekali.
"Pasti gara-gara kejadian tempo hari!" pikir Bella, karena memang semenjak kejadian yang tak disengaja tersebut dirinya dan atasannya menjadi buah bibir diperusahaan tempat ia mengais rupiah tersebut.
"Maaf pak apa itu?" tanyanya berpura-pura tidak tahu.
"Mengenai gossip yang sedang tersebar dikantor, tentang kamu dan juga putra saya. Apa hal itu benar?" lelaki paruh baya itu membenarkan letak kacamata yang bertengger dihidung mancungnya.
"Maksud Bapak hubungan saya dengan Pak Edo?" tanyanya memberanikan diri. Gunawan mengangguk.
"Sebenarnya ini mungkin hanyalah kesalahpahaman Pak kejadian yang membuat gosip itu tersebar terjadi beberapa hari yang lalu, ketika suatu waktu saya sedang berada di ruangan Pak Edo membahas masalah pekerjaan. Saya tidak sengaja menyenggol tempat... emm... maksud saya toples tempat makanan camilan Pak Edo yang isinya kuaci itu Pak. Kuaci itu tumpah ke lantai dan saya coba memungutnya dibantu oleh Pak Edo tapi rambut saya terselip di kancing lengan Pak Edo jadi mungkin kalau dilihat dari belakang ya pak... orang melihat dan menyangka kami melakukan hal yang tidak semestinya dilakukan di kantor ini. Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada bapak karena telah menciptakan rumor yang tidak baik antara saya dan Pak Edo. Yang membuat kenyamanan bapak terganggu." kata Bela panjang lebar, Gunawan manggut-manggut kembali mengusap dagunya.
"Sebenarnya gini Bel, saya malah senang kalau kamu ada hubungan sama Edo. Kebetulan di umur saya sudah berbau tanah ini saya ingin Edo segera mendapatkan pendamping, dan saya rasa kamu cocok untuk menjadi pendamping hidupnya." Gunawan berbicara sembari tersenyum.
"Haaah?"