Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Menemukan Cinta Sejatiku

Menemukan Cinta Sejatiku

peony15

5.0
Komentar
10
Penayangan
5
Bab

Perjodohan adalah hal yang sangat tidak dinginkan oleh Ainsyel. Ainsyel jelas menolak dan memilih untuk meminta bantuan temannya agar bisa menggantikannya. Rupayanya Aaron, laki-laki yang akan dijodohkan oleh Ainsyel juga melakukan apa yang dilakukan oleh Ainsyel. Lalu tanpa sengaja mereka bertemu di sekolah seni, di mana mereka menjadi guru di sana. Apa yang akan terjadi kepada mereka? Apakah mereka akan tahu yang sebenarnya?

Bab 1 Dijodohkan !

Ainsyel Alice Pradipta seorang perempuan kuat, manis dan penuh percaya diri, seperti namanya. Dia saat ini sedang asyik melukis pemandangan yang ada di hadapannya.

Ainsyel terus tersenyum selama jari jemarinya menari di atas kanvas yang sudah terisi oleh berbagai macam jenis warna.

Sampai tiba-tiba suara telepon yang masuk membuyarkan segalanya. Dengan cepat Ainsyel mengangkat panggilan telepon itu, tanpa dia memperhatikan siapa sang penelepon tersebut.

["Ainsyel."]

Ainsyel yang tahu siapa yang meneleponnya pun dengan segera meletakkan kuas kanvas yang masih ada di tangannya. Lalu dia berseru, "Kakak, Ainsyel senang sekali berbicara dengan kamu."

Kakak Ainsyel yang memiliki nama Daniel Pradipta itu hanya terkekeh kecil. ["Aku yakin setelah ini kamu tidak akan sebahagia ini."]

Ainsyel jelas merasa keheranan. "Loh kenapa Kakak tiba-tiba bicara seperti ini?"

"Kamu dijodohkan," ucap Daniel.

Ainsyel seketika terpaku untuk beberapa saat sebelum akhirnya Ainsyel bertanya, "Aku tidak percaya, Kakak pasti sedang menjahili aku kan?"

["Aku tidak sedang menjahili kamu, Ainsyel. Sekarang juga kamu harus pulang ke rumah, Papah sudah meminta kamu untuk pulang kembali,"] ucap Daniel.

Ainsyel pun berdecak kesal. "Ck, kalau aku benar-benar dijodohkan sudah jelas aku tidak akan pulang ke rumah."

["Sayangnya, utusan Papah sudah berhasil menemukan keberadaan kamu, Ainsyel,"] ucap Daniel.

Begitu mendengar itu, Ainsyel langsung melihat ke arah sekitarnya, rupanya Ainsyel melihat ada beberapa orang berjas hitam sudah berada tepat di hadapannya. Ainsyel melihat ke arah mereka dengan pandangan kesal.

"Kakak, kenapa mereka bisa begitu dengan cepatnya menemukan aku?! Aku saja belum berpikiran untuk melarikan diri dari sini," seru Ainsyel dengan hebohnya.

Daniel pun tertawa kecil. ["Sudahlah jangan kesal seperti itu. Lebih baik sekarang kamu pulang, siapa tahu kamu bisa membujuk Papah agar keinginan Papah itu tidak Papah lakukan."]

"Kenapa tidak Kakak saja yang membujuk Papah?" tanya Ainsyel.

["Itu karena aku sudah tidak bisa lagi membujuk Papah,"] balas Daniel

Setelah itu panggilan telepon pun terputus, Ainsyel lantas menatap ke arah laki-laki yang ada di depannya dengan tatapan datar. "Kalian ke sini mau menjemput aku?"

Salah satu dari mereka menjawab, "Betul Nona, jadi mari ikut bersama kami."

Ainsyel menghela nafasnya kasar, karena dia sudah tidak bisa lagi melarikan diri. Alhasil Ainsyel segera bangun dari duduknya. Lalu tanpa menunggu lama, Ainsyel segera berjalan meninggalkan semua laki-laki berjas hitam dengan wajah datarnya.

Tetapi baru saja Ainsyel berjalan beberapa langkah, dia langsung membalikkan badannya dan berkata, "Bawa semua perlengkapan melukisku itu dan pastikan tidak ada goresan yang ada di dalam lukisannya, kalau sampai ada, semuanya akan habis olehku."

Setelah mengatakan semua itu, Ainsyel lantas berjalan menuju mobil miliknya. Ainsyel lalu melajukan mobilnya menuju rumah orang tuanya dengan kecepatan di atas rata-rata.

Tidak butuh waktu yang lama, Ainsyel sudah tiba di rumah yang terlihat sangat mewah dan megah, meskipun begitu Ainsyel tidak suka dengan keadaan rumahnya yang terasa dingin. Alhasil Ainsyel lebih suka hidup bebas di luar sana.

Ainsyel memang tidak tinggal lagi bersama papah dan kakaknya, Ainsyel lebih suka tinggal di apartemen miliknya, walaupun memiliki ukuran yang jauh lebih kecil dari rumahnya, tetapi Ainsyel lebih merasa apartemennya terasa hangat dan Ainsyel juga bisa melakukan hal yang sangat disukainya dengan bebas, yaitu melukis.

Ainsyel berjalan dengan langkah yang lebar, begitu sampai di ruang kerja papahnya yang memiliki nama Chandra Pradipta, Ainsyel dengan cepat memeluk papahnya yang saat ini sedang asyik melihat laptop yang ada di hadapannya.

"Pah, anak Papah sudah pulang tetapi Papah kenapa masih saja asik dengan kerjaan Papah itu," rajuk Ainsyel.

Chandra menghela nafasnya kasar. Dia lalu menatap ke arah Ainsyel dengan datar. "Aku tidak mempunyai anak perempuan yang nakal."

Mendengar itu, Ainsyel dengan cepat merengek, "Aahh, Papah jangan seperti ini."

Chandra lantas menaikan alisnya. "Papah tidak akan seperti ini kalau kamu menerima perjodohan ini. Kamu pasti sudah mendengar tentang perjodohan ini dari Kakak kamu, bukan?"

Ainsyel reflek melepaskan pelukannya, dia menatap ke arah papahnya dengan kesal. "Pah! Ainsyel tidak mau dijodohkan!"

Chandra mengehela nafasnya. "Papah tidak meminta persetujuan kamu, karena kamu tidak memiliki pilihan itu."

Setelah mengucapkan itu, Chandra memainkan jari jemarinya di atas keyboard, yang membuat Ainsyel jadi memajukan bibirnya sebal.

"Pah, Ainsyel baru saja pulang loh, kenapa Papah sibuk kembali dengan benda mati itu. Lagi pula masa iya Papah tega menjodohkan anak perempuan Papah ini. Nanti Ainsyel tidak bisa berkunjung lagi ke rumah ini kalau Ainsyel

jadi menikah nanti," ucap Ainsyel dengan ekspresi memelas.

"Setidaknya walaupun benda mati, benda mati ini selalu ada di samping Papah dan apakah kamu lupa? Menikah atau tidaknya kamu, kamu tetap tidak pernah berkunjung ke rumah Papahmu," balas Chandra dengan cepat.

Mendengar itu Ainsyel pun reflek berdecak kesal, dia jadi merasa sangat kesal, karena perkataan papah Ainsyel memang benar adanya. Ainsyel lantas bergumam, "Ck, Papah ini selalu saja bisa mengelak."

Namun Chandra yang mendengar gumaman Ainsyel itu hanya bisa menghela nafasnya kasar. "Sudahlah kamu cepat pergi ke kamar. Papah sudah tidak mau lagi mendengar omong kosongmu itu lagi, karena papah tidak bisa kamu bujuk atau rayu lagi."

Alhasil Ainsyel pun dengan segera keluar dari ruang kerja Chandra dengan perasaan kesal dan marah yang sudah tidak bisa lagi dia redam. Ainsyel berjalan dengan kedua tangan yang sudah mengepal dengan erat.

"Sial, kenapa semuanya jadi kaya gini sih? Kenapa aku bisa dijodohkan? Kalau aku dijodohkan, bagaimana aku bisa menikmati hidupku yang penuh dengan kebahagiaan ini?" tanya Ainsyel sembari terus berjalan.

Namun kakak Ainsyel yang melihat tingkah Ainsyel jadi menghela nafasnya kasar. Dia tahu kalau Ainsyel saat ini sedang merasa kesal kepada papah mereka.

Dengan cepat Daniel berjalan menghampiri Ainsyel. Dia lantas berkata, "Apakah kamu bisa berhasil membujuk Papah?"

Ainsyel reflek membalikkan badannya, lalu dia menggelengkan kepalanya. "Aku tidak berhasil membujuknya. Papah memilih untuk tetap menjodohkan aku dengan laki-laki tidak jelas itu."

"Ya sudah lebih baik kamu terima laki-laki itu saja, karena kamu pun juga tidak memiliki pilihan," ucap Daniel.

Ainsyel pun menatap tajam kakaknya tersebut. "Enak saja. Aku tidak mau! Kamu saja sana yang dijodohkan dengan laki-laki itu."

Ainsyel lantas berlari meninggalkan Daniel yang saat ini sedang menatapnya dengan helaan nafas kasar.

Sesampainya di dalam kamar tidur, Ainsyel langsung menghempaskan badannya di atas kasur, dia lalu menatap langit-langit yang ada di kamar tidurnya.

Beberapa saat kemudian Ainsyel pun bergumam dengan penuh tekad, "Aku harus melakukan sesuatu, aku jelas tidak boleh berdiam diri dan pasrah seperti ini."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku