Vega adalah mantan Alberto. Dia masih mencintai Alberto sampai dia menjadi profesor di kampus Alberto. Vega berusaha mengejar cinta Alberto dengan berbagai cara meski Alberto sudah memiliki pacar bernama Lorena. Dia mengajak Alberto berkencan dan one night stand. Mereka melakukan one night stand dan segera Vega hamil. Saat itu, orang tua Vega menanyakan kapan Vega akan menikah karena usia Vega adalah usia yang tepat untuk menikah. Vega meminta Alberto untuk kontrak pernikahan. Awalnya aku tidak mau. Namun setelah Vega menawarkan uang dalam jumlah besar, Alberto menyetujui permintaan Vega tersebut karena ia membutuhkan uang tersebut untuk membayar biaya kuliah. Vega dan Alberto menikah. Saat itu, Lorena berusaha merebut hati Alberto dengan berbagai cara, termasuk meminta Alberto berselingkuh. Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Setelah liburan panjang, para murid harus datang lagi ke kampus dan belajar di kampus. Begitu pun dengan Alberto yang sebenarnya malas untuk datang lagi ke kampusnya dan belajar di sana, tapi ia harus melakukan hal itu. Pagi itu, Alberto merasa sangat tidak semangat dan sangat malas. Ia melangkahkan kakinya dengan malas menuju kelasnya.
Sesampainya di kelas, kursi-kursi sudah penuh. Mau tidak mau, ia harus duduk di depan karena hanya kursi di baris terdepan yang tersisa. Ia memilih untuk duduk di kursi yang terletak di paling pojok kiri. Sesampainya di kursi tersebut, ia meletakkan tasnya dengan malas.
Setelah itu, ia pergi ke luar dari kelas sambil berharap untuk bertemu dengan salah satu temannya dan mengobrol di sana. Setelah di luar kelas, ia melihat bangku panjang dan duduk di bangku itu. Tentunya, ia menghirup dan merasakan udara segar. Tiba-tiba, dia melihat dari kejauhan seorang wanita seksi sedang membawa sebuah buku. Matanya langsung melotot saat melihat wanita tersebut karena wanita tersebut sangat mirip dengan mantannya yang bernama Vega. Ciri-ciri fisiknya sangat mirip dengan Vega.
Mulai dari wanita itu yang memiliki rambut pirang, panjang, dan bergelombang. Matanya yang sipit dengan kedua irisnya berwarna biru. Kulitnya yang putih dan mulus. Kakinya yang jenjang dan hidungnya yang mancung. Wanita itu mengenakan kacamata dengan frame kotak berwarna hitam. Ia juga mengenakan kemeja berwarna biru dengan lengan pendek dan rok berwarna hitam dengan panjang di atas paha. Wanita tersebut mengenakan kaus kaki tipis warna kulit.
Pakaiannya sangat ketat yang menunjukkan lekuk tubuhnya. Lekuk tubuhnya pun sangat mirip dengan Vega bagaikan gitar spanyol. Ia melangkah dengan badan yang tegap dan langkah yang cepat bagaikan Vega yang sedang terburu-buru saat hendak melakukan operasi di rumah sakit. Tingginya pun kurang lebih 180 cm seperti tinggi Vega. Mata Alberto langsung melotot.
Matanya benar-benar tidak bisa lepas dari wanita misterius tersebut. Alberto hafal betul lekuk tubuh Vega, karena Vega adalah mantan Alberto yang sering ia kencani dulu sebelum mereka putus dahulu.
Hal itu yang membuat Alberto merasa yakin bahwa, wanita tersebut adalah Vega hingga ia tidak sadar menyebut nama Vega dengan pelan. Alberto mencoba untuk memastikan apa yang telah ia lihat kembali, karena baginya Vega telah meninggalkannya dahulu dengan pria lain.
Jadi bagi Alberto, sangat tidak mungkin Vega berada di sekolah itu. Untuk apa Vega berada di sekolah itu? Menjadi mahasiswi? Tentu saja bukan!
Usia Vega terlampau jauh dari Alberto. Untuk menemui Alberto kembali dan berharap Alberto kembali kepadanya? Tentu sangat tidak mungkin! Kalau Vega sangat mencintai Alberto, tidak mungkin Vega berselingkuh dengan Dion hingga Alberto harus melihat sendiri mereka sedang berkencan di perpustakaan.
Alberto melihat kembali ke wanita tersebut dan dirinya semakin yakin bahwa, wanita tersebut adalah Vega. Hal itu membuat Alberto semakin bertanya-tanya dengan tujuan Vega datang ke tempat tersebut. Menjadi dosen? Mungkin saja, tapi dosen pelajaran apa? Itu adalah pertanyaan Alberto di pikirannya.
Alberto ingat betul bahwa, Vega adalah seorang dokter terkenal dan di kampusnya tidak ada jurusan Kedokteran. Jadi bagi Alberto, tidak ada celah bagi Vega untuk mengajar di kampusnya karena memang sangat tidak mungkin. Menjadi orang tua dari salah satu mahasiswa yang bersekolah di kampus tersebut? Bisa jadi, karena mungkin saja Vega telah menikah dengan pria lain.
Tetapi, seingat Alberto, setahun yang lalu Vega belum menikah dan masih sibuk menjadi dokter di Rumah Sakit Rege. Rumah Sakit Rege merupakan salah satu rumah sakit terkenal di kotanya. Jadi mungkin saja Vega telah menikah beberapa bulan yang lalu dengan pria duda yang telah memiliki anak. Then, Alberto sighed sembari mencoba untuk membiarkan wanita tersebut pergi begitu saja.
"Sudah, lah! Buat apa aku tebak dia siapa? Apa gunanya bagiku?" Alberto berucap dalam hati.
"Aku harap, dia bukan mantanku." Alberto berucap dalam hati dengan penuh harap, tapi perkataan itu membuat dirinya tambah bingung dan dirinya berpikir kembali mengenai alasan wanita tersebut mirip dengan Vega. Alberto menebak bahwa, mungkin saja hal itu hanya kemiripan saja.
Saat wanita misterius tersebut berada di dekat Alberto, wanita tersebut langsung melepas kedua kancing dari kemejanya yang membuat Alberto dapat melihat sedikit bagian dari dada wanita tersebut. Setelah itu, wanita tersebut mengedipkan salah satu matanya dan menggigit bibirnya sebentar dengan pelan yang membuat Alberto merasa tambah gemas dengan wanita imut tersebut.
"Hai!" sapa wanita tersebut sembari melambaikan tangan ke arah Alberto.
Alberto langsung berpura-pura bahwa, dirinya baru saja melihat wanita tersebut. Lalu, ia melambaikan tangan kembali dan menyapa wanita tersebut kembali, "Hi!"
"Hai, Alberto! Kamu masih ingat aku?" Vega memastikan bahwa, Alberto masih mengingatnya dikarenakan ia melihat tingkah Alberto yang sepertinya ingat dengan sosoknya.
"Apa kamu Vega?" Alberto memastikan lagi bahwa, wanita tersebut adalah Vega.
"Ya. Aku Vega." Ucapan Vega yang membuat Alberto semakin berharap bahwa, dirinya bukanlah dosen di kampusnya.
"Ngapain kamu di sini, Vega?" Alberto langsung menanyakan alasan Vega berada di kampus tersebut.
"Ini minggu pertamaku di kampus ini mengajar sebagai dosen. Aku nggak bisa membayangkan kalau aku akan lolos tesnya, karena tesnya sangat sulit." Vega mengungkapkan dirinya yang merasa sangat bangga dapat masuk ke Universitas Study, salah satu universitas terbaik di tempat tersebut. Apalagi dirinya masih ingat betul seberapa sulit tes yang ia hadapi mampu membuat dirinya lepas harapan untuk diterima di kampus tersebut demi mengejar cinta Alberto.
Sementara itu, Alberto langsung membuang jauh-jauh harapannya saat ia mendengar tujuan Vega. Ia hanya bisa berharap bahwa, Vega tidak akan mengajar di kelasnya. Tidak ada lagi selain itu yang bisa ia harapkan. Ingin marah dan tidak terima? Tentu tidak bisa! Alberto tahu bahwa, Vega adalah seorang dokter yang sangat cerdas jadi wajar apabila Vega diterima menjadi dosen di kampus tersebut.
"Kalau kamu gimana, Alberto?" Vega menanyakan juga alasan Alberto berada di tempat itu.
"Aku mahasiswa di sini."
"Wow! Pastinya, kamu pintar, Alberto." Mata Vega langsung berbinar-binar karena ia merasa kagum dengan kecerdasan Alberto.
"Aku tahu, kamu pintar, Alberto." Vega mengusap rambut lurus Alberto yang pendek dan berwarna hitam.
"Karena itu, aku mencintaimu." Vega langsung mengecup bibir Alberto dengan lembut.
"Vega!" ucap Alberto dengan spontan. Alberto tidak sadar telah berucap dengan kencang dan matanya melotot, karena merasa kaget dan tidak menyangka akan melakukan hal itu.
"Ngomong-ngomong, ruang dosen di mana, ya? Kamu tahu nggak?"
"Tahu. Kamu bisa langsung dari tempat ini sampai kamu melihat papan bertuliskan 'Ruang Dosen.'" Alberto memberi tahu arah menuju ruang dosen.
"Oke. Terima kasih, Alberto! Sampai jumpa!"
"Sampai jumpa!"
Kemudian, Alberto pergi ke kelasnya. Sementara itu, Vega pergi ke ruang dosen untuk menyiapkan dirinya mengajar. Setelah Alberto sampai di kursinya, Alberto langsung berjalan ke kursinya dan setelahnya ia duduk dengan malas. Sementara itu, Vega merasa sangat bersemangat untuk mengajar kelas Alberto dan mencoba untuk mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya.