Dalam Tasbih Cintamu
uka sama kamu, Mbak," cetus Kaluna
an jika beralaskan nampan, sudah pasti dimakan lebih dari satu orang. Contohnya aku dan Kaluna sekarang. Karena sayur yang tersedia tingg
nguap. Rasa kantuk masih saja menggelayutiku. In
selalu ngelirik kamu?" lanjut Kaluna. I
Kan kamu asyik nulis
on itu nam
gi sibuk ngartiin, mana semp
Kadang juga beliau jelasin, kan? Lah
anget sumpah meladeni gosip diri sendiri. K
a aku juga ngarep kalau sampai
tak kupingku meleb
kali dia memasak sarapan sebelum santriwati dalem memasak sarapan untuk keluarga kiai. Keba
minin a
menatapnya. Aku memang tak bisa mengartikan kitab seperti yang dilakukan Kaluna dan santri lainnya, maka dari itu aku banyak waktu untuk melirik wajah Mus
Aku pun. Kami buru-buru menundukkan pandangan. Seketika itulah, entah mengapa dan bagaimana, bacaan kitab Gus Mustafidz yang terkenal lancar, langsung tersendat. Dia
a aku bilang!"
*
entuk joglo dan dinding-dinding kayunya yang kokoh. Lampu-lampunya yang masih unik dengan bohlam w
sini, Qis?" tanya Tika sembari
eluar sebelum jam pulang untu
cocok di tanggal yang kita inginkan. Ya
o ke sini kaya ke k
o ajak gue ke sini, gue bak
ng kali mengusap rambutnya yang tergerai. Karyawati itu tak mau jau
. Giliran di kantor, adu cant
ulang a
nnya ntar? Mending kalau udah nggak ada orang, kalau kepapas
a!" bujuk Tika. Kepalanya menengok ke kanan dan kiri. Wajahnya sedikit
aja buat nutupin badan lo. Sekali
pintu. Seorang santriwati membuk
embut. Ia pun turut mencium
ai?" tanyanya dengan nada
!" Aku mengambilkan satu bungkus keresek yang sengaja a
berbalik melainkan berjalan mundur,
tapi udah jompo,
tahu kalau dia itu benar
a, sih. Gue merasa
yang rapi. Tidak ada aurat yang terlihat dari dirinya meski tamunya juga sesama p
qis, kan?
hun sejak terakhir kali aku ke sini. Aku pun bangkit lalu menyalaminya sembari me
i. Maaf kok Ibu
kipun sudah satu tahun Mba nggak ke sini, saya masi
enalkan ini Tika,
asanan di sini loh seperti Mba Balqis. Gratis tid
, asyi
depan ikut lagi
lu rasanya tidak sowan ke
a keperluan apa ke s
ada waktu yang tepat tanpa membawa Tika ke sini, pasti aku lebih leluasa. Sayangnya tidak ada pernah ada waktu yang
rok. Aku sempurna menunduk. Bu nyai lebih dari tahu apa yang menimpaku dan Mas Mustafidz. Suami beliau adal
pandangan. Saat tatapan kami lagi-lagi bertemu, dia langsung menunduk, kembali menekuri kitab. Meski agak lucu, setiap kal
uci bisa saja menggunakan batu a
sampai pecinya miring. Sangat jarang melihat seseorang yang begitu salah tingkah. Tapi
bertemu kembali, aku memberanikan diri untuk tidak menunduk. Biar saja sekalian dia malu. Tapi bukanny
a kalau kisah saling curi pandang itu akan berakhir tatkala aku meninggalka