Istri Nomor Dua
Au
way ke Paris buat honeymoon. Nanti ka
embaca chat yang di kirimkan Kak Audy siang t
t tidur, dan merebahkan tubuhku yang terasa penat sekali. Bukannya aku tak
etelah seharian berjibaku dengan masalah
a belum istirahat sedikitpun dari pagi. Jadi, tolong biarkan ak
. 'gak bisa', kesannya kasar sekali. Iya kan? Maka dari itu, dari pada pusin
sekali. Kalau aku sampai nekat ikut. Aku hanya akan jadi obat nyamuk saj
honeymoon bersama Kak Sean. Aku juga tak mau
rumah tangga mereka. Cukup moment ijab kabul mereka
alah. Karena memang itulah yang harus aku lakukan, iya kan? Bahkan kalau perlu, aku ingin tinggal terpisah saj
sudah jadi masalah. Mana mungkin mereka repot-
*
m pekerjaanku. Aku tak ingin menyia-nyiakan sedikitpun waktuku di sini, dan mengacaukan semuan
n mengajarkan aku banyak hal. Hingga aku mulai bisa menghad
lai sekarang, kan? Karena sekarang, perusahaan ini jadi tanggung jawabku.
n aku pulang? Mungkin beliau kesepian di rumah sendiri
Tapi mau bagaimana lagi? Aku belum siap kembali ke rumah itu, walau tanpa ada
menelpon untuk memberi kabar padaku, tentang perjalanan bulan madunya. Kadang, malah dis
g sama. Yaitu, Maaf. Atau enjoy your trip. Tentu
nar nyata? Apa dia memang setulus itu menerimaku sebagai madunya? tidak ada rasa
Audy masih saja bersikap, seolah-olah tak ada apapun antara
emejamkan mataku untuk tidur. Kak audy menele
l sama sekali. Alasannya sih, karena salju sedang turun dengan lebat. Tapi toh,
sedang tidur terlelap di sampingnya, dengan keadaan setengah naked. Hanya ditutupi se
nin dia. Soalnya, dia gak puas kalau cuma satu ronde. Aku sampai harus
di posisi Kak Audy saat ini? Ah, sepertinya tidak. Karen
isa menjawab sekenanya saja, karena aku tak mungkin menyuarakan apa yang sangat ingin aku teriakan saat i
berjalannya waktu. Aku berusaha untuk tidak cemburu pada yang dimiliki Kak Audy. Tapi apa daya, aku hanyalah manusia
*
p, melainkan untuk pamit pada Mama Sulis, karena jatah ijin kuliahku sudah bera
uami kamu. Kamu tetap wajib mengabarinya sebagai
i berkomentar apapun atas wejangannya itu. Faktanya, a
ga dari dulu. Tapi, sikap Kak Sean yang memang cuek dari se
rorganisasi, dan jarang sekali ada di rumah. Membuatku jara
. Itupun kalau dia sedang ada di Rum
a dinginnya sikap Kak Sean, membuatku tidak pernah betah lama-la
u Mama Sulis, kok. Bukan untuk ketemu Kak S
ruskan kuliah di Luar Negri. Aku juga jarang pulang. Karena bias
anya Papi keluargaku satu-satunya, dan kebiasaan Papi itulah, yan
dengan Kak Sean, yang benar-benar tak kukenal sama sekali kepribadiannya. Bahkan aku juga tidak pernah tahu, kalau dia ternyata suda
ang bisa kami nikmati. Jadi, ketika bersama. Dia ak
a chat Kak
Namun, bukannya mengerti. Mama Sulis malah terli
ean, loh. Bukan Audy. Jadi kalau kamu mau minta izin, ya harusnya k
idak mau bicara langsung dengan Kak Sean, tapi aku bicara lewat Kak Audy
ain, Mah. Dia 'kan juga istrinya
a bagaimana pun, di sini yang punya posisi suami itu Sean. Kepala rumah tangga kalian itu Sean, dan Sean berhak tahu apapun aktivita
ngarnya. Karena merasa tertohok me
ang sah. Kamu harus sering berinteraksi dengan Sean. Supaya timbul perasaan cinta. Layaknya suami istri pada umumnya. Bahkan, kalau bisa kamu juga harus bisa
ur. Aku juga ingin sekali merasa di inginkan di dalam rumah tangga
kah Kak Sean membagi cintanya untuk Kak Au
dengan Mama Sulis. Aku pun mengalah dan
ngirimkan chat pada Kak Sean, seformal yang aku bisa. Berharap
e
ud melakukannya, sungguh. Karena sebenarnya Rara cuma ingin minta izin saja, untuk kembali ke Aussie da