Obsessive love A Story Of lost Memories
ng ia kenakan sedikit berkibar tertiup angin malam, menambah aura maskulin yang sulit diabaikan. Matanya menatap lekat ke langit, ke hamparan binta
alu, pertemuan aneh yang masih mengusik benaknya. Di sekitar area kampus, di antara keramaian mahasiswa yang si
lu, berdiri tak jauh darinya. Pandangan gadis itu seakan-akan melekat pada di
ebar kencang tanpa alasan jelas. Gadis itu tampak akrab, seolah-olah ada ribuan kenangan yang seharusnya Jus
at kepalanya, penuh kebingungan yang membingungkan.Segelas wine sudah habis di tangannya, tet
las bukan bayangan kosong-tatapan yang gadis itu berikan padanya bersinar penuh harap, penuh cerita yang seharusn
ang, sesuatu yang penting, tetapi saat ia mencoba menggali lebih dalam
stin?" Suara berat dari seorang
jaket bomber hitam, ikut berdiri menemani Jus
nya tampak melamun sendirian. Ini bukan sosok Justin yang dikenal, setiap kali Justin ada masala
ke apartemenku?" Justin menatap Regan dengan sinis, tid
cil. "Ah, iya. Sepertinya besok aku tidak akan kuliah, aku merasa muak mendengar
ali tertuju pada hamparan bintang. Isi kepala
ta semakin terkikis?" Justin bertanya dengan suara yang nyaris terdengar datar. Matanya penuh tan
eolah mencari inspirasi untuk menjawab pertanyaan itu. Mata milik Regan beralih kembali
ma masa kecil." Regan menyesap rokoknya sekali lagi, kemudian menepuk abu yang jatuh ke lantai balkon. "Diri kita... mungkin tersugesti untuk melupakan ingatan itu. Kamu tahu t
ikiran Justin. Trauma? Ia tidak ingat pernah mengalami hal-hal mengerikan saat kecil. Akan tetapi, mengapa beberapa kenangan terasa seperti pasir yang t
gelas kosong yang ia putar-putar di tangannya, berusa
l berdecit memantul di ruangan sepi. Membiarkan dirinya jatuh ke tempat tidur. Mata menatap kosong ke langit-langit, berusaha mencari ketenangan di tengah ba
k matanya menutup, napas mulai melambat, teratur, hingga akhirnya ia terlelap.Namun, ketenangan yang diinginkan oleh Justin hanya sesaat. Dalam kegelapan mimpi, Justin melihat seorang bocah perempuan berdiri di tengah taman yan
ninggalkan jejak basah yang menyakitkan untuk dilihat. "Katanya enggak akan melupakanku, tapi nyatanya kamu bena
gadis itu, ingin memeluknya dan meminta maaf, tetapi kakinya tidak bisa digerakkan, seakan terasa sepe
ngah, tubuhnya basah oleh keringat dingin. Napas terputus-putus, jantungnya berdegup cepat, sept, menatap ke sekeliling kam
melebar, kosong. Perasaan bersalah dan kehilangan itu
. Sungguh, ini kali pertama sejak pertemuan denga
enghela napas pelan, menyandarkan punggung di kepala ranj
eh itu, aku merasa segelisah ini. Lantas mengapa mimpi
erelakkan, rasanya seperti ingin menemui seseorang. Namun, Justin sendiri bing
da yang mengawasi. Bahkan, aku juga merasa se