DUA HATI SATU PENGKHIANATAN
i. Awalnya, ia hanya menganggap pertemuan-pertemuan mereka sebagai pertemanan biasa, sebuah pelarian dari rutinitas yang
mudah, tanpa ada batasan atau kejanggalan. Laras tidak pernah menghakimi, tidak pernah mencoba mengubah d
kir kopi di tangan. Laras sedang menceritakan tentang pengalaman terbarunya mengunj
nah menceritakan lebih banyak tentang dirimu? Selama ini aku hanya tahu sed
. "Mungkin," jawabnya, sambil mengaduk kopinya perlahan.
yang tersembunyi di balik kata-kata Arman. "Mungkin kamu tidak perlu menyimpan semuanya send
am tatapan itu yang membuatnya merasa tidak bisa lagi menyembunyikan perasaannya. Sesuatu yan
nyak percakapan dalam beberapa minggu ini, tetapi malam ini terasa berbeda. Ada ketegangan y
dup dalam bayangan. Bayangan kehidupan yang seharusnya aku jalani. Ada bany
ta merasa seperti terjebak, seperti hidup dalam rutinitas yang tidak kita pilih. Tapi,
. "Mungkin... aku hanya takut. Takut untuk memb
ajar, Arman. Semua orang merasakannya. Tapi, jika kita terus-menerus hidup dalam ketakutan, k
olah ada cahaya yang mulai menyinari jalan yang gelap dalam pikirannya. Namun, di
u adalah istrinya yang setia, yang telah mendampinginya melewati suka dan duka selama bertahun-tahun. Dan yang satunya
sulit dijelaskan. Ia merasa seperti terperangkap antara dua dunia. Dunia bersama Maya, yang penuh dengan keny
api setiap kali ia berada di rumah bersama Maya, perasaan bersalah dan cemas menyelimutinya.
sa semakin sulit untuk mengabaikan perasaan yang berkembang di dalam dirinya. Laras lebih terbuka daripada
menghargai setiap momen yang kita habiskan bersama. Tapi aku juga merasa... kita berdua perlu j
ini ia coba tutup-tutupi. Ia merasa terpojok, terjebak dalam dilema yang semakin rumit. "Aku tidak tahu, Laras," ja
n. Aku merasakannya juga. Tapi kita harus berhati-hati, karena a
ahu bahwa benih-benih ketertarikan itu telah tumbuh menjadi sesuatu yang lebih besar, dan ia tidak bisa la
rsama Maya meski hatinya terpecah? Atau apakah ia akan memilih Laras,
n yang sulit ia lawan. Laras, dengan segala keceriaannya, telah menumbuhkan benih-benih perasaan yang lebih dari sekadar ketertar
hindari. Maya, istrinya, yang setia mendampinginya. Bagaimana bisa ia berpaling? Baga
bahan dalam diri Arman, meski pria itu berusaha menutupi kebimbangannya. Keheningan di antara mereka terasa tebal,
ingin memaksa apapun. Aku hanya ingin kita jujur dengan apa yang kita rasakan. Jika perasaan ini hanya se
apan. Suasana di sekeliling mereka tampak seperti menghilang. Hanya ada mereka be
aku pikirkan. Ada Maya, ada hidup yang sudah aku bangun bersama dia. Tapi di sisi lain, aku merasa sesuatu yan
akannya, Arman. Kita berdua sedang berada di tempat yang sama. Tapi tidak mudah untuk memutuskan apa yang ben
elama ini ia coba hindari. Ia tahu bahwa apa yang dirasakannya bukan sekadar ketertarikan fisik atau sesaat. Ada sesuatu yang lebih mendal
aya tidak p
itu terasa seperti biasa-tenang, nyaman, dan tanpa gejolak. Tapi Arman merasa ada jurang yang semakin lebar ant
Maya bertanya dengan suara lembut,
seperti dulu, tidak seperti wanita yang sangat mengenalnya. Ada sesuatu yang berub
mbunyikan kegelisahannya. "Laras itu...
g cerdas. Aku senang kamu menemukan seseor
yang sebenarnya sedang terjadi. Dia tidak tahu bahwa setiap kali Arman be
ncoba mencari kata-kata yang tepat, "Kamu t
n buku di sampingnya. "Tentu, Arman. Aku
k menyadarinya. Ia ingin berterus terang, mengungkapkan perasaannya yang se
a yang kamu butuhkan, Maya," katanya dengan suara serak. "
i balik kata-kata Arman. "Arman, apa yang kamu maksud? Kita baik-baik saja,
, tetapi ada ketakutan yang mencegahnya. Takut akan kehilangan Maya. Takut
eskipun hatinya bertentangan dengan kata-katany
yang akan mengubah arah hidup mereka. Dia tersenyum, seolah merasa lega. "Aku mengerti, Arman. Ka
n lebih menggoda. Sementara itu, Laras, dengan segala perhatiannya yang hangat
sa ia tahan. Arman tahu bahwa ia harus segera membuat keputusan-keputusan yang bis
ambu