Di Pemberhentian Terakhir
RJAL
ujuan bis ini, tidak tahu di mana pemberhentian terakhir bis ini. Yang kutahu hanyalah aku ingin pergi jauh. Aku benci pada diri
batu, ternyata aku masih tersandung. Tidak ada yang
ari bis, dan aku pun ikut turun. Ternyata terminal Kampung Melayu. Aku membeli minuman dingin dan gorengan (yang kuyakin sangat berdebu karena tidak d
ngin yang berhembus. Entah seberapa tebal debu itu membedaki
aku kembali saja ke kosan, tidak enak juga rasanya memborong perjalanan sekaligus. Lagi pula mukaku sudah semakin gatal, begit
*
sebelum tidur. Cat putih yang semakin kusam dan lampu yang mulai redup seperti meluk
gat membosankan). Jam berapa aku tidur, jam berapa aku bangun. Apa yang aku lakukan jika aku tidak bisa tidur (bolak-balik kanan kiri, atau
embuatku sangat rindu. Aku sadar, saat aku terbangun nanti mimpi ini pun akan segera berakhir. Aku ingin tet
r memandang langit atau apapun, yang penting aku sendiri. Berjalan di lorong-lorong yang kadang sepi. Aku pun merindukan saat-saat itu. Entah kenap
*
gat membosankan. Namun inilah yang harus aku lakukan. E
an yang mereka lakukan, apa mereka sering merasa jenuh? Aku dapat berjam-jam melakukan hal yang kusukai, namun melakukan pekerjaan
t suasana terlihat ruwet. Namun adakalanya bagiku begitu menikmati kemacetan di dalam bis. Juga menikmati kesendirian di ten
rinya dan mereka. Ada banyak kendaraan menuju tempat yang sama, aku lah yang ak
enangkan lainnya. Namun aku harus memendamnya seorang diri. Seperti
ng di pundakku menyada
rahat!" k
erjaannya ini. Entah siapa diantara kami yan
ng bekerja di tempat yang mereka impikan, s
mainkan alat musik, aku pun ingin. Namun saya
sangat aku impikan, namun hingga kini tidak bisa aku dapatkan. Lagi-lagi seperti patah hati. Seperti orang yang merasakan kegagalan hidup karena
n cepat, walaupun ini bukan pekerjaan yang
kan hingga membuatku ingin berteriak sekencang-kencangnya. Selalu me
at aku kesepian. Yang mereka pedulikan hanya diri mereka sendiri. Mereka tidak peduli aku senang atau tidak
ah tertular dari siapa semua ini. Krisis kepercayaan diri itu seperti baju yang di
h lelah namun belum menemukan garis finish. Aku menantang diri
meremehkan aku, meski orang menghinaku, tapi aku yakin kalau aku bisa, dan
s, namun di sisi lain aku orang yang sangst pesimis. Tentu sa
baut diriku seperti ini.