n baik dan sesuai rencana, walau terkadang dia masih merindukan Xavier. Tapi hanya pada saat dan momen-momen tertentu, saat rasa kesepian mulai menggerogoti hati dan ji
dai yang menerpa kehidupan Jasmine yang sudah tenang dan damai. Hal yang
mimpi buruknya. Sayangnya, ini semua adalah kenyataan. Xavier Coldwell-pria yan
kan wajahnya di bantal, menarik napas dalam-dalam dan mengh
sil move-on!" ucapnya dengan kekehan sarkas yan
tap langit-langit kamarnya yang berwarna putih polos. Dadanya masih
pak lebih tampan dari terakhir kali Jasmine melihatnya. Wajahnya lebih maskulin dengan rahang taj
g Jasmine ingat. Bukannya Jasmine memperhatikan sampai detail, tapi hanya denga
g masih sama dari dirinya selama empat ahun ini adalah hatinya. Dia
nta menjadi benci. Jasmine tidak sabar untuk hal tersebut terjadi. Dia harus menjaga sikapnya juga agar kakak dan orang tuanya tidak curiga pada hubungannya den
pada Bernard tidak pernah bisa melebihi rasa sayang antara seorang teman, dan Bernard
Dubai, agar dia bisa menghindara acara pertunangan kakaknya. Ya, lebih baik begitu, daripada dia tersiks
*
rtutup berwarna ungu. Dia sengaja mengenakan pakaian yang berwarna cerah,
ata, hidung, pipi, dan mungkin seluruh wajahnya pasti tampak memerah kalau tanpa riasan. Ditambah d
orang tua Jasmine, beserta Jel
ekali. Aku sudah sangat
f. Dia duduk di samping ibunya, dan tepat di hadapannya adalah Xavier.
ita semua sudah kumpul
makan malamnya,
las kasih sayangnya dan perhatian luar biasa pada sang tunangan. Harusnya ini adalah h
seharusnya terasa lembut di lidahnya itu, kini entah kenapa terasa begitu sulit bahkan untuk ditelan. Obrolan antara ay
reka. Dia memakan makanannya dengan pelan dan raut wajahnya tetap tenang dan terke
a. Daging di atas piringnya masih tersisa setengah, namun dia mer
aja, Nak? Kenapa kau tida
embari melebarkan senyumnya. "Aku tadi sore sudah makan cemila
makanan penutup. Dia lalu menatap ke arah Jelena. "Jelena, Mommy sudah me
gaimana denganmu, Xavier? Apa ka
balas tatapan Mila dan tersenyum padanya. "Aku
layan untuk mengeluarkan hidangan pudding mereka yang memiliki banya
avier, "Aku tidak tahu
h, ya? Kau mungkin ti
Xavier. Dia masih ingat semuanya dengan sangat jelas. Dia yakin, bahwa Xavier tidak suka pa
empat tahun pastinya cukup bagi seseorang untuk mengubah selera makannya. Jadi Jasmine
pria itu
tampak di bibir Xavier dengan ta
kannya lagi sepa
*
nya. Perutnya terasa tidak enak, dan dia juga merasa sedikit mual seolah asam lambungnya naik. Tapi
empengaruhi Jasmine sampai sebesar ini. Jasmine melangkah cepat menuju kamarnya,
Walau Jasmine tahu bahwa tidak seharusnya dia merasa seper
annya dengan Xavier. Itu mungkin juga karena Jasmine berhasil mengontrol ekspresi wajahnya
tangan Jasmine. Dia terkesiap dan sontak berbalik. Matanya membelalak saat
e melebar.
dalam. Lagi, Jasmine mendapati dirinya tenggel
mine sekaligus membenci diri sendiri ka
ibu jarinya dengan lembut ke bawah mata Jasmine. Tatapannya sangat d
m, namun kini semua itu menerpanya seperti air bah. Mata Jasmine terbelalak. Sengatan rasa yan
a satu sent
a, bersejajar ke wajah Jasmine sambil ber
Xavier dari wajahnya dan mendorong pria itu dengan kasar. R
lebih lama lagi, Jasmine membuka pintu kamarnya dan masuk ke dalam. Dia bersandar d
iton Xavier. Pria itu berkata, "Kita harus bicara, Jasmine.
h mendengar ucapan pria itu. Dia jatu
jin