My Tsundere King
perihal praktek besok dan jadwal belanja sekarang ialah aku, Raja, Izzu, serta Daisy. Belum lagi menggarap RAB (
ah sedikit, auto di ceramahi panjang lebar oleh kajur Tata Boga, hadeuh. Sedang sibuk menggarisi tabel untuk bahan serta
ku buatin RAB
angan ada yang salah, apalagi
n seenaknya suruh aku kerjain punya dia ju
ar pembelaan darinya, "bikin RAB semua kelompok lebih susah ketimbang pekerjaan per
mudah untuknya membuat RAB sem
sakit. Satu jam sebelum bel pulang, punyaku telah selesai. Merega
belanja buat besok, langsung cus aja ke toko lan
libur? Biasanya juga enggak pe
antara." Semuanya mengangguk paham dan kembali ke r
menghampiriku yang t
n ponsel dan menar
AB? Iyalah, biasanya Daisy banyak tingkah di dalam maupun luar kelas. Lha sekarang? Macam ke
napa matanya celingukan ke arah Wahyu?" Demi cintaku kepada Dylan Wang, raut wajah
wat," bisik Daisy. Jadi, betul 'kan Daisy terkenal b
uara Lusi menggema ketika
nd Daisy mukanya pucat hampir pingsan kalau ak
n hampir terlena olehnya segera di tepis, kala m
kat pada Wahyu, "Daisy noh yang suka sama
jah pucatnya Daisy, bel pulang berbunyi menyelamatkan
kunjung lulus TK, aku gak sudi dibonceng Raja, bikin darah tinggi. Saling berdebat, akhirnya Raja
gin mengeluarkan beribu-ribu kata yang tertahan akibat di depanku ini adalah Raja. Selain be
tan berisi daftar data belanjaan dalam tas hi
a?" ujarku sebisa m
elaki itu malah kembal
Keburu sore dan cuaca lagi mendung
ra Izzu bertugas mengambil bahan tersebut. Tak
forest, rainbow cake, chiffon cake, butter cake dan red velvet. Aku dengan Raja kebagian ra
kiran. Menenteng kantung kresek masing-masing di kedua tanganku, sedangkan untuk bahan yang mudah pecah seperti telur dan lainnya dibawa oleh Izzu. Berbicara h
sela. Ottoke ini. Gak mungkin aku naik kendaraan umum
e kepadanya agar aku ikut
a
o?! Ogah dih." Mata Daisy melotot, sementara aku mengembungkan k
aja sambil menarik lengan bajuku. Gaw
skan cekalan di lengan bajuku, "jangan gila deh. Aku g
nghunus tajam ke arahku, sampai
em motor punya abi nya." Aku mencerna penjelasan dari Izzu. Rupany
ang, pesantren ini milik kedua orang tuanya Raja, dan lelaki bermulut pedas itu adalah anak bungsu yang memi
tebar pesona, apalagi ganjen sama santrinya
hitam, baju koko putih, dan jangan lupakan kopiah se
Tenang. Hampir saja aku berkata kasar di depan santri tadi. Setelah puas menjahili aku, Raj
a terbuka, hingga menampilkan sosok anak kecil yang aku ki