Gairah Baby Maker
ap sepi dari yang lalu lalang. Apalagi cuaca terasa dingin karena hujan sehabis Maghrib tadi. Di b
senyap. Di depan sana, di jalan raya masih berseliweran kendaraan. Di beberapa rumah masih terdengar suara
asuk dan menggerendel kuncinya. Ruangan depan ini juga gelap dan aku masuk lebih ke dalam. Ada dua kamar di rumah ini, ruang
jol di balik selimut yang menarik perhatianku pertama kali. Ini pinggul perempuan yang sehat yang seharusnya bisa memelihara janin-janin di rahimnya. Semua potensi itu dikacaukan oleh manusia culas ya
rih. Cukup untuk did
atanya berlinangan di pipi putihnya. Matanya sedikit memerah. Apa ini?
memastikan keinginannya. Aku bisa
..." jawabnya lir
a keterpaksaan... Kita berdua haru
sih menjaga volume suara. Walaupun pelan tetapi suara selirih apapun di suasa
arena aku akan menggagahi istrinya. Kamar standar dengan ranjang spring bed 6 kaki, sebuah meja rias, lemari pakaian 4 pintu, cermin, beberapa gantungan baju dan bebera
ngapain. Kalau dengan istriku di rumah aku bisa aja langsung me
n berisi dengan berat 65 Kg. Cukup ideal-lah dengan tinggiku yang hanya 1.65 Meter. Dulu waktu remaja, aku tergolong kurus. Sekarang aku bertelanjang dada di de
udah mulai terangsang. Aku terkadang kebablasan dan buka baju saat menyapu halaman rumahku. Sebuah pohon mangga golek setinggi 3 meter di halama
rusaha menutupi kegugupank
elimut yang menutupi tub
rbu mataku di bawah lampu terang 45 watt ini. Tangannya cepat menutupi bagian da
mberi mimik protes campur bingung dengan perlakuanku. "Kok ditutup lagi, bang?" tanya
as terkesiap kaget Aida melihat aksiku. Sekarang ada gundukan besar di bagian bawah kaki Aida karena tubuhku menelusup masuk ke
berdiri merana. Banyak bekas tanaman merambat tumbuh di sepanjang dinding tinggi dan sebuah pohon yang tak terlalu besar yang sudah meranggas mati. Beberapa nisan kayu nampak mencuat sembarangan di sekitar akarnya. Gelapn
rahan sepanjang 90 cm. Ia baru saja membuka matanya menyadari kehadiranku. Jarak kami ada sekitar 6 m
itu ia membuka suara. Bau itu terasa berasal dari karat yang menggerogoti klewang panjang yang
i orang tua itu muncul dua sosok mahluk serupa pocong bermuka hitam begitu ia menaburkan sem
nya bertonjolan. Disabetkannya klewang karat itu dan kedua pocong itu berkelebat cepat melayang ke arahku. WHUSH! Menyambarku cepat berm
abut kembali sengkolo itu dari Agus dan Aida... Kasian mereka berdua, pak... Pengen kali orang itu dua punya anak..
aku dengan mop-ngemop (mop: gertak) kek gini. Udah tua pun masih maenan ke
tak-kletuk! Suara ketukan bakiak kayu yang kupakai terdengar nyaring seiring langkah lariku yang cepat. Keempat helai daun di jari kananku sud
k cepat dan sampai di depannya, kuambil satu bakiak kanan dan kupakai di tanga
AK
menubrukku. Wak kimak mundur beberapa langkah. Sebuah benda hijau panjang menahan pocong itu. Itu daun Utara yang bertugas melindungiku. Sambaran sesuatu lainnya segera menyambar cepat pocong yang terhenti tadi. Ada sobekan ya
g tadi kukepit di antara jari-jariku. Wak kimak kebingungan dengan metode bertarungku. Dikiranya hanya dia yang bisa mengendalikan
bakiak tertinggal di tanah di posisi pijakan lompatku. Tubuhku berdesing cepat meluncur ke
T
yarangkan sebuah tendangan telak dengan bakiak kanan ke rahang kirinya. Wak kimak terjajar mundur tak jauh, tak bisa jauh karena tangan yang memegang klewang itu kutaha
PLAK
telinga dan satu kali rahang. Saat ia limbung, kukutip bakiak kiri yang berada di tanah dan bers
menggencet, menimpa dan luruh dengan seluruh kekuatannya menekan lawan kala jurus GUGUR GLUGUR men
han kesadarannya. Kedua pocong muka hitam itu juga sudah tinggal tulang-belulang saja disayat-sayat keempat daunku. Kain pembungkus keduanya kupak-kapik kek kena mesin potong rumput. Be
tersengal-sengal yang masih terkapar di tanah dingin nan kotor. Tubuhnya sedi
?" kataku berkelakar tentang stiker yang menempel di sekujur bahan bakiak yang dikenalinya sebagai bakiak B
muka hitam itu ternyata yang selama ini mengikuti Agus dan Aida di setiap kehidupan seks mereka. Satu bertugas memakan semua sperma yang dihasilkan Agus untuk meng
Aida. Guna-guna yang menyerang Agus dan Aida sudah berhasil kutumpas. Aku sudah bisa melihat sepasang kaki mulus p
an keadaan yang sebenarnya karena itu semua terja
sam