Cinta Dalam Skandal
us menggulirnya ke bawah. Setelah habis berita yang dibacanya, ia mematikan ponsel miliknya dan menyimpannya ke atas meja nakas di si
sama dengannya. Ia menatap wajah cantik yang tengah tertidur itu. Namanya dan nama dari gadis ini, dalam wakt
angsung menatap langit-langit ruangan. Sepertinya ia merasakan sakit di kepalanya karena ia langsung memeganginya. Disusul dengan suara erangan serak yang keluar d
," ucapnya sambil
n dan meneguk isinya hingga tandas. Helaan napas penuh kelegaan akhir
pria yang sama dengan yang memberikan ia m
Bitna melompat turun dari atas tempat tidur. Namun, rasa sakit dan pegal di sekujur tubuhnya membuat kaki untuk menopang tubuhnya begitu lemas
uk menutupi tubuh polosnya. Meski ingatannya masih samar-samar, ia tidak sepolos itu untuk tidak mengetahui apa yang sudah ter
emuanya sudah terlambat! Kenapa harus pria ini?' Pikiran Bitna mulai berkecamuk memikirka
engar membuat Bitna mendongak. Wajahny
na sambil mendorong tubuh Kenzo dan me
ismanya ini, keluar dari mulut Bitna. Ia tidak percaya jika pria yang dikaguminya
mengeluarkan seringaian. "Saya masih mengingat dengan jelas sua
ngsek yang benar-benar mengambil kesempatan dari saya yang
rtindak agresif dengan mencium saya
menyelesaikan perkataannya karena ingat
tas miliknya yang ternyata mengeluarkan bunyi itu. Ia mengambil ponsel miliknya dan menatap l
Bitna dalam batinnya. Dengan tangan gemetar
ra Dalmi yang berteriak. Meski Bitna sudah menjauhkan ponselnya, suara Dalmi masih terdengar
tna menjawab Dalmi berbohong. Mendengar kekhawatiran Dalmi yang memarahinya tanp
..
ka mendengar kalimat selanjutnya y
.
ibalas teriakkan tak kalah kencang dari Dalmi. Bit
.
. Itu bukan kesalahanku," ucap Bitna
.
ita gosip tanpa menutup telpon dari Dalmi. Tubuh Bitna semakin lemas setelah selesa
mengambil kesempatan. Aku berani bersumpah demi nama dan karirku! Apa
rdengar frustasi membuat jantu
ih bangun dari kasur dan berjalan ke arah kamar mandi. Memperkirak
g menutup telpon dengan ekspresi wajah penuh penyesalan. Jika sejak awal ia me
an marah yang tadinya pudar kembali dirasakan Bitna. Saat menatapny
tidak merasa bersalah atas apa yang telah dilakukannya. Ekspresi wajahnya ba
tu menimbulkan sesuatu yang fatal bagi Bitna. Atau ia
ukan pada karir saya?" tanya Bitna yang kali ini d
bersama Anda. Sebaiknya Anda juga segera pergi jika tidak ingin wartawan di bawah
rkejut, pria itu sudah berpamitan dan keluar
mengacak rambutnya frustasi. Dengan susah payah Bitna berdiri dan melangkah ke arah jendela besar yang menjadi jalan m
aku bisa lolos dari
cont