Wanita Malam
i itu benar-benar
tanda-tanda kedatangannya. Aku bahkan harus ekstra sabar menghadapi beberapa lelaki yang datang merayu, seme
mi. Kau tau 'kan kami orang berduit juga,
aku berbagi ranjang dengan salah satu di antara mereka, tetapi aku hanya diam, melihat keluar. Perasaan ragu itu
ang, Nona. Mungkin dia harus
adaku, menje
rima satu di a
g, jadi kurasa ... kulirik mereka yang kemudian mengedipkan sebelah mata. Dari tatap
atu di antara
orang itu mendadak bangkit seperti ingin
yang bisa
eka sama-sama tertawa samb
ermintaan
lah, aku sendiri bingung, mereka jelas tahu ini bukan pertama kalinya aku bekerja sebagai wanita penghibur, sudah tentu
a, lelaki itu bahkan tak jarang bersikap overprotektif seolah-olah aku hanya miliknya, anehny
as 50
ju
ju
ju
n, tapi di menit-menit berikutnya masih juga tak ada yang menambahi dan aku menjadi paham.
sertai tangannya yang seperti ingin merangkul, tetapi belum apa-apa
0 j
e
itu
ndapati seseorang menarik tubuhku
lelaki lain saat
*
lam yang panjang. Sebelum jam dua pagi Ray bahkan sudah menyudah
" tanyanya setelah pagi bu
menguap lalu menjaw
tanggapanku itu, tetapi ... yah itulah dia, selama
utuh dan ... oh ayolah, meski mungkin itu lebih terhormat dari profesiku sebagai Nona Bintang-yang masuk dalam daftar
Ray, atau biarkan rumah tangga kalian berj
pa? Menun
tapi tak tahu bagaimana membuatnya ceria seperti tadi malam saat ia menggauliku. Untunglah nada tone dari hp-ny
Y
rubah semringah seketika
Tunggu, aku tadi
in orang yang diajaknya
an saja, bosan makanan di rumah selalu b
api kali ini bibir
aiklah. T
andi. Dua menit kemudian keluar dan memakai pakaiannya lagi. Lelaki b
gin protes, tetapi tertahan tubuh Ray yang kemudian masuk lagi
anya sudah ku transfer.
dan uang! Tanpa sadar bibir bawahku digigit, rasanya sedikit menyebalkan. Entah sudah berapa ada
ni seorang Rayhan Bagaskara, lelaki salesman biasa yang seharusnya berkantong pas-pasan, tetapi bayarannya entah dari mana
ntuk istirahat. Aku kerja sekitar jam tujuh, setidaknya bisa bersantai di indekos lalu me
tepat di sebelah kamar ini. Warung kecil dengan beberapa kursi yang akan tampak ramai bila
i jok paling depan dan aku hanya tersenyum sebelum orang tua itu melajukan angkot. Aku tidak perlu heran mengapa angkot bisa sesepi ini, k
ekolah di tempat jauh, itulah mengapa pagi-pagi buta lelaki tua itu se
nunggu daripad
lalu pagi, aku hanya menanggapi dengan senyum, merasa tidak perlu banyak bertanya
ot lalu memejamkan mata, rasanya masih cuku
hkan perhatianku, kuambil
ngan lupa salat sub
erubah posisi menjadi tegak. Tunggu saja, Lail, kakakmu sedang perjalanan pulang. Dia