Istri Yang Berjuang Sendiri
ba di rumah setelah seharian berkutat dengan berkas-berkas di kantor. Tapi ketika sudah sampai rumah malah mendengarkan permintaan bang Ardan yang terkesan memaksa itu. Tak tahuk
us malah berdebu nanti," aku belum menjawab tapi dia sudah nyerocos lagi. Heran deh dengan
ng. Memang rencananya m
k Dek, cuma dua
tus ribu sekian dong. Gimana dengan kebutuhan rumah
i Abang bantuin bayar
n hanya cukup untuk kebutuhan rokok, kopi, jajan dia dan nongkrong dengan teman-temannya. Suamiku tak pernah sekalipun menyisihkan gajinya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga kami. Karena habis untuk memenuhi hasratnya tersebut.
nas, setelah itu aku ke bank. Aku dan suamiku berjanji untuk ber
Bang Ardan sama-sama menandatangani perjanjian pinjaman yang tenornya selama lima belas tahun. Seperti dugaanku. Gajiku sisa tiga ratus sekian. Iya sih, masih ada tunjangan. Tapi hanya sejuta lebih. Aku harus memutar otak untuk tetap memenuhi
ebut. Akupun merinding, karena seumur-umur hidup baru kal
aler mobil. Abang sudah nggak sabar lagi nih i
dah cair," j
k, tunggu
a mempunyai dua baris tempat duduk. Ya, seleranya lumayanlah bagus. Setelah tawar menawar, akhirnya di sepakati harga mobil tersebut seratus sembilan puluh lima juta. Harga yang mahal menurutku
ah. Bang Ardan langsung loncat kegirangan. Tak sabar
ma menerima gaji hanya segini. Dari zaman aku honorer pun gajiku bisa sampai tiga jutaan karena aku bekerja sebag
pun bergegas menagih janjinya, katanya
janjimu, ini aku udah gajian loh! Dan gajiku dipo
lagi biaya perawatannya yang mahal. Sudahlah Dek! Harusnya kamu mikir dong, gimana cara nambah penghasilan! Bukan dengan nagih ke
anji mau bayar? Ya wajar dong, kalau uang
ri. Ini kok malah marah-marah. Sudah, aku pusing hari ini dengan ocehanmu. Lebih baik aku pergi non
knya lepas tangan. Ya Tuhan aku harus bagaimana? Harga kebutuhan pokok semakin melonjak tajam. Aku harus memikirkan usaha apa yang tepat untuk kujalankan. Kalau aku