Cinta yang Tersulut Kembali
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Terpesona oleh Istri Seribu Wajahku
Gairah Citra dan Kenikmatan
Hamil dengan Mantan Bosku
Hati Tak Terucap: Istri yang Bisu dan Terabaikan
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Suamiku Nakal dan Liar
Apa ada yang tahu bagaimana rasanya meledak dalam kebahagiaan? Kevina tidak bisa menemukan istilah yang lebih cocok, yang pasti saat ini ia merasa tubuhnya dibanjiri hormon endorfin. Empat jam yang lalu, Kevina menerima email yang menyatakan bahwa dirinya telah diterima sebagai trend analyst sekaligus fashion writer di perusahaan Monviere! Perusahaan fashion dan body products terbesar di Indonesia, juga sudah mempunyai cabang di benua Asia dan Australia.
Sebenarnya, jabatan itu tidak begitu ‘wah’ mengingat jabatan Kevina yang lebih tinggi sebelumnya di hotel sebagai general manager, sekaligus pewaris.
“Gue kira lo bercanda waktu bilang mau resign dari hotel. Lo ga konsumsi magic mushroom, kan, sampe tiba-tiba bego begini?” tanya Shea yang mulutnya terkenal nyablak.
“Nggak, gue masih seratus persen waras. Ini bukan soal jabatan, tapi my biggest dream karena bisa mengembangkan bakat gue sebagai penulis dan penikmat fashion,” jawab Kevina sambil menuang jus jeruk, lalu menyerahkannya pada Shea yang baru saja datang ke apartemennya sepuluh menit yang lalu.
Kevina masih belum mau memberi alasan sebenarnya pada Shea karena temannya itu pasti akan lebih nyinyir jika tahu bahwa ia pindah pekerjaan demi mengejar cinta pertamanya.
“Terus, bokap lo ga murka? Bukannya dia ngancem, kalo lo keluar dari perusahaan, jabatan lo bakalan diambil alih sama si Bian?”
Bian adalah adik tiri Kevina. Ayahnya memang selalu mengancam akan memberikan kepercayaan sepenuhnya pada Bian untuk mengurus hotel jika Kevina mengundurkan diri. Namun karena terlalu sering diancam seperti itu, malah semakin membuat ia muak dan ingin segera angkat kaki.
“Gue ga peduli. Apa, sih, enaknya kerja di bidang yang ga kita sukain? Gue rela ngelepas jabatan gue, tapi sebagai gantinya gue juga dapet kebebasan yang selama ini terkungkung dan terus-terusan memberontak pengen keluar.”
Shea mengangguk sambil menggenggam gelas di sebelah wajahnya. “Oke, jadi malem ini kita party?”
Akhirnya senyum Kevina mengembang. “Yo’i. Gue udah bilang sama Oliv buat ketemuan di Amaresh. Dia sekarang lagi otw dari Jakarta, langsung dari kantornya.”
Hal pertama yang Kevina lakukan ketika membaca email tadi adalah menghubungi kedua temannya melalui group WhatsApp, namun hanya Oliv yang mengangkat karena Shea sedang briefing bersama para talent.
Kevina sama sekali tidak berbohong ketika mengatakan dirinya rela kehilangan hak waris. Kevina tidak suka menggantungkan hidupnya pada orang lain, meskipun itu adalah orangtuanya sendiri. Toh ia bukan wanita bodoh yang tidak bisa menjalani hidup dan membiayai dirinya sendiri. Merasa keren itu perlu.
Kedua, ia benar-benar mencintai dunia menulis dan fashion. Tapi yang paling utama di atas semua itu adalah kehadiran Anza yang akan kembali mewarnai hidupnya. Ia merasa ini adalah takdir. Setelah sekian lama ia hanya bisa stalking sosok pria idamannya itu melalui media sosial, tiba-tiba Kevina mendapat celah untuk satu kantor dengannya. Karena siapa sangka bahwa perusahaan Monviere tiba-tiba ingin meluncurkan majalah digital?
Kevina penasaran, apakah Anza masih ingat padanya? Karena mereka sudah tidak pernah bertemu selama hampir sepuluh tahun. Meski dalam kurun waktu tersebut, Kevina terus-terusan mencari tahu keberadaan Anza dalam diam. Ia benar-benar merasa seperti penguntit saking tidak tahu bagaimana caranya untuk menghubungi pria itu lebih dulu. Mungkin takdir merasa iba padanya sehingga akhirnya Kevina mendapatkan peluang.
“Menurut lo gue bagusan pake dress item atau merah?” tanya Kevina sambil memperlihatkan kedua gaun cantiknya pada Shea.
Dengan kening berkerut, Shea menunjuk salah satunya. “Hmm… keknya bagusan yang merah, deh.”
“Oke, kalo gitu gue pilih yang item.”
“Sialan lo.” Shea sewot karena seringkali Kevina dan Oliv menganggap dirinya tidak pernah membawa hoki. Apa pun yang Shea pilih, pasti selalu mebawa kesialan. “Percaya deh sama gue, warna merah itu bisa memancarkan kebahagiaan lo berkali-kali lipat. Merah mempunyai arti keceriaan, kekuatan dan semangat. Asal lo tahu aja.”
Kevina mematung sebentar, lalu mengangguk perlahan. “Iya juga, sih. Oke deh, kali ini gue percaya sama lo.”