Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
"Saya harap, kamu ngga menuntut apapun dari saya. Semua yang kamu kenakan gaun,riasan dan bunga seharusnya itu milik Karenina bukan Anindia"
"Dan ingat, sampai kapanpun kamu tidak akan pernah bisa menggantikannya." sambung seorang pria keluar meninggalkan wanita yang terdiam di sudut ruangan itu.
Anindia, wanita yang memakai gaun pengantin dan riasan yang masih melekat itu memandang nanar pintu yang sudah tertutup.
"Kamu pikir aku menginginkan hal ini?."
"Meskipun aku menyukaimu Rajendra, tapi aku tidak pernah mau ada di posisi seperti ini." lirih nya.
Pernikahan yang tidak pernah ia harapkan terjadi di kehidupannya. Menggantikan seorang Karenina sang kakak, agar menyelematkan nama besar keluarganya.
Anindia rela menerima takdir barunya ini, di peristri oleh Rajendra Hutomo pewaris Hutomo grup yang merupakan perusahaan besar, jelas tidak mencintai dirinya.
Hanya Karenina yang diharapkan untuk menjadi pendamping tapi sayangnya sang mempelai melarikan diri bersama selingkuhannya.
"Anin, kamu di dalam nak?." suara Ibu mertuanya.
Anin dengan buru-buru mengelap air matanya dan membuka pintu.
"Iya ma, maaf Anin lagi perbaiki make up." senyum Anin mengembang meyakini sang mertua.
Saras balas tersenyum melihat menantunya, "Tidak apa-apa nak, ayo Rajen sudah menunggu."
Berdiri berdampingan menyambut ucapan selamat membuat Anindia lelah sekedar untuk tersenyum.
Tidak dengan sang suami yang kini asik mengobrol dengan para rekan bisnisnya, wajar saja Rajendra terkenal ramah dan baik.
"Aduh, selamat ya buk dokter yang manis akhirnya menikah juga." sapa rekan kerjanya di rumah sakit.
"Astaga kamu ini Ra, emangnya aku sejones itu hah!!." kesal anindia yang di sambut gelak tawa mereka.
"Semoga langgeng ya buk, jangan lupa ponakannya kita udah nunggu nih."timpal Rea dokter anak teman dekat Anin pastinya.
Anindia hanya menggelengkan kepalanya malu mendengar seruan rekannya ini.
"Pak Rajendra, jangan lupa ponakan kami ya." ucap temannya sebelum turun dari singgasana pengantin.
Rajendra hanya terkekeh dan mengangguk saja. Anindia tersenyum getir, anak? hal mustahil.
Setelah menyelesaikan hari yang melelahkan akhirnya Anindia bisa bernafas lega.
Kembali ke kamar hotel yang telah disiapkan oleh keluarga nya, ia memilih membersihkan dirinya dan lanjut beristirahat.
Ternyata kenyataannya tak seindah yang ia bayangkan, seharusnya Anin sekarang tidur di kasur empuk hotel. Nyatanya dirinya sekarang berada di tengah-tengah dua keluarga besar.
"Papa berharap kalian bisa menerima satu sama lain."
"Baik Rajendra dan Anindia kalian harus memulai semuanya dari awal."
Tuan Hutomo memberi wejangan kepada pengantin baru yang hanya menunduk sedari tadi.
Mengehela nafas Tuan Hutomo melanjutkan ucapannya, "Saya tau sangat berat untuk kamu Anindia, tapi saya yakin kamu tidak seperti kakakmu yang tidak benar itu."
"Pa!!!" seru Rajendra mendengar nama sang pujaan hatinya di sebut seperti itu.
Tuan Hutomo memandang datar pada puteranya yang menahan amarah.
"Kamu harus menerima kenyataan Rajendra, Karenina bukanlah wanita yang tepat. Liat lah bagaimana ia meninggalkan kamu dan mempermalukan kedua keluarga ini."
"Papa mau kamu melupakan nya dan melihat Anindia sebagai istri mu sekarang."
Brakk!!
Rajendra memukul meja di hadapannya dan bangkit dari kursinya.
"Sampai kapan pun aku tidak pernah sudi memiliki istri seperti Anindia. Karenina akan kembali."sentak Rajendra dengan nada tinggi dan dada naik turun menahan emosi.
Rajendra meninggalkan ruangan itu dengan amarah menggebu sedangkan Anindia tanpa sadar meneteskan air matanya.
Semua keluarga memandang prihatin kepadanya, tapi apa boleh buat hidup akan terus berjalan dirinya harus menanggung apa yang telah di perbuat kakaknya.
Raisa mendekati sang putri dengan beruraian air mata, putri kebanggaan nya sejak kecil harus mengalami ini semua.
"Maafkan bunda An."isak sang Ibu memeluk tubuh mungil yang bergetar itu.
Anindia balas memeluk sang Ibu dan berusaha tersenyum, " Tidak apa-apa Bun. Bunda ngga boleh nangis nanti sakitnya kambuh."