Cinta yang Tersulut Kembali
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Sang Pemuas
Terpesona oleh Istri Seribu Wajahku
Hamil dengan Mantan Bosku
Gairah Citra dan Kenikmatan
Perjalanan Menjadi Dewa
Hati Tak Terucap: Istri yang Bisu dan Terabaikan
Cerita dewasa
“Lepas bajunya, Dek!” titah cowok depanku yang duduk di atas tempat tidur.
Aku menyilangkan kedua tangan di depan dada dengan mata melotot ke arahnya.
“Dih, siapa lo ngatur-ngatur hidup gue, jangan mesum ya. Otak dijaga itu!” sahutku kesal.
“Kamu kan udah sah jadi istri aku. Lagi pula, otak kamu itu yang dicuci dulu. Kalo nggak mau ya nggak maksa.” Cowok itu lalu berbaring di tempat tidur tanpa menghiraukanku.
Aku menatap ke tubuhku sendiri, baju pengantin masih melekat. Bahkan sanggul di atas kepala juga terasa mulai sesak dan panas.
Gerah, sumpah ini gerah banget. Mana kipas angin dihadapkan ke badan dia sendiri pula. Padahal ini kan kamarku, kenapa jadi manusia itu yang berkuasa.
Aku berjalan ke depan kipas angin, lalu duduk di tepi ranjang menghadap ke kipas. Huuyft, segernya.
Sambil memejamkan mata aku menikmati angin sepoi-sepoi yang mengenai leher.
“Mau sampai kapan?” tanya suara di belakangku.
Aku menggeser duduk, melirik sekilas ke belakang dan kembali membuang muka. Kenapa jantungku jadi berdebar-debar gini sih lihat cowok yang dijodohkan Mama.
“Aaa, aaa, apanya?” tanyaku gugup.
“Ya kamu, duduk di sini. Lihat jam berapa? Kamu betah pakai baju kebaya?”
“Suka-suka gue lah.”
Aku bersungut dan hendak bangkit dari duduk, lalu tanganku tiba-tiba ada yang menarik hingga aku kembali terduduk.
“Ish, lepasin!” kataku menarik tangan dari genggamannya.
“Dek, aku ini suami sah kamu. Kok kamu kaya gini sih? Kamu nggak suka sama aku?” tanyanya.
“Iya. Mas kan tau aku punya pacar. Lagian kenapa Mas mau sih dinikahin sama aku? Aku ini nggak bisa apa-apa loh, kalo tidur suka ngorok, ileran, masak nggak bisa, nyuci nggak bisa.” Aku mencoba menceritakan kejelekan aku sendiri, biar dia ilfeel.
Eh bukannya kaget, dia malah tertawa. Lalu mengusap rambutku yang masih ada sanggulnya.
“Udah tau. Kamu itu dititipin sama kedua orang tua kamu ke aku. Buat jadi istri yang baik, taat, dan Sholehah.”
“Hah? Dititipin? Emang aku barang apa?”
“Ya terserah kamu mau anggap diri kamu apa, yang pasti tadi kamu juga nggak nolak kan nikah sama aku. Jadi, sekarang kamu ganti baju, dan nikmatin malam pertama kita.”
Aku melongo, lalu beranjak dari duduk dan berjalan ke lemari pakaian.
Aku mencari baju tidur kali ini yang panjang. Kalau bisa double pakainya, biar tuh cowok mesum nggak bisa nemuin harta berharga dari dalam tubuhku ini. Enak aja dia mau nikmatin sesuatu yang aku sendiri aja belum rela kalau harus direnggut sama dia.
Aku hanya mau menyerahkan tubuhku ini dengan cowok yang aku suka dan aku cinta. Bukan mentang-mentang aku dan dia dijodohin jadinya dia dengan mudahnya bisa mendapatkan apa yang dia mau. Ooohh tidak bisaaa.
“Mau ke mana?” tanyanya saat aku melangkah menuju pintu.
“Ganti baju.”
“Di sini aja.”
“Nggak.”
“Kenapa? Malu? Bukannya kamu udah biasa ya pakai baju seksi di depan laki-laki.”
Sial! Ini cowok ngomong apaan sih? Ngebacain dosa gue segala.