Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Apakah kamu pikir semua orang itu setara?
Jelas sekali, orang-orang tidaklah sama dari ras mereka, penampilan dan warna kulit, atau masyarakat tempat mereka berada. Aku hanya berharap anak-anak seperti kami memiliki kesempatan sosial yang setara. Tapi itu tidak mungkin. Semakin miskin keluargamu, semakin sedikit peluang yang kamu miliki dalam hidup. Sedangkan anak-anak yang lahir dengan sendok perak di mulut mereka, hanya tinggal mengikuti peraturan masyarakat untuk menjadi sukses. Karna perbedaan ini, aku berusaha untuk mengangkat diriku. Tapi saat aku mencapai titik tertentu, takdir lagi-lagi menarikku kembali ke tempat aku memulai.
. . . . .
3 Hari yang lalu
Di sebuah tempat pencucian motor dan mobil, tampak seorang gadis berkucir kuda sedang memberikan pelayanan kebersihan pada motor seorang pelanggan. Ia tersenyum puas saat dirasa motor tersebut sudah bersih kinclong.
“ Sudah selesai, paman. Jasanya 150 ribu.” ucap gadis itu tersenyum ramah.
“ Kenapa mahal sekali. Di tempat lain cuma 80 ribu.”
Senyum gadis itu luntur digantikan raut wajah datar. “ Itu ditempat lain, paman. Sudah tertulis di papan sama bahwa kami mengenakan biaya 150 ribu.” gadis itu menengadahkan sebelah tangannya, seraya melirik Mading yang tertempel di dinding.
Terdengar decakan dari pelanggan itu. “ Aku tidak mau bayar. Bagaimana bisa ongkos cuci motor Supra saja 150 ribu? Tunggu saja, akan aku bawa ini ke media.” Karna emosi, pelanggan menunjuk-nunjuk wajah gadis itu.
Gadis itu berdecak sinis. “ Bagaimana bisa paman bilang begitu? Disini kami tidak menggunakan barang murah lho, Paman. Biar saya jelaskan.”
Lama-lama emosi juga ada pelanggan yang tidak mau membayar. Enak saja pikirnya. Gadis itu mulai menjelaskan harga barang-barang di sana yang lumayan fantastis, bahkan ia juga menjelaskan gaji harian perkaryawan yang hanya sekitar 500 ribu perhari. Ia tersenyum lebar saat akhirnya pelanggan setuju untuk membayar jasa pencuci motor.
“ Terimakasih, Paman.” Ia menerim uang tersebut dengan senang hati.
Saat sedang merapikan peralatan, seorang pemuda berjalan menghampiri Mira. “ Mira.” panggil seorang pria berusia 30 tahun pada gadis itu.
“ Ya kak.”
Amira Frasa Queensa, gadis berusia 17 tahun yang saat ini sedang bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan membantu sang kakak mencari uang untuk bertahan hidup.
Pria itu memberikan amplop yang bisa ditebak berisi uang gajinya hari ini. “ Ini gajimu. Gunakan dengan baik.”
“ Terimakasih kak.” Mira tersenyum manis.
. . . . .
Pukul 9 malam
Mira telah tiba di kontrakkannya. Tempat bernaung dirinya dan sang kakak. Kontrakan nya pun tidak terlalu luas, namun juga tidak terlalu kecil, ada 2 kamar, 1 dapur dan 1 toilet.
“ Hei, adikku sayang. Kenapa pulang larut sekali?” ucap Nadira Sastra Elara yang merupakan kakak Mira yang berusia 4 tahun diatas Mira.
“ Aku harus menunggu bus. ” jawab Mira setelah mendudukkan pantatnya pada kursi. Mira menatap sang kakak yang sedang mengenakan sepatu. “ Ooh. Punya sepatu baru nih?” goda Mira dengan wajah lempengnya.
“ Hm. Gimana? Bagus, kan?” pamer Nadira.
Mira mata sinis sang kakak. “ Kakak pasti mengelabui beberapa pasien tua agar membelinya untuk kakak, kan? Jika keluarga mereka tahu, mereka mungkin berhenti mempekerjakan kakak.” omel Mira.
“ Kau bisa berhenti mengomel, Mira? Kalau kau cuma menghasilkan uang dari buku, bagaimana mungkin melunasi semua hutang itu? Bulan lalu, kita hampir tidak bisa membayar hutang tepat waktu. Kita nyaris di pukuli.”
“ Karena itulah Aku mengambil pekerjaan paruh waktu. ” air wajah Nadira berubah menjadi murung. Melihat itu Mira merasa bersalah.
“ Lapar ah, kita makan apa hari ini?” ujar Mira mengalihkan topik pembicaraan.
“ Bubur nasi dan telur dadar. Aku beritahu ya. Aku baru saja mendapatkan beras dari rumah pasienku lho.” ujar Nadira membusungkan dadanya bangga.
Mira menatap kaget sang kakak. “ Beras pun kakak ambil dari pasien kakak?” Mira menatap curiga sang kakak.
Seakan mengerti isi pikiran sang adik, Nadira pun menjawab. “ Aku tidak mencuri. Mereka yang memberikannya padaku.”
“ Aku pikir kakak bahkan mencuri beras.”
“ Dengarkan aku. Kau tidak perlu melakukan pekerjaan paruh waktu. Taruh semua perhatianmu pada studimu untuk mempertahankan beasiswa. Kau tahu apa impianku, kan? ” ucap Nadira serius.
“ Apa? ” kepo Mira.
“ Numpang hidup padamu.” gurau Nadira.
“ Itu impian kakak. Aku lebih suka bekerja keras sampai mati.” sindir Mira membuat Nadira melotot tajam padanya.
. . . . .
Pukul 06.15 pagi
Pagi menyapa, nampak di lorong konditor banyak siswa/siswi yang sedang berlalu lalang , entah untuk pergi ke kelas ataupun pergi ke kantin untuk sarapan.
' SCARLYA HIGH SCHOOL '
SHS merupakan jejeran kedua sekolah elit yang ada di Lampung. SHS terkenal dengan sekolah yang banyak meraih prestasi, baik akademik maupun non akademik. Namun, tidak menutup kemungkinan SHS juga merupakan sekolah dengan tingkat pembullyan yang tinggi. Banyak siswa/siswi yang sering kali membully siswa/siswi dari kalangan rendah (Siswa siswi yang masuk lewat jalur beasiswa).
Mira berjalan di konditor seraya sesekali menatap sekelilingnya, banyak siswa/siswi yang sedang bercanda tawa dengan temannya, seragam yang mereka kenakan pun rapih dan bersih beda jauh dengan seragam nya yang sudah kumuh dan menguning.
“ Hei, Mira.” panggil seorang pemuda bertubuh gempal seraya menghampiri Mira.
“ Eh, Ail. ”
“ Aku sudah dapat tiket lho.” ucap Ail antusias tak ayal tangan kanannya membenarkan kacamatnya yang merosot.