/0/10811/coverorgin.jpg?v=b9fcbe3c16ca898730e6746092595d9b&imageMogr2/format/webp)
Sera menatap layar ponselnya dengan mata yang berat. Notifikasi dari Darren berulang kali muncul, menandakan bahwa pria itu kembali mencoba memasuki kehidupannya. Namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Nada pesannya bukan lagi dingin dan arogan seperti dulu, melainkan hangat, penuh perhatian, bahkan... sedikit memaksa.
"Sera... apakah kamu baik-baik saja hari ini?"
Sera menarik napas panjang, menekan tombol delete tanpa membalas. Entah kenapa, setiap kali melihat nama Darren, hatinya selalu berdebar, antara marah, kecewa, dan sedikit rasa nostalgia yang tak diinginkan. Tiga tahun lalu, di sebuah hotel mewah yang sama tempat mereka pernah bertemu, Sera nyaris menyerah pada tekanan Darren, tapi ia menolak dengan tegas. Rahasia itu hanya diketahui Darren, dan sekarang ia tampaknya menggunakan informasi itu untuk mencoba mempengaruhi Sera kembali.
Dia menutup mata sejenak, mencoba menenangkan dirinya. "Tidak, Sera. Jangan terpengaruh," bisiknya sendiri. "Dia hanya menyesal sekarang. Jangan beri ruang sedikit pun."
Namun, meski hatinya berusaha keras menolak, tubuhnya tetap terasa lelah. Perubahan sikap Darren yang tiba-tiba menjadi perhatian dan hangat membuatnya bingung. Bagaimana bisa seorang pria yang selama ini dingin dan manipulatif tiba-tiba menjadi pria yang peduli? Apakah benar ia berubah, atau hanya ingin mendapatkan apa yang dulu gagal ia raih?
Sera menegakkan punggungnya dan berjalan ke balkon apartemennya. Malam itu kota dipenuhi cahaya lampu dan suara kendaraan, namun hatinya lebih gelap daripada langit malam. Ia menatap jauh ke jalanan di bawah, mencoba menenangkan diri, ketika suara langkah kaki di belakangnya membuat tubuhnya menegang.
"Sera."
Sebuah suara hangat memanggil, dan Sera menoleh. Di sana berdiri Alvin, pria yang pernah menolongnya tiga tahun lalu ketika ia berada di titik terendah. Sosoknya tampak familiar, namun kini ada aura tenang dan kuat yang membuat Sera merasa aman.
"Alvin... kau di sini?" Sera terkejut.
"Ya," jawabnya dengan senyum lembut. "Aku mendengar kabar tentangmu... dan aku ingin memastikan kau baik-baik saja."
Sera merasa campuran antara lega dan canggung. Sudah lama ia tidak melihat Alvin, dan kehadirannya kini begitu berbeda dengan Darren. Ia membawa rasa aman, bukan tekanan. "Aku... baik. Terima kasih sudah peduli," katanya, suaranya sedikit gemetar.
Alvin melangkah lebih dekat, menatap matanya dengan penuh ketulusan. "Sera, aku tahu kau telah melalui banyak hal. Aku hanya ingin kau tahu... ada orang yang tulus ingin melihatmu bahagia, bukan sekadar menyesal atau memaksamu."
Sera menunduk, hatinya bergetar. Kata-kata itu seperti menampar hatinya dengan lembut, mengingatkannya pada kenyamanan yang ia rindukan selama ini. Darren mungkin menyesal, tapi kata-kata Darren selalu meninggalkan bekas luka, sementara Alvin... hanya membawa kehangatan.
Malam itu, mereka berdiri di balkon, hanya ditemani suara angin dan cahaya kota yang berkelap-kelip. Sera merasakan sebuah dilema besar dalam hatinya. Ia sadar, cinta sejati bukan tentang penyesalan atau obsesi, tapi tentang rasa aman, dihargai, dan dicintai dengan tulus.
Kenangan yang Menghantui
Sera duduk di sofa, menatap langit-langit apartemen. Kenangan tiga tahun lalu kembali menghantui pikirannya. Hotel mewah itu, Darren yang memaksanya, rasa takut yang hampir membuatnya menyerah... semua itu masih terasa jelas. Namun kini, ada bayangan baru yang hadir: Alvin yang menolongnya, yang memberinya pilihan dan tidak pernah menekan hatinya.
Ia mengingat bagaimana Alvin datang di saat ia menangis tanpa daya, mengusap rambutnya, dan mengatakan, "Aku akan selalu ada untukmu, Sera. Tidak ada yang boleh menyakitimu."
Sera menutup mata, merasakan hangatnya kenangan itu. Darren mungkin tahu rahasianya, tapi Alvin adalah pria yang menunjukkan arti cinta sebenarnya. Ia menyadari bahwa perasaan yang muncul terhadap Alvin bukan sekadar rasa terima kasih, tapi sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang membuat hatinya berdegup lebih kencang setiap kali melihat senyumannya.
Ponsel Sera bergetar lagi. Notifikasi Darren muncul, kali ini dengan pesan panjang:
"Sera... aku tahu aku salah dulu. Tolong beri aku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku bisa berubah. Aku mencintaimu."
Sera menatap pesan itu, tangannya gemetar. Perasaan campur aduk muncul-marah, terluka, dan sedikit tergoda. Tapi ia menolak untuk membiarkan dirinya terjebak lagi. Ia menekan tombol delete, lalu menatap Alvin yang kini duduk di kursi dekatnya, menunggu tanpa memaksa.
"Tidak semua orang bisa berubah, Sera," Alvin berkata lembut, seolah membaca pikirannya. "Kadang yang terbaik adalah melangkah maju dan memilih kebahagiaanmu sendiri."
Sera mengangguk pelan. Kata-kata itu menenangkan hatinya. Ia merasa untuk pertama kali dalam tiga tahun terakhir, hatinya bisa bernapas lega.
Kehadiran yang Menguatkan
Hari-hari berikutnya, Alvin terus hadir dalam hidup Sera dengan cara yang sederhana namun konsisten. Ia mengajak Sera minum kopi di pagi hari, mendengarkan keluh kesahnya tanpa menghakimi, dan selalu ada ketika Sera membutuhkan teman bicara. Darren, di sisi lain, semakin frustrasi karena usahanya mendapatkan perhatian Sera selalu diabaikan.
Suatu sore, saat hujan turun di luar, Sera dan Alvin duduk di dekat jendela. Hujan menetes pelan di kaca, menciptakan ritme yang menenangkan.
"Kau tidak takut, ya?" tanya Sera tiba-tiba.
"Tidak," jawab Alvin, menatap matanya. "Aku tahu kau kuat, tapi aku juga tahu kita semua butuh seseorang untuk menopang kita. Aku hanya ingin menjadi itu untukmu."
Sera menunduk, merasa hatinya hangat. Ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa perasaannya mulai condong ke Alvin. Bukan karena Darren menyesal atau mencoba memikatnya kembali, tapi karena Alvin adalah sosok yang benar-benar peduli dan mencintainya tanpa syarat.
Malam itu, ketika hujan mereda, Sera menatap langit yang mulai cerah. Ia menyadari satu hal: cinta sejati tidak datang dari penyesalan atau obsesi, tapi dari ketulusan dan rasa aman. Darren bisa saja menyesal, tapi hatinya kini mulai terbuka untuk Alvin, pria yang selama ini menjadi bayangan hangat di setiap kesepian Sera.
Sera menatap secangkir kopi yang mulai dingin di tangannya. Aroma kopi itu seharusnya menenangkan, tapi pikirannya kacau. Darren terus muncul dalam pikirannya, meski ia sudah bertekad untuk menjauh. Ia tahu pria itu menyesal, tapi cara Darren mencoba mendekatinya justru membuat hatinya semakin resah.
Sementara itu, Alvin duduk di seberangnya, menatapnya dengan lembut tanpa kata-kata. Kehadiran pria itu seakan memberi ketenangan tersendiri. Hanya dengan diam dan menatap, Alvin mampu membuat Sera merasa aman.
"Ada yang mengganggu pikiranmu, Sera," Alvin berkata akhirnya, suaranya hangat, penuh perhatian.
Sera menelan ludah, mencoba menenangkan diri. "Aku... hanya memikirkan masa lalu," jawabnya singkat. Ia tak ingin Alvin mengetahui semua komplikasi yang Darren ciptakan.
Alvin mengangguk, seolah mengerti lebih dari sekadar kata-kata. "Masa lalu memang sulit dihapus. Tapi kau tidak harus membiarkannya menguasai hari-harimu sekarang."
Sera menunduk, menyadari kebenaran itu. Masa lalu tiga tahun lalu selalu menjadi bayangan gelap yang mengekangnya, namun sekarang ada cahaya yang mulai masuk. Cahaya itu bernama Alvin.
Kejutan yang Tidak Terduga
/0/28799/coverorgin.jpg?v=e7af3833ba6d68284e5eaeb3f44242e3&imageMogr2/format/webp)
/0/2803/coverorgin.jpg?v=ffa386ca456f3c3b81860a2d40b3605a&imageMogr2/format/webp)
/0/28738/coverorgin.jpg?v=b2f93ffd565ac675147f224c5a1ba2ab&imageMogr2/format/webp)
/0/29158/coverorgin.jpg?v=b388063e861531ba54e595798d8341d0&imageMogr2/format/webp)
/0/14152/coverorgin.jpg?v=efdc21e45b5252f06d5cabf6bc2cffcf&imageMogr2/format/webp)
/0/2453/coverorgin.jpg?v=96c7673aae26a3b99eca8d7df29c9aad&imageMogr2/format/webp)
/0/6529/coverorgin.jpg?v=cddeb0bc243bcef36794eb78d95cc4dd&imageMogr2/format/webp)
/0/6269/coverorgin.jpg?v=b50fd60d3fb45254a7faa00fc2000c82&imageMogr2/format/webp)
/0/16241/coverorgin.jpg?v=efcd6636640b700e7268f224990290a9&imageMogr2/format/webp)
/0/10342/coverorgin.jpg?v=b83176629109b0570095bbceb59e18ae&imageMogr2/format/webp)
/0/13134/coverorgin.jpg?v=9d80efd0e0ccd9371498b582e62c4aa6&imageMogr2/format/webp)
/0/19051/coverorgin.jpg?v=e67300697797524500dadbc4d1e1b62a&imageMogr2/format/webp)
/0/30052/coverorgin.jpg?v=22532312abb581bb0af87ccc4a8b6038&imageMogr2/format/webp)
/0/20514/coverorgin.jpg?v=cbae0145facc47724d4ece626a5abb5f&imageMogr2/format/webp)
/0/21468/coverorgin.jpg?v=b4f10ed7f590a8668d58329165d920e6&imageMogr2/format/webp)
/0/8061/coverorgin.jpg?v=877e8b98c52cdece8349e5f66363b790&imageMogr2/format/webp)
/0/25199/coverorgin.jpg?v=577f3c30b5c194d3127a7068a5bf8a09&imageMogr2/format/webp)