/0/23779/coverorgin.jpg?v=5bcf84b7669a1c7f18bfc55c58b108f0&imageMogr2/format/webp)
"Lahirkan anak untukku!" ucapnya dengan datar nan dingin. Pemuda dengan pahatan yang tampak sempurna itu menyodorkan uang merah pada perempuan di depannya.
"Apa Pak? Melahirkan?" Terdapat rona keheranan dari seorang wanita berjilbab tersebut.
"Maaf, Pak. Saya hanya ingin pinjam uang 200 juta untuk pengobatan ibu saya. Bukan berarti saya ingin mengorbankan keperawanan saya!" Perempuan bernama lengkap Kinara Ariana menggeleng pelan, dia menatap heran sang atasan.
Kinara yang terjebak dalam masalah ekonomi membuat dia bertekad menemui sang atasan. Bukan karena apa-apa, tapi saat ini sang ibu tengah terbaring di atas kasur. Dengan rasa sakit yang dia derita membuatnya harus segera ditangani.
Dokter menyarankan untuk melakukan operasi sang ibu, namun tentu ada administrasi untuk semuanya. Dan hal yang paling Kinara menyerah adalah masalah uang. Dia tidak mempunyai simpanan banyak untuk operasi Ibunya.
"Anggap saja ini sebuah tawaran. Saya akan memberimu uang lebih dari 200 juta kalau kau mau melahirkan anak untukku!" ucap pria tersebut tetap kukuh. Dia menatap dingin perempuan di depannya.
"Jika tidak, maka pintu di sana terbuka untuk kau---"
"Maaf, Pak. Bukannya saya enggak sopan, tapi, Bapak kan tajir, kaya raya, tampan bahkan terbilang sempurna. Tapi, apa untuk melahirkan seorang anak harus melakukan cara seperti ini? Maksud saya, Bapak kan bisa memilih wanita yang mungkin lebih cantik, seksi dan kaya dari saya. Dengan begitu, keturunan Bapak tidak akan jauh seperti itu."
"Jadi, kamu menolaknya?" tanya Aarav dengan muka paling tidak mengerti Kinara. Dia menampilkan raut dingin tanpa ekspresi.
"Saya tidak suka basa-basi. Jadi, saya akan memberimu waktu 5 menit untuk kau berpikir," ucap Aarav. "Saya akan memberimu 500 juta jika kau bersedia melahirkan anak untuk saya. Tidak hanya itu, uang akan saya tambahkan bila mana anak itu benar-benar lahir dari rahimmu!"
Kinara semakin dibuat melongo. Tidak percaya akan semua ini. 500 juta? Dilebihkan lagi?
Kinara benar-benar bimbang. Antara menerima atau menolak. Jika dirinya menerima itu berarti keimanannya pula sedang diperjual belikan. Siapa yang mau melahirkan anak tanpa status pernikahan? Dan jika pun menolak, bagaimana dengan Ibu di sana yang tengah berjuang untuk tetap hidup?
Bagaimana ini? Apa yang harus Kinara lakukan?
'Ya Allah ... apa yang harus aku lakukan?' tanya Kinara dalam hatinya. Dia meremas jari-jemarinya dengan resah.
Tidak!
Kinara memejamkan matanya. Keimanan seseorang tidak bisa digantikan dengan apapun. Seberat apapun hidup, seorang muslim tidak seharusnya mengorbankan keimanannya ber-hanyakan uang.
"Jadi, apa pilihan mu?" tanya Aarav setelah lama dia memberikan waktu Kinara untuk berpikir.
"Saya---saya---"
Derrtt Derrttt
Suara dering ponsel terdengar. Membuat ucapan Kinara terkatup. Dia merogoh saku gamisnya kala getaran itu semakin terasa bergetar.
Lusi.
Ah, adiknya.
"Maaf, Pak. Saya izin waktu sebentar," ucap Kinara.
"Apa saya memberimu izin? Di sini, kau seharusnya memiliki etika ketika berbicara dengan atasan!" Ucapan dingin nan datar itu membuat nyali Kinara semakin menciut. Membuat dirinya yang hendak beranjak terurung sudah.
"Angkat!" Satu kata Aarav membuat Kinara dengan gemetar menekan ikon hijau. Dia menatap terlebih dahulu Aarav yang juga menatapnya tanpa ekspresi.
"Assalamu'alaikum? Kak? Kakak di mana? Kondisi ibu semakin memburuk kak ...." Di sebrang sana suara tangisan terdengar. "Dia dari tadi nyebut nama Kakak terus."
Hati Kinara terasa menciut, tidak terasa air matanya tiba-tiba jatuh begitu saja. Dia menatap Aarav sang atasan. Berharap dia mau memberikan pinjaman uang tanpa harus mengorbankan hal lain. Namun sama saja, Aarav hanya menampilkan raut cueknya tanpa ekspresi.
"Kakak cepat ke mari.... "
"Iya, Dek. Sekarang Kakak ke sana. Kamu temenin dulu Ibu ya, Lus? Jangan sampai tinggalin Ibu. Sekarang kakak ke sana!" Tanpa menunggu lagi Kinara dengan cepat mematikan sambungan telfonnya. Rasa khawatir akan kondisi ibunya benar-benar membuatnya takut.
Dengan derai air mata yang sudah jatuh Kinara menatap Aarav dengan resah.
"Saya menerimanya, Pak! Tapi tolong, tolong beri saya pinjaman uang. Saya mohon Pak. Hanya untuk hari ini saja, saya mohon Pak ...."
Pada akhirnya Kinara menyerah, dia memohon dengan menautkan kedua tangannya di dada.
/0/18578/coverorgin.jpg?v=1d75a4021b9599dff84e49147e1fe399&imageMogr2/format/webp)
/0/13480/coverorgin.jpg?v=600ead94cdfccae2e8472f980beeb21e&imageMogr2/format/webp)
/0/6507/coverorgin.jpg?v=f3c6e75d3cc8108a01f7cf1f59a154af&imageMogr2/format/webp)
/0/25944/coverorgin.jpg?v=20250711083056&imageMogr2/format/webp)
/0/12702/coverorgin.jpg?v=f4481dfcdbd8914281be0491552c1724&imageMogr2/format/webp)
/0/15015/coverorgin.jpg?v=be84896a81617c0f5e7559e6ad0abbf0&imageMogr2/format/webp)
/0/11020/coverorgin.jpg?v=080fff4af68b2b59158d942512354e53&imageMogr2/format/webp)
/0/18134/coverorgin.jpg?v=e404494d1c135083c85708e4ff3d918e&imageMogr2/format/webp)
/0/6564/coverorgin.jpg?v=20250122151311&imageMogr2/format/webp)
/0/3719/coverorgin.jpg?v=658e612e83569f1166a3808a0631c493&imageMogr2/format/webp)
/0/10098/coverorgin.jpg?v=76fa2e4069af95af0652da326c5a578a&imageMogr2/format/webp)
/0/8164/coverorgin.jpg?v=f4aa42100d8a061d880270e14b5d538e&imageMogr2/format/webp)
/0/14455/coverorgin.jpg?v=ec5b9cf76dfb7bacb04f26fc116693e2&imageMogr2/format/webp)
/0/8634/coverorgin.jpg?v=96e62c6023987ebca54dcacc23e4e80a&imageMogr2/format/webp)
/0/17276/coverorgin.jpg?v=20240328170544&imageMogr2/format/webp)
/0/16861/coverorgin.jpg?v=1d79d5c8d1067177e47366859cdb07d3&imageMogr2/format/webp)
/0/18075/coverorgin.jpg?v=22197f456e123d64a5ab781d0f0a5bb5&imageMogr2/format/webp)
/0/16824/coverorgin.jpg?v=ede1f76b400f3cfd57bd9b253e5f1fd4&imageMogr2/format/webp)
/0/16204/coverorgin.jpg?v=fd817143ccf5117c121c4285e7c3d270&imageMogr2/format/webp)