/0/24879/coverorgin.jpg?v=0d67d7338b7cc49c969c5ad1a9444060&imageMogr2/format/webp)
"Mari kita akhiri pernikahan ini."
Tiga kata yang sederhana itu sudah cukup untuk membuat Cindy Juanda menjadi seorang wanita yang tidak diinginkan oleh keluarga kaya. Tiga tahun kesetiaan kepada suaminya, Bagas Dewangga, tidak memberinya apa pun selain sakit hati yang memilukan.
Pada hari yang seharusnya menandai perayaan tahun ketiga pernikahan mereka, Cindy pergi ke kantor Bagas, ingin sekali mengajaknya keluar untuk merayakan. Begitu melangkah masuk, dia melihat kalung yang berharga di atas mejanya. Dia kira kalung itu ditujukan untuknya.
Akan tetapi, Bagas memperhatikan tatapan Cindy yang terpaku pada kalung perhiasan di atas meja, dan dia pun menutup kotak perhiasan yang indah itu. "Yuvia telah kembali. Ini hadiah untuknya." Perkataan Bagas seolah-olah memperingatkannya agar tidak larut dalam angan-angan belaka.
Segalanya menjadi sangat jelas pada saat itu. Cindy menundukkan kepala, kacamata berbingkai tebalnya tak mampu menutupi kepahitan dan kekecewaan yang menggenang di matanya.
Mantan kekasih Bagas, Yuvia Mardini, telah kembali dan mendapatkan kembali tempatnya di hatinya. Sementara itu, Cindy menyadari bahwa setelah tiga tahun di sisi Bagas, dia gagal memasuki hatinya, tidak pernah benar-benar merasa di sana—tidak pernah merasakan cintanya, selalu di luar, kini dikesampingkan seperti sesuatu yang usang dan tidak diperlukan.
Rasa jengkel mengernyitkan dahi Bagas. Saat dia melihat Cindy berdiri diam, kesabarannya mulai menipis dan dia menurunkan pandangannya. "Aku akan memastikan kamu mendapat kompensasi dan kita akan bercerai sesegera mungkin. Jangan pernah berpikir untuk menduduki posisi yang bukan milikmu," ucapnya, suaranya penuh dengan peringatan.
Sejujurnya, tidak ada yang salah dengan sosok, penampilan, dan kemampuan Cindy dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Masalahnya, wanita itu sungguh membosankan. Di mata Bagas, Cindy seperti hidangan yang terlalu hambar untuk dimakan, tetapi sayang untuk dibuang. Wanita ini memang seorang ibu rumah tangga yang kompeten, tetapi tidak cocok menjadi istrinya.
Keheningan Cindy hanya memperdalam garis-garis di dahi Bagas. Nada bicaranya menjadi dingin. "Kamu punya waktu tiga hari untuk memperimbangkan dan mengambil keputusan. Kesabaranku ada batasnya—jangan membuatku menunggu terlalu lama ...."
Tanpa ragu sedikit pun, Cindy menjawab, "Aku tidak perlu diberi waktu. Aku akan menandatanganinya sekarang." Dia dengan tenang mengambil pena dan menulis namanya di surat perjanjian perceraian.
Bersama-sama, mereka menjalani proses di kantor catatan sipil, dan semua formalitas hukum berakhir di belakang mereka dengan cepat.
Saat berjalan keluar sambil melihat akta perceraian, Cindy merasakan sakit yang hebat di dadanya, tetapi perasaan kebebasan yang aneh juga merayap masuk.
Akhirnya dia tak perlu lagi berharap suatu hari nanti dia bisa menghangatkan hati Bagas—dia tidak akan lagi menyia-nyiakan hidupnya dalam hubungan sepihak. Mulai sekarang, dia tak perlu lagi menyiksa diri dengan berkelana antara harapan dan keputusasaan. Tak akan ada lagi keraguan dan patah hati, tak akan ada lagi luka yang ditimbulkan sendiri karena mencintai seorang pria yang tak bisa mencintainya kembali. Dibanding rasa sakit yang berkepanjangan seperti mati karena ribuan luka kecil, lebih baik rasa sakit yang singkat. Sekarang, hubungan mereka benar-benar sudah berakhir—selesai dan tidak dapat ditarik kembali.
Tiba-tiba dering ponsel Bagas membuyarkan lamunan Cindy. Dia menjawab, kekhawatiran segera muncul di wajahnya. "Apa? Yuvia dirawat di rumah sakit? Aku akan segera tiba di sana!"
Tanpa pamit, Bagas bergegas menuju mobilnya dan melesat pergi, tanpa berhenti untuk menawarkan tumpangan atau melirik Cindy sedikit pun.
Setiap kali sesuatu terjadi pada Yuvia, Bagas akan menjadi cemas, hati dan matanya hanya dipenuhi oleh wanita itu.
Begitu Bagas menghilang, sebuah Bugatti hitam-merah yang mewah berhenti tepat di depan Cindy.
Della Mores, sahabat karib Cindy, keluar dari mobil. Mengenakan yang pakaian berani, dia menyambutnya dengan senyum lebar yang nakal. "Kebebasan terlihat cocok untukmu, Cindy. Selamat karena akhirnya berhasil lolos dari lautan penderitaan itu."
/0/26509/coverorgin.jpg?v=830b73a37413432e6f7ce9f1b5ade740&imageMogr2/format/webp)
/0/16922/coverorgin.jpg?v=898ded81e9ef68399a8ca6b2245fad0c&imageMogr2/format/webp)
/0/12363/coverorgin.jpg?v=4a5a379a62a66edb82a86965ff3467b2&imageMogr2/format/webp)
/0/16662/coverorgin.jpg?v=903a5e277743f6c3708dc73e293d1938&imageMogr2/format/webp)
/0/8366/coverorgin.jpg?v=7f911a9bc8a5fc1b2c82524542a66ba8&imageMogr2/format/webp)
/0/2426/coverorgin.jpg?v=face77ced6668015f4959fd921b3cf08&imageMogr2/format/webp)
/0/12827/coverorgin.jpg?v=98e8c94e6c32338a89aa8c2d007b7b10&imageMogr2/format/webp)
/0/4235/coverorgin.jpg?v=aba17895921b0c8886ade3a0cb862eb0&imageMogr2/format/webp)
/0/15546/coverorgin.jpg?v=68e49a6799763f5b881a1460afd503d4&imageMogr2/format/webp)