Cinta yang Tersulut Kembali
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Terpesona oleh Istri Seribu Wajahku
Gairah Citra dan Kenikmatan
Hamil dengan Mantan Bosku
Hati Tak Terucap: Istri yang Bisu dan Terabaikan
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Suamiku Nakal dan Liar
“Doy, gimana? Istri kamu dah ada tanda-tanda hamil atau tetap gak ada perubahan sama sekali?”
Suara nyaring itu jelas terdengar meski jarak dapur dengan ruang tamu cukup jauh. Lagi dan lagi Velin merasa gugup, alias sedikit tersinggung mendengar penuturan ibu mertunya. Velin berusaha mengatur napasnya agar tetap stabil sembari menuangkan air panas ke dalam gelas yang sudah berisi teh serta gula.
Ya, selama berumah tangga dengan Doy, Velin belum juga diberi kepercayaan oleh tuhan untuk memiliki buah hati, dirinya terkadang sempat ngeluh ketika disuruh cek ke dokter. Velin mempercepat geraknya, sebab, ia ingin mendengar jawaban dari sang suami, Velin bergegas membawa nampan berisi beberapa gelas teh hangat juga dua mangkuk cemilan untuk menghindangkan makanan dihadapan mertuanya.
“Hufft, bisa gak sih, Ma? Gak usah bahas itu? Pusing nih kepala dengar itu terus!” sahut Doy yang merasa jengkel dengan pertannyaan mamanya.
“Ya Allah, semoga baik-baik saja,” batin Velin sambil menaruh nampan diatas meja sofa, lalu duduk di samping suaminya sambil melemparkan senyum paksa di depan sang mertua.
“Ooh, jadi sampai saat ini belum juga hamil? Kerjaan kamu apasih? Kok hamil aja gak bisa? Kalian tentu rutin melakukannya, ‘kan? Kenapa belum berhasil?” cetus ibu mertua Velin dengan mimik wajah tak suka. Lalu mengibaskan kipas handalannya seolah-olah udara di sana cukup membuatnya kepanasan.
“Mungkin belum waktunya dikasih kepercayaan sama Allah, Ma. Kami juga sudah berusaha semaksimal mungkin, setiap ada berita promil aku tak pernah absen seharipun, kok.” Kali ini Velin menjawab meski dengan suara agak gugup dengan helaan napas yang tak teratur.
Melihat raut muka tak suka yang dipancarkan oleh ibu mertuanya, membuat dirinya tertunduk tak berani menatap.
“Alasan! Duit habis, berhasil aja enggak! Apa jangan-jangan kamu ini yang penyakitan?! Begitu?” tebak sang mertua dengan nada yang amat sinis.
Mendengar ucapan tersebut, Velin sontak terkejut, ia terus terang menjawab dengan jujur apa adanya guna membela diri.
“Enggak kok, Ma. Kata dokter rahimku sehat, gak ada keluhan apapun,” sahut Velin membela diri.
“Bohong! Pasti kamu itu penyakitan, atau ... jangan-jangan mandul! Makanya gak hamil-hamil!” tukas sang mertua tetap tak percaya apa yang dikatakan oleh Velin, tetap ngotot dengan ucapan yang tak mau terbantahkan.
“Cukup, Ma! Lebih baik bahas yang lain aja. Gak usah bahas tentang hamil!” potong Doy karena sudah pusing mendengar lontaran demi lontaran yang keluar dari mulut ibu dan istri dihadapannya.
“Terus mau bahas apa? Tujuan Mama ke sini cuma nanya itu. Putus sudah harapan, padahal dari rumah sudah berharap berita bahagia terdengar, eh gembel ini belum juga hamil rupanya!” kilah sang Mama dengan mata yang sengaja dipelototkan. Ia berkata demikian entah apa sebabnya. Yang jelas membuat Velin kembali sakit hati, apalagi saat mendengar sebutan nama yang tak rnak di dengar itu.
“Doy, dengar, ya! Kalau gini-gini terus kapan bahagianya coba? Keluarga kurang lengkap kalau ditengahnya gak ada anak! Bisa menyesal kamu kalau gak ada anak! Mendingan nikah lagi aja! Gembel yang kamu nikahin itu gak guna!” seru Mama Doy tanpa peduli dengan perasaan menantunya.
“APA?!” Velin refleks terkejut hingga mengeluarkan kata-kata itu. Sungguh ia belum siap untuk dimadu jika kalau suaminya menuruti ucapan mertuanya tadi.
“Kenapa? Kalo gak suka ya udah mending cerai aja dari Doy! Kamu juga bukan menantu idamanku!” tantang sang mertua tanpa memikirkan betapa remuknya hati Velin kala mendengar hinaan yang terus keluar dari mulutnya.
“Gembel? Gak guna? Apa semurah itu aku dimata Mama?” batin Velin menjerit. Tak terasa matanya mulai berkaca-kaca atas hinaan ibu mertuanya. Benar-benar wanita tua yang tak berperasaan!
“Emang mama setuju kalau aku nikah lagi?” sahut Doy dengan raut wajah berbinar. Ya, sebenarnya Doy menginginkan hal ini, namun ia tak ada keberanian sama sekali. Namun, mendengar ibu berkata demikian tentu saja ia menyahut dengan perasaan yang berbeda.