/0/25091/coverorgin.jpg?v=32fc9b36aa4ede9f3eedb3c97ca99daa&imageMogr2/format/webp)
"Tolong! Jangan kau bunuh suamiku! Aku sedang hamil tua. Jika suamiku tiada, lalu bagaimana nasibku dan anakku nanti."
Seorang wanita yang tengah hamil tua, merangkak di bawah kaki seorang laki-laki, yang sedang berdiri sembari menginjak dada suami wanita tersebut.
"Harnum, istriku," ucap laki-laki yang sedang sekarat tersebut.
Wanita yang bernama Harnum itu, beralih merangkak memeluk tubuh suaminya yang sudah berlumuran darah.
"Mas Reno, tolong bangun, Mas! Jangan tinggalkan aku." Harnum menangis sembari memeluk tubuh sang suami.
"Tuan, tolong jangan kau sakiti istriku dan anakku. Tolong kau lepaskan mereka," ucap Reno dengan penuh permohonan.
Tetapi laki-laki yang sedang menyiksanya itu, tidak bergeming. Laki-laki itu justru semakin menekan dada Reno.
"Uhuk! Uhuk!"
Reno terbatuk-batuk, dan batuk darah. Harnum langsung mengangkat kepala sang suami dan diletakkan di atas pahanya. Harnum membelai-belai kepala dan wajah Reno, dengan berlinangan air mata.
"Harnum, Sayang. Cepat kau pergi dari tempat ini, selamatkan dirimu dan anak kita!" titah Reno.
"Tidak, Mas. Aku tidak akan pergi kemanapun juga! Biarkan aku tetap disini bersamamu. Kita akan mati bersama, Mas," ucap Harnum.
"Jangan berbicara seperti itu, Sayang. Setidaknya kau pikirkan anak kita, karena masa depannya masih panjang," ucap Reno.
Albern Barnard, laki-laki yang tengah menyiksa Reno tersebut, semakin dibuat naik pitam melihat perlakuan dan cinta Reno yang begitu besar terhadap Harnum.
"Aku tidak akan membiarkan istri dan anakmu hidup dengan tenang, laki-laki keparat! Jika kau mati, maka istrimu yang akan aku jadikan bahan untuk pelampiasan dendamku," batin Albern.
Albern merogoh pinggangnya, yang terdapat senjata, yaitu sebuah pistol yang berjenis SIG Sauer P226. Pistol yang berkekuatan dan berkualitas tinggi tersebut, langsung diarahkan ke dada Reno.
"Jangan! Aku mohon jangan lakukan itu pada suamiku! Lebih baik kau bunuh aku saja!" Harnum memeluk tubuh Reno dengan erat.
"Istriku Sayang, tolong pergilah dari sini! Aku sangat mencintaimu dan buah cinta kita," ucap Reno.
"Tidak, Mas! Biarkan kita bertiga mati bersama," ucap Harnum.
Albern yang sedari tadi menahan emosinya, langsung menendang tubuh Harnum hingga bergeser jauh. Harnum memekik menahan sakit di perutnya, yang terasa kram.
Dor! Dor! Dor!
Suara tembakan sebanyak tiga kali, menggema di ruangan kosong tersebut. Darah bercucuran keluar dari luka tembakan Reno, hingga mengalir ke lantai. Harnum yang melihat pemandangan tersebut, berteriak histeris.
"Maas Renoooo ...! Tidak ...! Mas, jangan tinggalkan aku, aku mohon!" Harnum mengguncang-guncang tubuh Reno yang sudah tidak berkutik.
"Hahaha ... sekarang kau sudah berada di neraka, Reno! Seperti itulah yang dirasakan oleh Kakakku, ketika ia mati bunuh diri akibat ulahmu!" teriak Albern.
Telinga Harnum yang masih normal, mendengar ucapan Albern tersebut. Ia langsung berdiri dan menghadap pada Albern. Matanya yang merah, menatap nyalang dan penuh kebencian pada Albern.
Plak! Plak!
Harnum melayangkan tamparan pada wajah Albern. Albern merasa semakin emosi, ia mendorong tubuh Harnum hingga terjengkang.
"Aww! Perutku sakit sekali. Tolong ... tolong aku, se ... sepertinya ... a ... aku ... kontraksi. Aku akan melahirkan. Ahhh ... sakitt!! Tolong aku ...."
Harnum memohon kepada Albern, agar menolongnya. Tetapi Albern seakan tuli, ia tidak menghiraukan permohonan Harnum. Ia melangkahkan kakinya menuju lantai atas, dan meninggalkan Harnum serta mayat Reno.
"Apa peduliku. Walaupun wanita itu serta anak di dalam kandungannya mati, aku tidak peduli. Biarkan mereka semua merasakan kesakitan dan penderitaan yang dulu dirasakan oleh Kakakku, Ameralda," batin Albern.
"Mas Reno, suamiku. Perutku sakit sekali, Mas. Tolong aku dan anak kita." Rintih Harnum.
Darah semakin membanjiri lantai tersebut. Darah dari tubuh Reno dan juga darah yang keluar merembes dari pangkal paha Harnum.
/0/15965/coverorgin.jpg?v=f4451d1adfe2f2e7d0ad277131048267&imageMogr2/format/webp)
/0/2865/coverorgin.jpg?v=148b7c0297ea539ab197a845457d933d&imageMogr2/format/webp)
/0/6595/coverorgin.jpg?v=36080175ef3c9e6d890c9db59d2148c9&imageMogr2/format/webp)
/0/6227/coverorgin.jpg?v=6257df0cd226ea93f64be54d97ea15cf&imageMogr2/format/webp)
/0/29596/coverorgin.jpg?v=9bec6c62baa21cbaf0bd7b6852e019ba&imageMogr2/format/webp)
/0/16958/coverorgin.jpg?v=97ed2f639923e0c792d22df0e3e325a1&imageMogr2/format/webp)
/0/2839/coverorgin.jpg?v=a5453b0ae8ffb01a33039d54ea0e2ad2&imageMogr2/format/webp)
/0/9842/coverorgin.jpg?v=9a6e554bcaa7a45079ce24a6f2a592d4&imageMogr2/format/webp)
/0/19320/coverorgin.jpg?v=20241209174348&imageMogr2/format/webp)
/0/16613/coverorgin.jpg?v=c4ffa689ca8dcb36d6f52d94720ad1f6&imageMogr2/format/webp)
/0/13100/coverorgin.jpg?v=afe254af17e871e6088cf43bee5fc044&imageMogr2/format/webp)
/0/30325/coverorgin.jpg?v=e6674cb1c8d1bd7fdda14072fb08a3ab&imageMogr2/format/webp)
/0/16463/coverorgin.jpg?v=83f6dd3af71ea3068b6d2868bc1debf9&imageMogr2/format/webp)
/0/13410/coverorgin.jpg?v=38a6ed5b9e7e5aedcfa336729d76a053&imageMogr2/format/webp)
/0/13490/coverorgin.jpg?v=af17be9b19a2d4b56f53ad64585a69ae&imageMogr2/format/webp)
/0/23587/coverorgin.jpg?v=fed66f799c359ee95600d60ff2f31076&imageMogr2/format/webp)
/0/16858/coverorgin.jpg?v=55e57d0c3fbbbe72391c0a97e4415700&imageMogr2/format/webp)
/0/21489/coverorgin.jpg?v=5f70302b2dcf36ccf19dbe01bcfc7c20&imageMogr2/format/webp)