Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Suasana rumah berlantai dua ini sepi. Hanya ada aku dan Bayu—bayi sembilan bulanku yang telah tertidur pulas, usai kuberikan asupan ASI hampir setengah jam lamanya. Bayu kubiarkan tertidur di dalam Box Bayi, yang terletak di ruang tengah. Sementara aku di dapur menyiapkan semua pekerjaan yang masih terbengkalai. Tak lupa semua pintu kukunci, agar aku terbebas dari rasa was-was saat asyik bekerja nanti.
Kuraih piring kotor yang menumpuk di wastafel, dan mencucinya dengan cekatan. Karena, masih banyak pekerjaan yang menantiku setelahnya.
Terlarut beberapa saat oleh tugas-tugas yang masih menumpuk, tiba-tiba, aku dikejutkan oleh bunyi ketukan beruntun dipintu, diiringi suara laki-laki yang memanggil namaku. Aku melirik ke pintu kaca yang berada di sisi kiriku. Wajah lesu Mas Dion membias dari balik kaca, sambil memberikan isyarat padaku untuk membukakan pintu.
Bergegas kucuci tangan yang masih berlumuran busa sabun, mematikan air keran, dan menyeka kedua tangan pada washlap yang menggantung di hadapanku, lalu melangkah cepat ke pintu. Lelaki itu menatapku lesu.
Pintu kubuka pelan, sambil mengamati wajah Mas Dion—lelaki itu. Pasti ia mau ngetem lagi di kamar lamanya pagi ini. Padahal setiap ia pulang ke rumah di jam-jam segini, hatiku selalu risih, karena hanya ada aku, dia dan bayi sembilan bulanku di rumah yang cukup besar ini.
Mas Dion adalah kakak iparku yang kedua setelah Kak Dea, yang kini mengikuti suaminya tinggal di Jakarta. Kemudian baru suamiku—Mas Divo.
Mertuaku dua-duanya masih bekerja, Papa tahun ini pensiun sementara Mama dua tahun lagi. Nyaris setiap hari mereka tak pernah di rumah, selain hari libur kerja. Suamiku sendiri sudah dua bulan dipindah-tugaskan ke ibu kota. Ia hanya bisa pulang di hari Sabtu saja. Minggu sore sudah harus berangkat kembali ke ibu kota.
Sementara itu, Mas Dion? Dua bulan sudah ia juga tinggal disini.
Bertepatan dengan kepindahan suamiku, Mas Dion malah mendapatkan permasalahan dalam rumah tangganya. Hubungannya dengan Mbak Vera sedang dalam masa ujian berat. Khabar yang kudengar, Mas Dion telah mengucapkan kata cerai padanya.
Sebenarnya, Mas Dion itu ganteng. Tubuhnya atletis, kulit putih dan berhidung mancung. Walaupun ia dan Mas Divo sama-sama putih, tapi aku harus akui, Mas Dion lebih unggul selangkah dilihat dari face dan tubuhnya.
Keunggulan itulah yang membuat seorang putri konglomerat tergila-gila padanya. Mbak Vera yang merupakan putri tunggal pengusaha property di ibu kota. Sayang, hubungan mereka sedang melewati masa sulitnya.
“Nggak kerja ya, Mas?” tanyaku setelah pintu kubuka.
“Enggak! Mas masih pusing.” jawabnya singkat, masih dengan ekspresi lesu. Ia melangkah ke dalam, kemudian duduk di kursi santai ruang keluarga yang terpajang televisi ukuran cukup besar di dindingnya.
“Vi, bikinkan Mas minum, ya?” pintanya kemudian setelah bobotnya ia henyakkan di lantai. Ia menyandarkan punggungnya di bibir kursi.
“Iya, Mas.” jawabku kemudian. Aku langsung menuju dapur, mengambil gelas dan wadah. Kemudian memasukkan gula, kopi dan menyiramnya dengan air panas. Asap mengepul dari kopi yang kuseduh. Kemudian kuaduk dan membawanya ke hadapan Mas Dion.
“Makasi, ya? Kamu memang isteri idaman,” ucapnya sambil tersenyum.