Aku Sila Aninda. Berharap menjadi kekasih seorang Haran Adijaya, pria yang kucintai selama sepuluh tahun. Namun sepertinya keinginanku dikabulkan melebihi ekspetasi. Akibat kesalahan satu malam, aku menikahinya dan jujur, selama pernikahan berlangsung dia sangat baik padaku. Namun segala pandanganku terhadap kebaikannya sekarang berubah karena kata-kata menyakitkan yang dia lontarkan. Dia hanya ingin anak tapi tidak denganku sebagai Ibu anak itu. Aku hamil sebelum menikah karena perbuatannya. Tidak disangka ini latar belakang dia memperlakukanku sangat lembut. Apa aku mampu mengikhlaskan anakku menjadi milik suamiku seorang? Yuk, saksikan kisahku dan Haran Adijaya dalam novel MENCINTAIMU MENYAKITIKU.
"Sebenarnya, Del. Aku ga pernah cinta sama dia. Percaya deh, aku juga ga pernah sayang sama dia. Jadi jangan pernah berpikir kalau aku udah mengganti wanita di hatiku. Hanya kamu, Del. Hanya kamu!"
Hatiku terasa remuk mendengar perbincangannya melalui sambungan telepon.
Apa dia bilang? Dia ga pernah sayang sama aku? Lalu apa yang terjadi selama tujuh bulan ini? Dia memperhatikanku, bahkan menunjukkan kasih sayangnya yang berlimpah hanya untukku.
"Segalanya hanya demi Anak. Kamu tau? Dia lagi hamil karna perbuatanku yang mabuk karna salah paham, kukira kamu bakal duain aku makanya aku stres dan ga sengaja menyentuhnya! Aku hanya mau anak itu, Del. Karna anak itu bakal jadi penerusku. Ga peduli perempuan atau laki-laki. Aku hanya ga mau kalau dari awal aku lepas tangan, nantinya malah anakku sendiri manggil orang lain papanya. Kalau si Sila, dia ga ada harganya selain rahim yang lagi menampung anakku!"
Tekanan kalimat itu, seperti mencekik leherku. Aku sesak. Tak terasa air mata menetes karena tidak disangka, aku hanya alat untuk menghasilkan keturunannya.
Kuelus perutku yang membuncit. Usia kandunganku menginjak tujuh bulan. Kami menikah lima bulan yang lalu, sebulan setelah aku tau bahwa aku hamil, dia segera menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk pernikahan.
Perlu sebulan juga menunggu untuk hari H pernikahan. Masa itu aku sedih? Tentu saja tidak. Aku mencintainya.
Entah aku gila atau apa, tapi sejak menyukainya, berbagai macam pikiran kalau aku pasti akan berjodoh dengannya bahkan berharap menikah dan memiliki banyak anak yang menyempurnakan pernikahan kami.
Dan benar saja, keinginanku terwujud meski cara yang kurang menyenangkan menjadi awal hubungan kami.
Seperti penjelasannya dengan seorang bernama Del. Yang mungkin dia wanita? Entahlah, aku tidak tau. Aku--Sila Aninda dan Haran Adijaya menikah karena bayi yang sedang kukandung.
Jujur Aku senang saat dia mau bertanggungjawab setelah mengetahui kalau dia sudah tidur denganku dan melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kami lakukan.
Namun kembali ke poin utamanya, aku tidak percaya sebenarnya dia memandangku serendah itu.
Aku melihat kesungguhannya dalam berbicara dengan wanita bernama Del itu. Seolah memastikan kalau Del akan tetap bersamanya meski dia sudah menikah bahkan tiga bulan lagi dia akan memiliki anak.
Rasanya tidak sanggup berdiri di sini dan mendengar pembicarannya bersama seorang di telepon.
Aku pergi dari ruang kerjanya dan masuk ke kamarku.
Aku menangis, rasanya sedih setelah mengetahui kebenarannya. Namun, apa yang harus kulakukan?
Membiarkannya bahkan menganggap segalanya tidak pernah terjadi, atau memberontak dan pergi dari sini?
Tapi aku mencintainya. Tidak ingin pergi dari sisinya. Apalagi sikapnya yang semakin hari membuatku bertambah cinta padanya.
Dia mencintai anaknya bukannya sama saja mencintai Ibunya? Lagipun bukankah aku dan bayiku masih satu tubuh? Bayiku tinggal di dalam rahimku, berarti selama ini suamiku Haran juga menyayangiku meski mengaku mencintai anaknya.
Pemikiran positif sungguh mendinginkan perasaanku yang semula tidak baik-baik saja.
Aku menutup mata dan tertidur meski jika kulihat sekilas jam dinding, masih pukul delapan.
Kreeekk...
Suara pintu terbuka, segera terdengar langkah kaki mendekat. Meski tidak membuka mata, aku tau itu mas Haran.
Sebuah kebiasaan saat dia masuk ke dalam kamar dan hanya melihatku sebentar kemudian mengambil guling cukup panjang dan empuk di dalam lemari.
Dia menyelipkan guling panjang itu dikedua pahaku dan kepalaku. Kemudian berbaring membelakangiku seraya mengelus perutku.
"Aku tau kamu masih bangun, Sila," suara lembutnya yang berbicara di telinga kananku.
Kubuka mata dan menoleh sedikit ke arahnya.
"Emh... aku bangun waktu mas datang."
"Aku ga semudah itu dibohongi, Sila. Kamu sempat dengar kan percakapanku di ruang kerja?"
Aku memejamkan mata. Kemudian mengangguk. Sejenak tidak terdengar suara maupun gerakan yang dilakukan mas Haran di belakangku.
"Aku minta maaf karna memang kenyataannya sperti ini, Sila. Aku ga pernah sekalipun mencintaimu, hanya bayi dalam perutmu. Setelah anak itu lahir, aku akan membiarkanmu merawatnya sampai lepas asi. Setelahnya aku akan menceraikanmu."
Jujur, dadaku sesak mendengar penuturan kata yang diucapkan mas Haran padaku. Diri ini seperti tidak berarti meski sudah bersamanya selama lima bulan.
"Gimana, Sila?" tanya mas Haran. "Kamu setuju kan sama keputusanku?"
Sungguh rasanya tidak tahan dengan semua perasaan terpendam ini. Aku membalikkan tubuh dan menatapnya intens. "Apa aku ga berarti di matamu, mas? Jujur, aku mencintaimu dari kelas 1 SMP. Apa kamu ga pernah melihatku dari segala perjuangan yang kulakukan selama ini?" air mata turun membasahi pipi tanpa diminta.
Mas Haran menatapku dengan keterkejutan. Aku tidak tau apa yang sedang dipikirkannya saat ini.
Tapi ada rasa cukup lega, setelah mengungkapkan perasaan yang kutanam selama sepuluh tahun ekslusif hanya untuknya.
Buku lain oleh Nyonya Semi
Selebihnya