Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
UNPERFECT RELATIONSHIP

UNPERFECT RELATIONSHIP

Ceuindah

5.0
Komentar
10
Penayangan
10
Bab

"Aku takut ... bagaimana dengan masa depanku, serta cita-citaku?" "Tenanglah, aku akan bertanggung jawab! Kamu tak perlu lagi pusing akan cita-cita. Karena begitu aku sukses dan mapan nanti, kamu akan menjadi ratu di istanaku. Aku akan memenuhi semua kebutuhanmu tanpa kamu harus capek bekerja. Kita akan terus bersama dan bahagia. Percayalah, Sayang!" * Lula Pitaloka, gadis ceria yang bercita-cita menjadi KOWAD, seperti keinginan almarhum Ayahnya. Namun, Samuel Marsello malah merenggut 'kesuciannya' dengan modal cinta di malam kelulusan SMA. Samuel berjanji akan menikahi Lula, setelah selesai menempuh pendidikan STAN di Tangerang. Janji tinggallah harapan, tiba-tiba Samuel hilang kabar. Mulai detik itu, Lula tak percaya lagi dengan cinta. Empat tahun berlalu, Samuel kembali ke kota Pahlawan untuk bertugas. Saat mereka tak sengaja bertemu, Samuel kaget mendapati Lula menggendong balita laki-laki dengan satu kaki ditemani seorang lelaki asing. Benarkah yang dikatakan Lauren-Mama Samuel, bahwa Lula mengkhianatinya dan sudah menghasilkan anak, yakni bocah dengan kondisi satu kaki? Ataukah itu memang darah daging Samuel? Di samping itu, Lauren sudah menyiapkan acara pernikahan Samuel dengan Arafah, seorang auditor di Bank ternama. Akankah Samuel menerima perjodohan itu? Lalu, bagaimana juga dengan Lula? Apa sebenarnya alasan mereka berpisah? Mungkinkah cinta Samuel dan Lula akan kembali menyatu?

Bab 1 Pertemuan Kembali

Pertemuan Kembali

"El mau apa, Sayang? Cokelat?" tanya wanita berambut sebahu, bernama Lula Pitaloka. Tangannya yang kiri menggendong bocah lelaki berusia 3,5 tahun, bernama Elzaro. Sedangkan tangan satunya lagi sibuk mengambil barang dari troli untuk diletakkan ke atas meja Kasir.

Elzaro mengangguk, sehingga pipinya yang gembul seakan ikut terayun. "Cokelat, Yes!"

"No ... no ... no, nanti kamu sakit gigi." Lula menggeleng, jari telunjuknya mengarah ke kanan dan ke kiri. Elzaro menunduk sedih, membuat lelaki di sebelahnya tersenyum. Dia adalah Abrizam, psikolog yang selama ini sudah membantu Lula bangkit dari depresi akibat trauma di masa lalu.

"Biarkan saja, kasih dia cokelat!" kata Abrizam tenang.

"El malas sekali disuruh gosok gigi, nanti bisa sakit," ujar Lula dengan bibir mengerucut.

"Biar aku yang mengatasi nanti. Ini, Sayang, makan!" Abrizam memberikan sebuah cokelat untuk Elzaro.

"Thank you." Elzaro mengambil cokelat dari tangan Abrizam dengan mata berbinar.

"Bunda ... El malas sikat gigi kalau malam karena kamar mandinya jauh, El capek jalan pakai satu kaki," kata Elzaro dengan polosnya. Bocah berusia 3,5 tahun itu asyik memakan cokelat dari tangannya.

Nyes ... dada Lula menghangat.

Perkataan dari Elzaro berhasil mengundang perhatian semua orang yang sedang mengantri di Kasir. Termasuk seorang lelaki dengan gaya rambut spike yang berdiri di belakangnya. Dia adalah Samuel ....

Sedari tadi asyik berkutat dengan ponsel, membuat Samuel tak memperhatikan kondisi sekitar. Dia mengantre tepat di belakang Lula. Karena perkataan Elzaro barusan, mampu membuat matanya beralih dari ponsel ke pemandangan yang berada di depannya. Samuel menatap iba kepada bocah dengan satu kaki tersebut. Entah kenapa, hatinya berdesir saat menatap manik mata yang tajam milik balita itu.

"Sini!" Abrizam merentangkan tangannya, meminta Elzaro dari gendongan Lula. Abrizam tahu, jika sudah seperti itu pasti Lula akan kembali mengingat semua kejadian kelam di masa lalunya. Kejadian yang berhasil menghancurkan masa depannya, juga masa depan putranya.

Lula mengangguk, dia menyerahkan Elzaro kepada Abrizam. Lelaki itu membawa Elzaro menuju ke rak mainan.

Lula kembali meneruskan aktivitasnya. Karena pikiran yang kalut, membuat Lula tak fokus dan menjatuhkan beberapa cokelat yang berada di depannya.

"Eh, maaf, Mbak. Biar saya rapikan," ujar Lula ketika sadar. Dia bergegas jongkok untuk memunguti cokelat yang berserakan.

Hal itu memancing simpati Samuel. Tanpa dikomando, Samuel ikut berjongkok memunguti cokelat yang berada di sekitar tempatnya berdiri.

"Biar aku bantu!" kata Samuel memberikan beberapa bungkus cokelat kepada Lula.

Lula menoleh ke belakang, mendengar suara yang tak asing di telinganya. Suara yang tak ingin dia dengar lagi selamanya. Pandangan mereka beradu, Lula terperanjat mengetahui Samuel berada tak jauh darinya. Wanita dengan kulit bersih itu mengucek matanya berkali-kali, untuk memastikan dirinya tak salah lihat.

"Lu-La?" tanya Samuel tergagap. Bahkan beberapa bungkus cokelat yang berhasil dikumpulkan, terjatuh kembali dari tangan Samuel.

Lula membalikkan badannya, kembali fokus di depan Kasir untuk membayar barang belanjaannya. Dia tak peduli pada kehadiran Samuel. Lula menganggap Samuel sudah mati, terkubur bersama luka yang ditinggalkannya.

"Berapa semua, Mbak? Maaf, saya buru-buru!" tanya Lula kepada Kasir. Dia ingin secepat mungkin pergi dari sini.

Setelah Kasir menyebutkan nominal, Lula bergegas membayar dan mengambil semua kantung plastik belanjanya.

"Mbak, kembaliannya masih 22.000 lagi!" panggil penjaga Kasir sedikit berteriak.

"Nggak usah, Mbak. Ambil aja!" Lula sedikit menyeret langkahnya. Terburu-buru dengan beberapa kantung belanja.

"Mbak duluan aja, saya ada perlu sebentar. Silakan!" kata Samuel menyuruh wanita di belakangnya untuk maju. Dia bergegas menyusul Lula, sebelum kehilangan jejak.

"Lula, tunggu!" Samuel sedikit berlari untuk menghentikan langkah Lula. Hingga dirinya berhasil meraih tangan Lula.

"Siapa? Anda salah orang!" ucap Lula dengan ketus, menepis kasar tangan Samuel yang meraihnya.

"Kalau salah orang, kenapa kamu harus menghindar? Banyak pertanyaan yang harus kamu jawab. Bisa kita ngobrol sebentar?" pinta Samuel.

"Nggak bisa, aku buru-buru!" balas Lula singkat.

"Please! Sebentar saja, ya!" Samuel memelas.

Lula tak peduli, dia kembali meneruskan langkahnya. Mencari-cari keberadaan Elzaro dan Abrizam.

"Lula! Kenapa kamu mengkhianati ku?" tanya Samuel tanpa basa-basi.

Langkah Lula terhenti, dia membalikkan badan. Menatap Samuel dengan tajam dan mengernyitkan kening.

"Kita sudah selesai, nggak ada yang perlu aku jelasin. Bye!" Lula tak mau berbasa-basi lagi dengan lelaki yang sudah membuatnya menderita selama empat tahun ini.

"Kenapa? Aku butuh jawaban! Hei," teriak Samuel masih dengan langkah cepat mengejar Lula dari belakang.

"Sudah selesai? Kenapa ngos-ngosan gitu?" tanya Abrizam ketika melihat Lula menghampirinya. "Maaf, ya. Tadi Elzaro ngajak naik kereta mainan. Jadi aku nggak sempat bilang," imbuhnya.

"No problem. Yuk, kita pulang!" ajak Lula tanpa mempedulikan Samuel yang semakin dekat mengejarnya.

Abrizam mengangguk, dia mengambil semua kantong belanja dari tangan Lula dan membawanya. Dengan cepat Lula mengambil alih Elzaro dari gendongan Abrizam.

"Oh ... jadi karena lelaki ini, kamu tega mengkhianatiku? Karena dia lebih kaya atau lebih tampan? Tega sekali kamu, ya. Aku kira kamu polos loh, La. Aku nggak nyangka!" kata Samuel seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

"Apa maksudmu?" Lula menatap Samuel tajam.

"Itu, anakmu berapa usianya? Aku taksir sekitar 4 tahun. Kita berpisah sudah hampir 4 tahun juga. Wah, good job. Rupanya kamu berkhianat untuk mempunyai anak darinya. Kerja yang bagus! Dibayar berapa kamu? Sampai tega menukarku dengan lelaki sampah sepertinya, bahkan aku rasa ... dia tak lebih tampan dariku. Atau, barangnya bisa membuatmu lebih puas? Jujur saja!" ujar Samuel dengan enteng.

"Jaga ucapan Anda!" kata Abrizam dengan tegas.

"Udah, nggak usah diladenin. Nggak penting!" kata Lula seraya menarik tangan Abrizam untuk meninggalkan Samuel.

"Ya ... ya ... ya, nggak penting. Aku tahu sekarang, apa maksud Mama bilang kalau kamu wanita nggak bener!" ujar Samuel sedikit berteriak sehingga membuat beberapa pengunjung Mall menoleh ke arah mereka.

Teriakan dari Samuel membuat langkah Lula melambat, tubuhnya kembali bergetar hebat. Tangannya terkepal dengan kuat. Rasa sesak di dadanya yang berhasil dia redam belakangan ini, kembali muncul. Seperti dihantam palu godam berkali-kali. Sakit.

Lula kembali meneruskan langkahnya, kali ini lebih cepat. Dia mencoba tak peduli, biarkan Samuel menilainya seperti apa. Dia sudah tidak ingin berhubungan dengan Samuel, untuk alasan apa pun itu.

"Shit!" umpat Samuel ketika Lula sama sekali tak merespons ucapannya.

Samuel masih penasaran, apa alasan Lula tega mengkhianatinya diam-diam. Dia ingin mendapat jawaban dari bibir wanita itu secara langsung.

Bertemu dengan Lula mengingatkan semua kenangan indah yang tercipta empat tahun lalu. Samuel tak bisa lupa, bagaimana Lula tersenyum. Semuanya masih terekam dengan jelas. Bahkan perasaannya untuk Lula masih sama, seperti pertama mereka bertemu. Itulah yang membuat Samuel tak lagi membuka hati untuk wanita lain. Dia belum siap, menerima tawaran manisnya cinta dari yang lain.

Samuel menaiki mobilnya dengan kasar, dia mengumpat berkali-kali. Gara-gara bertemu dengan Lula di Supermarket tadi, membuatnya tak jadi membeli bahan makanan pesanan Lauren-Mamanya.

"Ah ... sial! Kenapa aku masih memikirkannya?" Samuel mendengkus.

"Ah ... sial! Kenapa aku masih memikirkannya? No, no, no. Jangan biarkan dia merusak move-onku!" Samuel memukul setir kemudi dengan keras. Kepalanya telungkup bersandar tangan di atas kemudi.

Dia teringat kejadian beberapa tahun yang lalu ....

(Flashback On)

"Apa kamu berjanji akan menikahiku nanti?" tanya Lula dengan wajah ketakutan.

"Pasti ... aku mencintaimu dan akan menikahimu. Asalkan kamu mau menungguku," ujar Samuel dengan lembut. Tangannya membelai pipi Lula dan menciumnya sekilas.

"Baik, lakukanlah!" ujar Lula seraya memejamkan matanya.

Suara kembang api di luar losmen menutupi suara rintihan serta desahan sepasang kekasih yang dimabuk kepayang.

Beberapa menit setelah melakukannya ....

"Aku takut ...." Lula memeluk lututnya, wajahnya sendu.

"Nggak usah takut, aku janji akan tanggung jawab. Apa kamu mau berjanji untuk setia menungguku?" tanya Samuel meraih Lula ke dalam pelukannya.

Lula mengangguk. "Berapa lama?"

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku