icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Pendekar Dataran Tengah

Pendekar Dataran Tengah

Es Doyen

5.0
Komentar
13.1K
Penayangan
42
Bab

Kisah seorang laki-laki bernama Jiu Cien yang mencintai seorang wanita yang ternyata adalah bibi gurunya sendiri. Semua orang menentang karena tak lumrah seorang murid mencintai bibi gurunya sendiri. Tapi ikatan Cinta lebih kuat dari semua itu. Jiu Cien akhirnya menikahi bibi gurunya hingga dimusuhi oleh semua orang. Bibi guru yang telah menjadi istri Jiu Cien akhirnya harus tewas ditangan orang-orang yg iri melihat kebahagiaan mereka. Tewas bersama anak yg dikandungnya. Jiu Cien benar-benar terpukul dengan semua itu. Mampukah Jiu Cien bangkit dan membalas dendam pada orang-orang yg menghancurkan kebahagiaannya? Bagaimanakah kisah Perjalanan Jiu Cien, hingga mencapai tingkat derajat tertinggi di dunia kependekaran saat itu. Menjadi orang nomor 1 di dataran tengah dan mendapat julukan PENDEKAR DATARAN TENGAH.

Bab 1 Sengketa Tiga Kerajaan

Zaman Tiga Kerajaan atau juga dikenal dengan nama Samkok adalah sebuah zaman di penghujung Dinasti Han di saat Tiongkok terpecah menjadi tiga negara yang saling bermusuhan. Di dalam sejarah Tiongkok biasanya hanya boleh ada kaisar tunggal yang dianggap menjalankan mandat langit untuk berkuasa, tetapi pada zaman ini karena tidak ada satupun negara yang dapat menaklukkan negara lainnya untuk mempersatukan Tiongkok, maka muncullah tiga negara dengan kaisar masing-masing.

Cao Cao (kerajaan Wei), Liu Bei (Kerajaan Shu) dan Sun Quan (Kerajaan Wu) masing-masing telah memaklumatkan diri sebagai kaisar dan mengklaim legitimasi sebagai kekaisaran yang mewarisi Dinasti Han yang telah runtuh. Hal ini membuat situasi keamanan di dataran tengah memanas. Tiga pihak yang bertentangan sama-sama menghimpun kekuatan.

Di satu pihak, kerajaan Wei yang diperintah Kaisar Cao Cao. Di pihak lain, Kerajaan Shu yang diperintah oleh Kaisar Liu Bei. Perang besar sudah di depan mata. Tidak hanya melibatkan ribuan prajurit tapi juga para pendekar yang berilmu tinggi.

Hampir seluruh pendekar ternama di dataran tengah ikut terlibat dengan bermacam alasan. Ada yang karena kesetiaan dan keyakinan. Ada yang terpikat janji dan iming-iming materi.

Waktu itu banyak penduduk dan pemimpin agama dari Kerajaan Wei menyeberang dan mengabdi ke Kerajaan Shu. Sebagian mereka tidak puas terhadap kebijakan Kaisar Cao Cao, sebagian lain melihat masa depan yang lebih menjanjikan di Kerajaan Shu. Kaisar Cao Cao marah-marah. Kaisar Liu Bei tertawa senang. Amarah Kaisar Cao Cao makin menjadi mendengar berita Kaisar Liu Bei telah menobatkan diri sebagai Kaisar Kerajaan Shu.

Kaisar Cao Cao merencanakan serangan besar menghancurkan Kerajaan Shu. Tapi kemudian membatalkan rencana tersebut karena mendengar laporan mata-mata bahwa pasukan Kaisar Liu Bei sudah siap-siap meluruk ke Kerajaan Wei. Kaisar Cao Cao memutuskan untuk menanti serangan lawan. Dia mempersiapkan pasukannya lebih matang dan rencana untuk menjebak lawan. Keputusan ini tidak banyak menguras kekayaan kerajaan dan juga tidak menguras tenaga pasukannya.

Di pihak Kerajaan Shu, Kaisar Liu Bei juga sudah menyusun rencana. Dia memang akan menyerang Kerajaan Wei, bahkan sengaja membocorkan rencana tersebut. Tetapi ada rencana rahasia yang dipersiapkan dengan matang. Dia mengirim pasukan khusus yang terdiri dari sekelompok pendekar silat kenamaan dataran tengah, dengan tujuan menyerang dan membumihanguskan Partai Partai Naga Emas, perguruan yang merupakan pemasok Prajurit sakti yang setia pada kerajaan Wei.

Hancurnya Partai Naga Emas secara langsung akan melumpuhkan separuh kekuatan Kerajaan Wei. Selain itu juga mendatangkan rasa takut dan waswas di kalangan Prajurit Kerajaan Wei. Dia yakin Partai Naga Emas akan mudah diserang dan ditaklukkan karena saat itu sebagian besar murid utama perguruan itu berada di istana dalam persiapan menyambut serangan Kerajaan Shu.

Sore itu seorang pemuda bernama Guo Jia sedang istirahat bersandar di pangkal pohon ketika ekor matanya melihat serombongan besar orang mengindap-indap di hutan. Dia curiga bahkan firasatnya mencium ada bahaya yang mengancam dirinya. Matanya memandang sekeliling mencari- cari tempat persembunyian. Di dekatnya ada kubangan lumpur, satu-satunya tempat paling aman.

Dia tiarap di kubangan lumpur. Tidak bergerak, dia mengatur nafas agar tidak terdengar orang. Dia takut keberadaannya diketahui rombongan itu, nyawanya pasti melayang. Rombongan melewati jalan tidak jauh dari persembunyiannya. Karenanya dia bisa mendengar dengan jelas sebagian pembicaraan orang-orang itu. Mendengar pembicaraan itu dia menggigil ketakutan.

Tak lama setelah rombongan menjauh, pelan-pelan dia bangkit, melangkah hati-hati Rombongan menuju ke Luoyang. Dia juga menuju Partai Naga Emas yang tak jauh dari desa Luoyang, satu hari perjalanan dari tempatnya tadi. Dia memilih jalan lain, menghindari kemungkinan berpapasan dengan rombongan itu.

Hutan belantara itu gelap dan senyap. Cahaya rembulan tak mampu menembus kerimbunan pepohonan. Samar-samar tampak enam buah tenda darurat. Di salah satu tenda, tujuh pendekar sedang istirahat. Ada yang duduk, ada yang berbaring. Tetapi semuanya melek, tak ada yang tidur. Rombongan Kerajaan Shu itu dipimpin Pang Tong, pendekar kepercayaan Kaisar Liu Bei. Dia lelaki bertubuh tegap dan berusia sekitar tigapuluhan.

"Besok pagi kita menuju Luoyang, supaya tidak menyolok, kita berpencar dalam sepuluh kelompok, kita berjalan kaki sebagaimana orang awam. Sore hari kita akan tiba di hutan di luar desa. Kita istirahat. Sekitar tengah malam menjelang fajar kita akan menyerang. Agar bisa saling mengenal satu sama lain, kita semua menggunakan ikat kepala warna putih," kata Pang Tong kepada kawan-kawannya.

Ma Chao, pendekar sakti yang dijuluki Iblis Chengdu, berkata lirih namun jelas. "Bagaimana dengan rencanamu, apakah murid Partai Naga Emas itu bersedia meracuni air minum perguruannya?" Ma Chao, berusia di penghujung tiga-puluhan, kurus, wajahnya buruk dan tampak kejam. Dia bertelanjang dada dengan celana sebatas lutut dan jubah hitam panjang yang penuh dengan tambalan.

Pang Tong tersenyum licik.

"Dia pasti akan melakukan itu, dia telah kubekali racun pelemas tulang yang reaksinya cepat. Jika dia menabur bubuk itu di sore hari kemungkinan besar sebagian mereka sudah mulai keracunan di waktu malam. Biasanya mereka akan ngantuk dan tidur. Selama mereka tidak berlatih silat, mereka tidak akan sadar tubuhnya sudah keracunan. Pada dini hari saat kita menyerang, barulah mereka merasakan tubuhnya lemas. Saat itu sudah terlambat untuk suatu penyembuhan. Ya, rencana ini membuat kita tak perlu membuang banyak tenaga."

Semua orang yang mendengar tertawa senang. Mendadak terdengar suara protes, nadanya ketus. "Itu bukan ksatria, itu perilaku pengecut, aku tidak setuju rencana itu. Mengapa harus pakai cara meracuni lawan dengan pelemas tulang, aku sendiri mampu mengalahkan orang-orang Partai Naga Emas, termasuk ketuanya Xiahou Dun dan adik-adiknya itu."

Lelaki itu berusia separuh abad, dia pendekar asing asal dari pegunungan Himalaya, negeri India. Namanya Takadagawe. Tubuhnya tinggi kekar, agak kehitaman, wajahnya tampan dengan hidung mancung. Dia orang kepercayaan berkedudukan sebagai penasehat Kaisar Liu Bei, pendapatnya selalu didengar sang Kaisar.

Semua orang diam. Pang Tong meskipun tidak menyukai protes Takadagawe, ikut diam. Agaknya dia menaruh hormat bahkan agak keder terhadap Takadagawe. Namun tidak demikian dengan lelaki gembrot berkepala botak, Mi Fang. Pendekar ini merasa cemburu melihat Takadagawe disanjung dan dihormati semua orang Kerajaan Shu. "Huh, orang Himalaya itu makin lama makin sombong, apakah memang benar cerita orang bahwa ilmunya itu mumpuni, huh tanganku jadi gatal aku ingin jajal," gumamnya dalam hati.

Tak bisa bersabar lagi Mi Fang berkala lantang. "Tuan pendekar Himalaya memang berilmu tinggi, sampai di mana hebatnya aku sendiri belum melihat, apakah benar tuan bisa mengalahkan Xiahou Dun dan adik-adiknya, hal itu masih perlu tuan buktikan. Tetapi sekarang ini kita dalam situasi perang, rencana meracuni air minum orang Partai Naga Emas sangat bagus. Rencana itu untuk menghemat tenaga kita semua sehingga masih segar saat berperang lawan pasukan Kerajaan Wei. Aku setuju dan meNonaung rencana itu!"

Takadagawe tidak menjawab. Dia melonjorkan kaki dan rebah telentang di tanah. Saat berikut tubuhnya terangkat sejengkal dari tanah. Takadagawe sengaja pamer tenaga dalamnya yang tinggi dan hanya pendekar kelas satu yang bisa melakukannya. Mi Fang dan pendekar lain, diam-diam merasa kagum dan jeri.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku