Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Malaikat dalam Gaun Baru

Malaikat dalam Gaun Baru

Gina Suartini

5.0
Komentar
440.7K
Penayangan
376
Bab

Hal terakhir yang dia harapkan adalah pertukaran jiwa akan terjadi padanya. Tubuh barunya adalah istri CEO terkenal, seorang gadis yang lahir dengan sendok perak di mulutnya. Dia pikir dia bisa mengambil kesempatan ini untuk menikmati hidup, tetapi yang dia dapatkan hanyalah ketidakpedulian suaminya. Ketika wanita yang dicintai pria itu kembali, pria itu meminta cerai dan dia setuju tanpa ragu-ragu. Namun, malaikat cinta punya rencana lain. Kisah mereka baru saja dimulai sekarang.

Bab 1 Melompat Dari Tebing

Di malam yang gelap dan berangin.

Cathy Suhardi sedang duduk di tepi tebing; gaunnya tertiup angin. Ia mendongak ke langit dan air matanya mulai berlinang. Semua emosi yang membara di dalam hatinya seakan melumat dirinya sekaligus.

"Ya Tuhan, mengapa Engkau melakukan ini padaku?" Ia mengendus keras hingga cegukannya menyadarkannya.

Cathy melirik kaleng minuman di tangannya dan menggelengkan kepalanya.

"Tidak! Ini bukan salah Tuhan. Aku berkencan dengan bajingan sialan, Owen Yasawirya! Mengapa kamu tega mengkhianatiku, Owen?" Ia pun tersungkur ke tanah dengan lemas.

Ia melakukan tiga pekerjaan dalam sehari untuk memenuhi kebutuhan. Meskipun jadwalnya padat, ia berhasil meluangkan waktu untuk merayakan ulang tahun pacarnya. Ia mencintai Owen dengan sepenuh hati dan ingin memberinya kejutan di hari ulang tahunnya.

Tak disangka, pria itu memberinya kejutan yang lebih besar—ia menangkap basah sang pria sedang bercinta dengan sahabatnya.

Dua orang yang paling berharga dalam hidupnya telah mengkhianatinya. Itu adalah hari terburuk dalam hidupnya.

"Persetan denganmu, Owen!"

Cathy menyembur dengan penuh kebencian. 'Mengapa hidupku selalu dirundung derita?'

Orang tuanya telah meninggalkannya di panti asuhan ketika ia masih kecil.

Kehidupannya tidak mudah. Ia harus menjalani semua hal dengan jalan yang sulit. Saat Owen hadir dalam hidupnya, ia seolah menghirup udara segar. Sang gadis, yang menjalani hidupnya dalam penderitaan, mulai percaya bahwa ia juga bisa bahagia. Akhirnya ia menemukan cinta yang didambakan sepanjang hidupnya.

Ia telah merangkai kisah cinta yang indah di benaknya, tetapi kini Owen menghancurkan semua mimpinya.

Kenyataan yang terjadi sama sekali tidak indah. Bukan hanya pacarnya tetapi sahabatnya, yang telah dirinya percayai dengan sepenuh hati, juga telah mengkhianatinya.

Cathy merasa seharusnya ia menampar temannya sedikit lebih keras sore tadi.

Tetapi tetap saja, tidak ada yang bisa menyembuhkan rasa sakit yang makin mendalam di hatinya.

Cathy menarik napas dalam-dalam dan meneguk sekaleng minuman lagi.

Beban di dadanya terasa makin berat di setiap menitnya.

Ia langsung menghabiskan seluruh minumannya dan dengan marah melemparkan kaleng itu dari tebing.

Penglihatannya menjadi kabur; ia tidak tahu seberapa mabuk dirinya.

Cathy mengintip ke bawah tebing yang tak berdasar itu. Ia tidak kuat lagi menahan rasa sakit dan ingin mengakhiri semuanya sekaligus.

Rintihan lemah terucap dari bibirnya.

'Apakah aku akan mati mengenaskan jika melompat dari sini?'

Cathy menarik napas dalam-dalam. "Jangan pikirkan apa pun dan lompat saja, Cathy. Ini satu-satunya cara untuk terlepas dari siksaan ini."

Jantungnya seakan melompat naik ke tenggorokannya ketika ia melihat ke bawah.

'Tebing ini lebih tinggi dari yang kubayangkan. Bagaimana jika ternyata aku tidak mati dan hanya berakhir mengalami patah tulang? Aku harus menghabiskan sisa hidupku di kursi roda. Aku tidak punya siapa-siapa untuk menjaga diriku; hidupku akan menjadi seperti di neraka. Itu jauh lebih buruk daripada patah hati ini.' Cathy pun bergidik memikirkannya. Hatinya goyah; ia sangat ingin menghilangkan rasa sakitnya. Tetapi, memilih mati juga tidak mudah. Ia tidak cukup berani untuk mengakhiri hidupnya.

Kegelisahan menyelimuti tubuh Cathy; kakinya gemetar.

"Apa yang harus aku lakukan? Melompat atau tidak?

Oh Tuhan! Aku benar-benar menyedihkan." Ia kembali menangis tersedu-sedu.

Hembusan angin dingin membelai pipi Cathy. Ia membayangkan dirinya di kursi roda, hidup dengan keterbatasan fisik. Sepertinya, itu akhir yang mengerikan untuk hidupnya yang sudah cukup menyedihkan.

"Tidak, aku tidak akan melompat!"

Jantungnya berdebar ketika sebuah pikiran tiba-tiba terbesit di benaknya. 'Mengapa aku harus mati sedangkan semua ini bukan salahku? Mereka berdua akan hidup bahagia tanpaku. Mengapa aku harus menghukum diriku sendiri atas kesalahan mereka?'

Ia merasa hancur saat memikirkannya. Ia tidak tahu bagaimana mengatasi patah hatinya dan perasaan yang tak dapat dijelaskan itu segera menguasai dirinya. Tetapi ia akhirnya mengerti bahwa kematian tidak akan ada gunanya.

Cathy menggelengkan kepalanya dan berbalik untuk pergi.

Di saat yang bersamaan, suara klakson yang tak henti-hentinya berbunyi menarik perhatiannya.

Ia terdiam kaku ketika sebuah cahaya yang menyilaukan mengaburkan pandangannya. Ia memejamkan matanya dan membukanya kembali.

Cahayanya makin terang, jadi Cathy merentangkan tangannya untuk meredakan pancaran sinar kuat yang mengenai wajahnya.

Sebelum ia bisa menyadari apa yang terjadi, ia melihat sebuah mobil mewah melaju ke arahnya.

Semuanya terjadi begitu cepat.

Matanya terbelalak kaget saat Cathy mencoba menjauh. Suara tabrakan keras bergema di perbukitan yang sunyi itu.

Cathy menjerit dengan keras saat kegelapan menyelimutinya. Ia merasa tubuhnya terjatuh ke bawah tebing.

Matanya tanpa sadar terpejam saat Cathy mulai kehilangan kesadaran.

'Ya Tuhan, aku tidak ingin mati. Tolong bantu aku. Aku mohon...' gumamnya berulang kali.

Seolah-olah Tuhan mendengarkan doanya, langit malam menjadi terang.

Cathy perlahan membuka matanya.

Dengan pandangannya yang kabur, ia melihat sosok seperti malaikat melayang ke arahnya.

Senyum mengembang di bibirnya. Rasa sakit di tubuhnya mulai berkurang sedikit demi sedikit.

——

"Nyonya Bangunlah!"

Cathy terbangun karena suara samar yang terdengar di telinganya.

Suara itu pun diiringi isak tangis yang makin keras.

Kepala Cathy mulai berdenyut saat suara itu mengganggu ketenangannya.

Ia membuka matanya dengan perlahan.

"Nyonya Mustafa apakah Anda sudah bangun?" seru suara manis seorang wanita. Ia meraih tangan Cathy.

"Siapa itu?" Cathy mengernyitkan alisnya dan mengarahkan pandangannya ke sekeliling tempat yang asing itu.

Suaranya serak dan setiap tulang di tubuhnya terasa sakit seperti ditabrak mobil. Saat itulah ia tersadar.

Peristiwa yang menyakitkan malam itu terlintas di benaknya. 'Mobil itu menabrakku dan membuatku terlempar dari tebing!'

Ia melihat ke sekeliling tempat yang tidak dikenalnya dengan tatapan lebar, bertanya-tanya di mana dirinya berada sekarang. 'Astaga! Apakah aku masih hidup? Ini neraka atau surga?'

Genggaman di tangannya makin erat.

Cathy merasakan sakit dan berteriak, "Aduh! Lepaskan aku!"

"Anda sudah bangun, Nyonya Mustafa. Syukurlah! Saya akan segera memberi tahu Tuan Mustafa."

"Tuan Mustafa? Siapa dia?" tanya Cathy.

"Eh?" Sang gadis gendut mengerutkan kening. "Tuan Mustafa! Siapa lagi?"

"Tuan Mustafa?" Cathy mengernyitkan alisnya dengan bingung. "Tuan Siapa?" Mustafa?"

"Yang benar saja?" Mulut gadis gendut itu menganga dengan terkejut. "Nyonya. Mustafa, apa Anda tidak mengenal Tuan Mustafa? Apa yang telah terjadi dengan Anda? Apa Anda baik-baik saja?"

Rasa takut dan bingung membuat Cathy makin gelisah. 'Siapa itu Tuan Mustafa? Apa aku mengenalnya?' Melihat kembali sekeliling tempat itu, ia menyadari bahwa dirinya belum pernah ke sini sebelumnya.

"Di mana aku?" Cathy terkejut mendengar suaranya sendiri. Entah bagaimana suaranya terdengar lebih manis dari sebelumnya.

Sang gadis gendut menatapnya dengan khawatir. "Nyonya, bagaimana mungkin Anda tidak mengenal Tuan Mustafa? Anda sedang berada di rumah sakit. Anda sudah berada di sini selama hampir dua minggu. Kami semua mencemaskan Anda."

"Rumah sakit? Aku sudah di sini selama dua minggu? Maksudmu... Aku masih hidup?" Cathy berusaha untuk duduk, tetapi tubuhnya lemas. Sang gadis gendut pun dengan cepat meraih tubuhnya untuk membantunya.

"Tentu saja Anda masih hidup. Saya Bliss, Anda ingat?"

Cathy hanya bisa tersenyum membalasnya. 'Bliss! Sungguh nama yang indah. Sangat cocok dengan wajah menawan gadis itu. Tetapi...'

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku