Kehidupan ... mungkin bagi bagian seseorang kehidupan ini sangat menyenangkan, namun tidak dengan Erni. Hidupnya penuh dengan kesakit hatian, batin maupun fisik. Orang Tua yang seharusnya menjadi tumpuan hidupnya namun tak pernah mengakui Erni sebagai anak mereka, pukulan ... pelecehan ... beban hidup menahan lapar, sudah menjadi makanan sehari-hari untuk Erni yang masih duduk di kelas 2 SD. Namun Erni, mengalahkan semuanya dengan hidup yang hanya mengandal Tuhan. Hidupnya hanya bergantung pada doa dan mukjizat. Dan keajaiban-keajaiban yang ada di hidup Erni, telah membawa Erni menjadi gadis yang sangat di segani semua orang, yang pernah mencaci maki Erni kini berbalik menjilat ludah mereka sendiri. Abian kekasih Erni yang di kirimkan Tuhan menjadi malaikatnya, kini telah berubah menjadi pencabut nyawa yang menyakitkan untuk Erni.
"Alhamdulillah sah... " Ucap penghulu di ikuti dengan suara tamu undangan
Ibuku menikah lagi, dengan pria single yang sudah lama menjadi pujaan Ibu selama Ibu menjanda. Umurku belum genap 5 tahun waktu itu, jadi belum mengerti betul apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Yang kutahu, kami akan mempunyai keluarga baru ... dan Aku mempunyai Ayah baru. Senang sekali rasanya, setelah bertahun tahun Aku merindukan sosok seorang Ayah.
Akhirnya aku mendapatkan kembali sosok itu, yang pernah hilang karena perceraian, saat umurku belum genap setahun kata mereka. Aku tak mengingat apapun saat itu.
Semua tamu undangan pulang, termasuk keluarga besar mempelai, Tinggallah kami bertiga di rumah. Rumah bambu dengan lampu sentir di tengah sawah milik Ayah baruku.
"Buk ... bukk ... Erni takut tidur sendiri, Erni tidur bareng ibuk ya. " panggilku di depan pintu kamarnya
"Ihh ... kau ini Er, sudah besar masih saja takut. Tidur sana sendiri, Ibuk tidur dengan Ayah. Ntar Ayah marah. " Ucap ibu sambil tangannya mencubit pahaku
"Sakit buk ... " jawabku
Ibu berlalu pergi, tanpa menghiraukanku yang sedang sangat ketakutan. Aku kembali ke kamar, dengan kelambu lusuh dan langit langit yang beralaskan terpal. Kupandangi langit langit itu ...
"Gimana kalo tiba tiba, di atas terpal itu ada hantu ... ihh ... seremnya. " Ucapku dalam hati menghayal yang tidak - tidak dan akhirnya tertidur.
Kulihat cahaya pagi, yang menembus anyaman bambu rumah, dan lubang hidung yang menghitam, karena lampu minyak tanah semalaman.
"Buk ... laper. " Ucapku yang kelaparan karena melihat ayah baruku sudah menyantap makanan di atas meja
"Hiss ... kau ini Erni, baru bangun tidur sudah minta makan saja, anak gadis itu beresan ... malu sama ayah kau. " jawab ibu.
"Iya buk ... " sahutku sambil pergi mengambil sapu
Kusapu rumah yang hanya tanah merah itu, dan menyuci piring bekas ayah, ibu, makan.
"Buk mana sayur. " sambil menyodorkan piring berisikan nasi
"Sayur habis, udah kamu nimbak air aja dulu. Habis itu langsung nyuci baju mu ya ! Sekalian cuci baju ibu dan ayah juga. "
Perutku sudah sangat lapar rasanya, namun jika menolak pasti ibu marah dan memukulku.
"Iya buk ... " jawabku
" satuu ... duaaa ... tigaa. " begitulah seterusnya setiap ember yang kutimba, kutuang ke bak mandi. menghitung berapa ember yang kutimba agar bak mandi ini penuh.
Seolah tak ada rasa lelah, langsung kucuci semua pakaian kotor. Semua kukerjakan dengan senang hati.
Setelah semuanya selesai, rasanya gerah sekali. Kututup pintu kamar mandi yang hanya dari seng itu, belum sempat diri ini mandi.
"Prang ... prang ... " bunyi pintu kamar mandi yang keras membuatku Terkejut.
"Woy babi ... buruan" terdengar suara pelan tetapi dengan nada keras.
"Iya ... " jawabku pelan, kaget mendengar suara ayah, yang memanggilku dengan sebutan itu.
Aku segera keluar dari dalam kamar mandi, Terlihat sudah tak ada ayah, syukur lah. Takut rasanya jika bertemu ayah baruku setelah kejadian tadi.
"Buk ... sudah ada sayur ? " tanyaku berharap ibu memasakkan makanan sedap untukku.
"Belum, ibuk nyanyur nya siang,sekalian ayahmu nanti makan siang." Jawab ibu ketus yang sedang sibuk menonton tv dengan serial misteri ilahi kesukaannya.
"Tapi buk ... Erni laper "
"Di dapur ada cabe, kamu nyambel sendiri ya. Ibuk capek ... oh iya habis makan kamu, ibuk anter ke rumah nenek ya. Kamu tinggal disana."
"Iya buk ... " jawabku pelan,
Alhamdulillah ... akhirnya aku tinggal lagi bersama nenek, setidaknya nenek lebih menyayangiku di banding ibu. Sebelum ibu menikah pun, aku bersama nenek setiap hari. Ibu hanya sibuk pergi bersama om Hardi, ayah baruku saat ini.
~~~~~~
2 tahun kemudian, aku kembali dengan ibu. Ibu menjemputku mengemasi seluruh pakaianku, dan membawaku ke rumah barunya. Perumahan sederhana, namun lebih layak di banding rumah ayah.
Sekarang, aku mempunyai adik laki laki berusia 13 bulan. Dan aku, masih bersekolah di sekolah dasar kelas 2. Yang kemarin ibu sibuk menyiapkan persiapan pindah sekolah baruku.
"Ini kamarmu. " ucap ibu
Kulihat kamar itu, hanya dipan kayu beralaskan perlak tanpa kasur.
"Kok nggak ada kasur buk ? "Tanyaku
"Nggak usah cerewet, itu udah bagus. Oh iya jadwal kamu di rumah ini, sudah ibu tulis di dinding kamar. " jawab ibu ketus
"Jadwal apa yang ibu maksut, " tanyaku dalam hati
Kulihat di sisi pojok dinding kamar. Ada kertas yang menempel berisi kegiatan rumah sehari hari.
"Bangun Jam 5 pagi, jangan lupa isi bak mandi ... menyapu, mengepel, mencuci piring, menyuci semua pakaian kotor, Jangan berangkat sekolah, jika tugasmu belum kelar. Dan pulang sekolah ... langsung pulang. Momong Adek ! " kubaca isi dari jadwal itu
"Ya ampun ... ibu tak berubah, huh " ucapku sambil mengehela napas.
Kurebahkan tubuh ini ke dipan kayu, keras sekali. Namun harusku tidurkan mata ini, takut besok kesiangan. Dan ibu pasti akan mengamuk.
Kringgg ... jam weker berbunyi, sepertinya ibu yang sudah mengatur alarmnya
Terlihat langit masih gelap, kubuka pintu belakang untuk mengambil air, dan membawanya ke kamar mandi dalam. Ember cat besar kutenteng, berat sekali rasanya. Untuk seukuran badanku yang mungil.
Setelah 15 ember cat besar, akhirnya penuh juga. Kucari semua pakaian kotor lalu kucuci buru buru, takut aku telat kesekolah, karena jam sudah menunjukan jam 06:30.
Saat aku sedang sibuk mengepel ...
Brukk ... adikku yang baru belajar jalan itu jatuh, tepat di belakangku, tangisan nya menghebohkan seisi rumah.
Ibu menghampiriku ... di injaknya tubuhku, dibenturkan kepalaku ketembok ...
"Anak sialan, mengepel saja kau tak becus Er ... Adikmu sampai terjatuh, kok bisa ? " ucap ibu
"Ampun buk ... aku tak tau " jawabku.
"Kau melawan ... hah "
Kemarahan ibu semakin menjadi jadi, di pegang nya gagang lap pel tadi. Lalu di sodok nya ke mulutku, sampai keluar darah segar dari dalam mulutku.
"Ampun buk ... aku tak sengaja. " ucapku menangis menahan sakitnya
Buku lain oleh Bakti Ardi
Selebihnya