Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Belenggu Hasrat Liar Rahasia

Belenggu Hasrat Liar Rahasia

NUKHANA

5.0
Komentar
62
Penayangan
3
Bab

Alya, seorang desainer muda berbakat, terlilit utang akibat kecelakaan yang menewaskan orang tuanya. Di saat yang paling sulit, ia bertemu dengan Devan, seorang pengusaha sukses namun dingin. Devan menawarkan solusi: Alya akan menikah kontrak dengannya selama satu tahun, dan sebagai imbalannya, semua utang Alya akan lunas. Awalnya, Alya menolak tawaran itu. Namun, desakan ekonomi dan kebuntuan membuatnya terpaksa menyetujui pernikahan kontrak tersebut. Keduanya memulai kehidupan sebagai pasangan yang hanya terikat oleh sebuah perjanjian. Devan fokus pada pekerjaannya, sementara Alya berusaha membangun kariernya sambil berpura-pura bahagia. Namun, seiring berjalannya waktu, dinding-dinding yang mereka bangun mulai runtuh. Devan mulai tertarik pada sifat Alya yang ceria dan optimis, sementara Alya menemukan kehangatan dan perlindungan dalam diri Devan. Mereka mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama, berbagi rahasia, dan saling mendukung.

Bab 1 Tawaran Tak Terduga

"Alya, aku punya tawaran yang bisa menyelesaikan semua masalahmu," suara berat Devan terdengar tegas di ujung telepon. Alya terdiam, jantungnya berdebar kencang. Ia sudah lama mengenal Devan, namun tidak pernah menyangka pria itu akan menghubunginya dengan tawaran seperti ini.

"Devan, maksudmu apa?" tanya Alya dengan suara gemetar, meski mencoba terdengar tenang. "Apa yang bisa kau tawarkan untuk menyelesaikan masalahku?"

"Temui aku di kantorku besok pagi, pukul sepuluh. Aku akan jelaskan semuanya," jawab Devan singkat sebelum menutup telepon, meninggalkan Alya dengan berbagai pertanyaan yang berputar di benaknya.

Alya menatap layar ponselnya yang kini gelap, masih terkejut dengan percakapan barusan. Hidupnya sedang berada di titik terendah. Setelah kecelakaan tragis yang merenggut nyawa kedua orang tuanya, Alya terpaksa menanggung beban utang yang mereka tinggalkan. Utang itu bukan hanya besar, tetapi juga menumpuk bunga setiap bulan, menghancurkan setiap harapan Alya untuk keluar dari lubang hitam finansial ini.

Setiap malam, Alya menghabiskan waktunya bekerja di studio kecilnya, merancang gaun-gaun impian yang semoga suatu hari bisa membawanya keluar dari masalah ini. Namun, kenyataannya tak seindah impiannya. Pelanggan yang datang hanya sedikit, dan pendapatannya tidak cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, apalagi membayar utang. Bahkan, biaya sekolah adiknya, Nadia, menjadi beban tambahan yang harus dipikirkan setiap bulan.

"Alya, apa kau baik-baik saja?" suara lembut Maya, sahabat sekaligus rekan kerja Alya, membuyarkan lamunan.

Alya mengangguk pelan. "Aku... Aku baru saja menerima telepon dari Devan."

Maya mengerutkan kening. "Devan Ardian? Pengusaha sukses itu? Kenapa dia meneleponmu?"

"Dia bilang punya tawaran yang bisa menyelesaikan semua masalahku," jawab Alya dengan nada ragu. "Aku harus menemuinya besok pagi."

Maya menatap Alya dengan tatapan prihatin. "Kau tahu, Alya, hati-hati dengan tawaran semacam itu. Orang seperti Devan tidak akan menawarkan bantuan tanpa alasan."

Alya menghela napas berat. "Aku tahu, Maya. Tapi aku tidak punya pilihan. Utang ini menghancurkan hidupku, dan aku harus melakukan sesuatu."

Malam itu, Alya sulit tidur. Pikirannya terus berputar, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin ditawarkan oleh Devan. Apakah tawaran itu akan menjadi jalan keluar atau justru membawa masalah baru?

Pagi harinya, Alya berdiri di depan gedung perkantoran megah tempat Devan bekerja. Gedung tersebut menjulang tinggi, simbol kesuksesan dan kekuasaan. Dengan langkah ragu, ia masuk ke dalam dan menuju resepsionis.

"Saya Alya Ramadhani. Saya punya janji dengan Pak Devan Ardian pukul sepuluh," katanya dengan suara lembut namun tegas.

Resepsionis tersenyum ramah dan mengangguk. "Silakan, Nona Alya. Pak Devan sudah menunggu di lantai tiga puluh."

Dengan perasaan campur aduk, Alya menaiki lift ke lantai tiga puluh. Pintu lift terbuka, dan ia disambut oleh pemandangan kantor mewah yang penuh dengan aktivitas. Asisten pribadi Devan, Siska Wijaya, segera menghampirinya dan mengantarkannya ke ruang kerja Devan.

"Pak Devan sedang menunggu di dalam. Silakan masuk," kata Siska sebelum meninggalkan Alya sendirian di depan pintu kayu besar itu.

Alya mengetuk pintu perlahan sebelum membukanya. Di balik pintu, Devan duduk di balik meja besar, tampak tenang dan penuh percaya diri. Ia mengangkat pandangannya dan tersenyum tipis saat melihat Alya.

"Alya, terima kasih sudah datang. Silakan duduk," ucap Devan, menunjuk kursi di depan mejanya.

Alya duduk dengan hati-hati, mencoba menenangkan diri. "Devan, apa tawaran yang kau maksud kemarin?"

Devan menghela napas dan bersandar di kursinya. "Aku tahu kau sedang dalam kesulitan, Alya. Utang yang kau tanggung sangat besar, dan aku bisa membantumu melunasinya."

Alya menatap Devan dengan tatapan tak percaya. "Bagaimana caranya?"

Devan menatapnya tajam, seakan menimbang-nimbang kata-kata yang akan diucapkannya. "Kita menikah, Alya. Pernikahan kontrak selama satu tahun. Setelah itu, semua utangmu akan lunas."

Kata-kata Devan menggema di kepala Alya, membuatnya terdiam sejenak. "Menikah kontrak? Maksudmu...?"

"Ya," jawab Devan tegas. "Pernikahan ini hanya formalitas. Tidak ada cinta, tidak ada ikatan emosional. Hanya sebuah perjanjian. Aku akan melunasi utangmu, dan sebagai gantinya, kau harus berpura-pura menjadi istriku selama satu tahun."

Alya merasa dunianya terbalik. Tawaran ini terdengar gila, namun juga menggoda. Ia bisa keluar dari semua masalah keuangannya hanya dengan berpura-pura menikah selama satu tahun. Namun, apakah ia siap untuk menjalani kehidupan seperti itu?

"Kenapa aku, Devan? Kenapa kau memilihku?" tanya Alya akhirnya.

Devan menatapnya dengan serius. "Aku membutuhkan seseorang yang bisa kupercaya. Seseorang yang tidak akan membuat masalah dan memahami situasinya. Dan aku melihat itu dalam dirimu."

Alya menggigit bibirnya, berusaha mempertimbangkan segala kemungkinan. Tawaran ini bisa menjadi jalan keluar dari semua kesulitannya, tapi juga bisa menjadi perangkap yang tidak bisa ia keluar.

Malam itu, Alya kembali ke apartemennya dengan kepala penuh pikiran. Ia berbaring di tempat tidurnya, memandangi langit-langit sambil memikirkan tawaran Devan. Bagaimana mungkin ia bisa mempertimbangkan sesuatu yang begitu gila?

Namun, bayangan utang yang terus menghantuinya membuatnya merenung lebih dalam. Jika ia menolak tawaran Devan, bagaimana ia bisa melunasi semua utangnya? Bagaimana dengan masa depan adiknya, Nadia?

Alya duduk dan menatap keluar jendela, melihat kota yang terus sibuk meski malam sudah larut. Ia tahu, apapun keputusan yang diambilnya, itu akan mengubah hidupnya selamanya.

Keesokan paginya, Alya kembali ke kantor Devan. Kali ini, ia sudah lebih tenang dan siap untuk memberikan jawaban.

Devan menatapnya dengan penuh harap saat Alya duduk di depan mejanya. "Jadi, Alya, apa keputusanmu?"

Alya menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku setuju, Devan. Aku akan menikah kontrak denganmu."

Devan tersenyum tipis, tampak lega. "Bagus. Kita akan mulai segera. Aku akan mengatur semuanya. Dan ingat, ini hanya sementara. Setelah satu tahun, kau bebas."

Di balik senyum lega Devan, ada sesuatu yang tidak diketahui Alya. Devan memiliki alasan tersembunyi di balik tawaran pernikahan kontrak ini. Ia memiliki rahasia besar yang tidak pernah ia bagikan dengan siapapun, dan pernikahan kontrak ini adalah bagian dari rencananya untuk menutupi rahasia itu.

Saat Alya meninggalkan kantor Devan, ia tidak menyadari bahwa keputusan yang diambilnya akan membawanya ke dalam dunia yang penuh dengan intrik, rahasia, dan kemungkinan cinta yang tidak terduga.

Hari-hari berikutnya berlalu dengan cepat. Persiapan pernikahan dilaksanakan dengan efisiensi yang mencerminkan profesionalisme Devan. Tidak ada kemewahan berlebihan, hanya upacara sederhana yang dihadiri oleh segelintir orang dekat. Devan mengurus semuanya, sementara Alya hanya perlu hadir dan menjalani perannya.

Pernikahan mereka berlangsung di sebuah vila pribadi milik Devan di pinggiran kota. Tempat itu indah, namun kesederhanaan acara itu mengingatkan Alya bahwa ini bukanlah pernikahan biasa. Tidak ada cinta atau kebahagiaan yang biasanya menyelimuti acara seperti ini, hanya kewajiban yang harus dijalani.

Setelah pernikahan, Alya pindah ke rumah Devan. Rumah itu besar dan megah, tetapi terasa dingin dan sepi. Devan sudah mengatur agar Alya memiliki ruang kerja sendiri di rumah itu, lengkap dengan semua yang dibutuhkannya untuk melanjutkan karier sebagai desainer. Namun, meski dengan segala fasilitas yang tersedia, Alya merasa terasing di tempat itu.

Malam pertama mereka sebagai pasangan suami istri, Devan menunjukkan kamar tidur utama di lantai atas kepada Alya. "Ini kamarmu," katanya singkat. "Aku akan tidur di kamar tamu. Ingat, ini hanya pernikahan kontrak. Kita tidak perlu berbagi kamar."

Alya hanya mengangguk, merasa sedikit lega namun juga aneh dengan pengaturan ini. Devan benar-benar menjaga jarak dan memastikan tidak ada ikatan emosional di antara mereka.

Waktu berl

alu, dan kehidupan Alya bersama Devan mulai berjalan dengan rutinitas baru. Alya kembali bekerja sebagai desainer, sementara Devan sibuk dengan bisnisnya. Mereka jarang bertemu kecuali saat makan malam, itupun hanya untuk menjaga penampilan di depan staf rumah tangga.

Namun, seiring berjalannya waktu, Alya mulai merasakan ada yang aneh dengan Devan. Meskipun dia tampak dingin dan menjaga jarak, ada momen-momen di mana Alya melihat sisi lain dari dirinya. Sisi yang terluka dan kesepian. Alya tidak bisa menahan diri untuk merasa iba pada Devan, meskipun dia tahu seharusnya tidak terlibat secara emosional.

Suatu malam, Alya sedang bekerja di ruang desainnya ketika Devan tiba-tiba masuk. Wajahnya tampak lelah dan penuh dengan beban. "Alya, bisakah kita bicara?" tanyanya dengan suara pelan.

Alya mengangguk, meletakkan pensil dan menatap Devan dengan penuh perhatian. "Apa yang ingin kau bicarakan, Devan?"

Devan duduk di kursi di depan meja kerja Alya, menghela napas panjang sebelum berbicara. "Aku tahu pernikahan ini aneh bagimu, Alya. Tapi aku ingin kau tahu bahwa ada alasan di balik semua ini. Alasan yang mungkin sulit kau mengerti."

Alya menatap Devan dengan penuh rasa ingin tahu. "Apa alasan itu, Devan? Kenapa kau melakukan semua ini?"

Devan terdiam sejenak, seolah menimbang-nimbang apakah ia harus menceritakan semuanya. "Aku... aku memiliki masa lalu yang rumit, Alya. Ada banyak hal yang tidak kau ketahui tentang diriku. Pernikahan kontrak ini adalah cara untuk melindungi diriku dan juga perusahaan."

Alya mengerutkan kening, mencoba memahami maksud Devan. "Melindungi dirimu? Dari apa?"

Devan menghela napas lagi, tampak ragu untuk mengungkapkan lebih banyak. "Ada banyak orang yang ingin menjatuhkanku, Alya. Bisnis ini penuh dengan persaingan dan intrik. Aku butuh seseorang yang bisa kupercaya untuk berdiri di sampingku, dan itulah kenapa aku memilihmu."

Alya terdiam, mencoba mencerna informasi baru ini. Meskipun ia merasa ada banyak yang masih disembunyikan Devan, ia juga bisa melihat ketulusan di matanya. "Aku mengerti, Devan. Aku akan melakukan yang terbaik untuk membantu."

Devan tersenyum tipis, meskipun senyumnya tidak mencapai matanya. "Terima kasih, Alya. Aku menghargai itu."

Setelah percakapan itu, hubungan mereka sedikit berubah. Meskipun masih ada jarak, ada perasaan saling pengertian yang mulai tumbuh. Alya mulai melihat Devan sebagai lebih dari sekedar pengusaha dingin, tetapi juga sebagai manusia dengan masalah dan ketakutan.

Namun, tidak semua hal berjalan mulus. Kehadiran seorang wanita dari masa lalu Devan, Clara, mulai menambah kerumitan dalam hubungan mereka. Clara adalah mantan tunangan Devan yang kembali muncul dengan klaim bahwa mereka masih memiliki janji yang belum terselesaikan.

Clara adalah wanita cantik dan cerdas, tetapi juga licik. Ia berusaha mendekati Devan dengan berbagai cara, mencoba merusak hubungan antara Devan dan Alya. Alya bisa merasakan kebencian dan permusuhan Clara setiap kali mereka bertemu, tetapi ia berusaha untuk tidak terpengaruh.

Suatu malam, Alya menemukan Clara di ruang tamu, berbicara dengan Devan dengan nada yang penuh provokasi. "Devan, kau tahu kita masih memiliki banyak urusan yang belum selesai. Kenapa kau memilih wanita ini, yang bahkan tidak sepadan denganmu?"

Devan tampak marah, tetapi ia tetap tenang. "Clara, Alya adalah istriku sekarang. Kita sudah selesai."

Clara tertawa sinis. "Oh, jadi kau memilih untuk berpura-pura menikah dengan dia? Semua orang tahu pernikahan kalian hanya sandiwara."

Alya yang mendengar percakapan itu dari balik pintu, merasa sakit hati meskipun ia tahu Clara hanya mencoba memprovokasi. Ia tidak bisa menahan diri untuk masuk ke ruangan itu dan menghadapi Clara. "Clara, cukup. Pernikahan ini mungkin tidak seperti yang kau pikirkan, tetapi aku tidak akan membiarkanmu merusak apa yang ada."

Clara menatap Alya dengan tatapan menghina. "Kau pikir kau bisa menghentikanku, Alya? Devan akan selalu menjadi milikku."

Alya berdiri tegak, menatap Clara dengan tatapan tegas. "Aku mungkin bukan wanita sempurna, tetapi aku tidak akan mundur. Jika kau ingin bermain kotor, kita lihat siapa yang akan menang."

Devan tampak terkejut dengan keberanian Alya, tetapi ia juga terlihat lega. "Sudah cukup, Clara. Tinggalkan rumah ini."

Clara mendengus kesal, tetapi ia akhirnya pergi dengan langkah marah. Setelah Clara pergi, Devan menatap Alya dengan rasa terima kasih. "Terima kasih, Alya. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpamu."

Alya tersenyum tipis. "Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan, Devan. Kita ada dalam ini bersama-sama."

Hari-hari berlalu dengan cepat, dan Alya mulai merasakan perasaan yang campur aduk terhadap Devan. Meskipun pernikahan mereka hanya kontrak, Alya tidak bisa mengabaikan perasaan yang mulai tumbuh di dalam hatinya. Ia mulai melihat Devan bukan hanya sebagai penyelamat finansialnya, tetapi juga sebagai pria yang penuh dengan kompleksitas dan kedalaman.

Devan, di sisi lain, juga mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Kehadiran Alya membawa ketenangan dan kehangatan yang sudah lama hilang dari hidupnya. Ia mulai merasa nyaman berbagi masalah dan kekhawatirannya dengan Alya, sesuatu yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.

Namun, kehidupan mereka tidak sepenuhnya tenang. Clara terus mencoba merusak hubungan mereka dengan berbagai cara, mulai dari menyebar rumor hingga mencoba mempengaruhi bisnis Devan. Meskipun begitu, Alya dan Devan tetap berdiri bersama, menghadapi setiap tantangan yang datang.

Suatu hari, Alya menemukan dokumen lama di ruang kerja Devan. Dokumen itu berisi informasi tentang bisnis Devan dan berbagai masalah yang pernah dihadapinya. Alya membaca dengan teliti, mencoba memahami situasi sebenarnya.

Ketika Devan pulang malam itu, Alya menunggunya di ruang kerja dengan dokumen di tangannya. "Devan, aku menemukan ini. Apa yang sebenarnya terjadi?"

Devan menatap dokumen itu dengan ekspresi serius. "Itu adalah bagian dari masa lalu yang tidak pernah kuceritakan padamu, Alya. Bisnis ini pernah mengalami masa sulit, dan ada banyak orang yang mencoba menjatuhkanku."

Alya mendekati Devan, menatapnya dengan penuh perhatian. "Aku ingin tahu, Devan. Aku ingin membantu."

Devan menghela napas panjang sebelum menceritakan semuanya. "Dulu, aku membuat kesalahan besar dengan mempercayai orang yang salah. Clara adalah salah satu dari mereka. Dia bukan hanya mantan tunanganku, tetapi juga bagian dari rencana untuk mengambil alih perusahaan."

Alya terkejut mendengar pengakuan itu, tetapi ia juga merasa lega karena akhirnya mengetahui kebenaran. "Aku mengerti sekarang, Devan. Kita harus berhati-hati dengan Clara."

Devan mengangguk. "Ya, kita harus. Tapi dengan kau di sisiku, aku merasa lebih kuat."

Malam itu, Alya merasa beban di hatinya sedikit berkurang. Meskipun pernikahan mereka dimulai dengan kebohongan, ia merasa ada harapan untuk masa depan. Ia dan Devan mulai merencanakan langkah-langkah untuk melindungi perusahaan dan menghadapi Clara.

Sementara itu, hubungan mereka semakin dekat. Alya dan Devan mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama, berbicara tentang masa depan dan impian mereka. Alya merasa Devan adalah pria yang baik meskipun memiliki banyak masalah, dan ia ingin membantunya keluar dari kegelapan masa lalu.

Suatu malam, Devan mengajak Alya ke taman yang indah di belakang rumah mereka. Taman itu penuh dengan bunga dan lampu-lampu kecil yang bersinar, menciptakan suasana yang tenang dan romantis.

"Alya, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu," Devan memulai dengan suara lembut. "Aku tahu pernikahan kita dimulai dengan kontrak, tetapi selama beberapa bulan terakhir, aku mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Kau membawa kebahagiaan dan kedamaian dalam hidupku yang sudah lama hilang."

Alya menatap Devan dengan mata berbinar, merasa perasaan yang sama. "Devan, aku juga merasakan hal yang sama. Meskipun awalnya aku hanya melihat ini sebagai jalan keluar dari masalahku, aku mulai melihatmu sebagai lebih dari sekedar suami kontrak. Kau adalah seseorang yang ingin kulindungi dan kusayangi."

Devan tersenyum, menggenggam tangan Alya dengan lembut. "Alya, maukah kau memberiku kesempatan untuk menjadikan pernikahan kita nyata? Aku ingin mencoba mencintaimu dengan sepenuh hati, bukan karena kontrak, tetapi karena perasaan yang tulus."

Alya merasa hatinya hangat mendengar kata-kata Devan. "Aku juga ingin mencoba, Devan.

Mari kita mulai dari awal, sebagai suami istri yang sebenarnya."

Dengan senyum penuh kebahagiaan, mereka berdua berjalan di taman itu, merasakan angin malam yang sejuk dan kehangatan cinta yang mulai tumbuh di antara mereka.

Namun, kebahagiaan mereka tidak bertahan lama. Clara kembali dengan rencana baru yang lebih licik dan berbahaya. Ia bersekongkol dengan rival bisnis Devan untuk menjatuhkan perusahaan dan mengambil alih kendali.

Alya dan Devan harus bersatu lebih kuat dari sebelumnya untuk menghadapi ancaman ini. Mereka bekerja sama, menggunakan setiap sumber daya dan strategi yang mereka miliki untuk melindungi apa yang mereka bangun.

Pertarungan ini tidak mudah, tetapi dengan dukungan dan cinta yang tumbuh di antara mereka, Alya dan Devan berhasil mengatasi semua rintangan. Mereka menyadari bahwa cinta mereka adalah kekuatan terbesar yang bisa melawan segala keburukan dan intrik.

Pada akhirnya, Alya dan Devan berhasil mempertahankan perusahaan dan mengusir Clara dari hidup mereka. Pernikahan kontrak mereka berubah menjadi pernikahan yang penuh dengan cinta dan pengertian.

Dengan masa lalu yang kelam di belakang mereka, Alya dan Devan melangkah maju dengan keyakinan baru. Mereka tahu bahwa apapun yang terjadi, mereka akan selalu memiliki satu sama lain untuk mendukung dan mencintai.

Alya terus bekerja sebagai desainer, meraih kesuksesan yang semakin besar. Devan, dengan dukungan Alya, berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan. Mereka berdua menjalani kehidupan yang penuh dengan cinta, kebahagiaan, dan pencapaian.

Kisah mereka menjadi bukti bahwa cinta bisa tumbuh dari tempat yang paling tidak terduga, dan dengan ketulusan dan keberanian, semua masalah bisa diatasi. Alya dan Devan menemukan bahwa bersama-sama, mereka bisa menghadapi apapun yang datang dan menjalani kehidupan yang mereka impikan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh NUKHANA

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku