Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinta yang Terpendam: Rahasia Suamiku

Cinta yang Terpendam: Rahasia Suamiku

Alleen Sword

5.0
Komentar
30.8K
Penayangan
216
Bab

Sonia ditipu oleh calon ibu mertuanya untuk menikah dengan om tunangannya yang duduk di kursi roda dan sakit-sakitan. Dia pikir hidupnya akan menjadi neraka setelah menikah, tetapi dia mendapat kejutan besar. Suaminya membelikannya rumah dan tanah, dan bahkan menghujaninya dengan semua cinta. Hidup itu baik. Satu-satunya kekurangan adalah bahwa suaminya, Verdi, selalu batuk seolah-olah akan mati kapan saja. Suatu hari, Sonia menemukan rahasia suaminya, yang ternyata telah mengawasinya sejak lama. Dia mencibir, "Bukankah kamu sakit kronis?" "Aku lebih baik sekarang. Terima kasih atas perhatianmu," jawab Verdi. "Apakah kamu tidak lumpuh?" Mendengar pertanyaan ini, Verdi berkeringat dingin. "Yah, aku tidak ingin anak kita diejek, jadi aku punya dokter terbaik untuk merawat kakiku." Sonia sangat marah. Dia berteriak, "Siapa kamu? Apa lagi yang kamu sembunyikan dariku?" Dengan bunyi gedebuk, Verdi berlutut dan berkata, "Istriku, jangan meninggikan suaramu. Berteriak dengan marah bisa membahayakan bayi. Pukul saja aku sebanyak yang kamu mau." Perilaku Verdi mengejutkan semua orang yang mengenalnya. Pria kejam, yang tidak pernah meminta maaf pada siapa pun, berlutut untuk seorang wanita! Mengapa?

Bab 1 Apakah Aku Menyakitimu Tadi Malam

Sonia tidak percaya calon ibu mertuanya benar-benar mengirimnya ke atas tempat tidur pria lain, tepat setelah tunangannya baru saja pergi.

Ketika tersadar dan berpikir untuk melarikan diri, dia mendengar suara pintu terbuka dan diikuti oleh suara marah.

"Siapa yang memberimu izin untuk datang ke sini?"

Sebelum Sonia memiliki kesempatan untuk menjelaskan, pergelangan tangannya dicengkeram dengan erat.

Pria itu menariknya dari tempat tidur dan dengan dingin memberi perintah, "Keluar dari sini!" Sikapnya menunjukkan seolah-olah sedang memegang barang yang tidak berharga.

Tubuh Sonia menghantam karpet dengan keras dan air mata membasahi wajahnya karena kesakitan.

Dia beberapa kali mencoba berdiri, tetapi tidak bisa.

"Aku ... aku tidak bisa berdiri ...." Sonia tergagap dan suaranya terdengar seperti suara anak kucing.

Hal ini membuatnya merasa sangat malu dan tidak nyaman.

Merasa pusing, dia khawatir pria itu mungkin mengira dia sengaja menggodanya.

Namun, pria itu tiba-tiba bergegas menghampirinya dan matanya bersinar cerah saat meraih lengannya. "Ternyata kamu!" teriaknya dengan suara terkejut sekaligus bahagia.

"Tidak, kamu salah ... maksudku ...."

Sebelum Sonia bisa menyelesaikan kata-katanya, bibirnya tiba-tiba disumbat.

Napas beraroma tembakau membuatnya merasa kewalahan ketika pria itu menciumnya.

Pada saat berikutnya, pria itu menindihnya seperti gunung, gerakannya mendominasi dan kasar.

Sonia mencoba melawan, tetapi pria itu menahannya dengan lebih kuat lagi. Bibirnya dicium dengan begitu kuat, seolah-olah ingin menyedot semua udara dari paru-parunya.

Dalam kegelapan yang menyelubungi, Sonia tidak tahu kapan penderitaan ini akan berakhir.

Dia telah menghindari pelecehan yang dilakukan seorang orang tua siswa sore tadi, tetapi apa yang berubah?

Ternyata, nasibnya masih sama.

"Aduh," teriak Sonia ketika bahunya terasa sakit.

Pria itu menggigit bahunya dengan tajam dan menggerutu, "Jangan melamun."

Kemudian, gerakannya menjadi lebih agresif dan pikiran Sonia langsung kosong. Dia dipaksa mengikuti keinginan pria itu sepanjang malam.

Keesokan paginya, Sonia mendapati dirinya telah berpakaian rapi ketika bangun tidur. Hal ini sedikit mengurangi rasa canggungnya.

Mengingat kejadian semalam, dia terbangun dari tempat tidur dan menatap seorang pria di dekat jendela Prancis.

Wajah tampan pria itu disinari cahaya matahari sehingga kulitnya terlihat pucat, layaknya orang yang sedang sakit. Dia mengenakan kacamata berbingkai emas yang membuatnya terlihat elegan sekaligus memancarkan aura cendekiawan.

Pria itu memiliki punggung yang tegak, walaupun duduk di kursi roda dan bergerak dengan perlahan ke arahnya, kesan bangsawan yang muncul darinya tidak dapat disembunyikan.

Sonia tersentak kaget saat melihat wajahnya. "Om ... Om Verdi!"

Kenapa dia menghabiskan malam dengan om tunangannya?

Kemarin, Sonia berhasil menghindari pelecehan yang dilakukan oleh orang tua siswa. Dia memukul pelaku dan pergi untuk mencari perlindungan dari tunangannya, Tonny Malik.

Tonny sedang melakukan perjalanan sehingga meminta ibunya untuk merawat Sonia.

Namun, Sonia tidak menyangka setelah calon ibu mertuanya memberikan susu yang dicampur dengan obat bius dan memindahkannya ke kamar lain.

'Tapi kenapa ... kenapa aku berakhir di kamar om Tonny?!'

Sonia merasa malu bercampur marah dan dia berharap bisa menghilang dari kamar ini.

"Aku akan bertanggung jawab atas kejadian tadi malam," ucap Verdi sambil menggerakkan kursi rodanya mendekat. Suara pria itu terdengar menenangkan seperti angin sepoi-sepoi.

Matanya terlihat tulus dan kata-katanya menyentuh hati.

Sonia terkejut dan langsung mendongak. Dia melihat Verdi menutupi mulut dan terbatuk ringan. Senyumnya seolah mengejek diri sendiri ketika dia berkata dengan sedikit nada sedih dalam suaranya, "Tentu saja, jika kamu tidak keberatan dengan diriku yang duduk di kursi roda. Jika kamu setuju, kita bisa pergi ke Kantor Catatan Sipil hari ini juga."

"Pergi ke Kantor Catatan Sipil?" Mata Sonia melebar karena terkejut.

Kemarin, dia sudah tidak sabar ingin menikah dengan Tonny agar terlepas dari kendali dan tipu muslihat keluarganya.

Oleh karena itu, dia bergegas mencari Tonny dan mengutarakan niatnya untuk menikah terlebih dulu.

Namun, Tonny menganggap reaksi Sonia terlalu berlebihan dan menolak.

Sekarang, dia tidak bisa berkata-kata ketika mendengar tawaran seperti itu dari om Tonny.

"Aku ...." Sonia mengatupkan giginya erat-erat.

Dia sempat berpikir untuk menerima tawaran tersebut agar bisa meninggalkan keluarganya.

Namun, dia segera sadar dan menggelengkan kepalanya dengan penuh tekad.

'Tidak, aku tidak bisa menerimanya. Pria ini bukanlah pria asing. Dia adalah om tunanganku.' Terlebih lagi, Sonia mendengar banyak rumor mengenai Verdi. Hampir semua orang di Arda mengetahui kepribadian Verdi yang tegas dan kejam!

Dia tidak ingin terlibat dengan pria yang memiliki latar belakang rumit seperti itu.

Verdi tidak terlihat kaget saat menerima penolakan Sonia. Dia tertawa mengejek diri sendiri dan wajahnya tampak semakin pucat. Dia batuk beberapa kali dan terlihat seperti orang yang usianya sudah tidak lama lagi. "Tidak apa-apa, aku paham. Mana mungkin ada wanita yang bersedia menghabiskan sisa hidupnya bersama orang cacat sepertiku?"

Hati Sonia terasa sakit ketika mendengarnya.

Perkataan Verdi membuatnya merasa tidak nyaman. Sekarang, dia hanya ingin keluar dari situasi canggung ini. Dia berkata dengan ragu-ragu, "Om Verdi, jika tidak ada yang lain, aku ... aku ingin pamit."

Saat dia selesai berbicara, Sonia segera berdiri, tetapi kakinya terasa lemas dan dia terjatuh ke depan.

Wajah Verdi langsung berubah. Dia dengan cepat mendorong kursi rodanya ke depan dan mengulurkan tangan untuk menangkap tubuh Sonia ke dalam pelukannya.

Tubuh mereka saling menempel dan aroma Sonia memenuhi udara di sekitar mereka. Verdi teringat kemesraan semalam dan jakunnya tanpa sadar bergerak naik-turun.

Wajah Sonia menempel ke dada Verdi yang hangat dan dia mendengar detak jantungnya yang kuat, posisi ini membuatnya merasa sangat canggung.

Namun, kakinya mati rasa dan dia tidak bisa berdiri.

Kemudian, dia mendengar suara lembut Verdi di atas kepalanya. "Apakah aku menyakitimu tadi malam?"

Pipi Sonia langsung berubah menjadi merah.

Melawan rasa kebas di kakinya, dia berusaha menjauh dari dada Verdi dan berdiri, merasakan emosi yang campur aduk.

Beberapa saat yang lalu, Sonia merasakan rasa aman yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Dia merasa nyaman, tetapi segera memarahi dirinya sendiri.

'Apa yang sedang aku pikirkan?! Pria ini adalah om tunanganku!'

Sonia merasa sangat malu sehingga berharap dia bisa menghilang detik ini juga.

Namun, Verdi sepertinya tidak menyadari rasa tidak nyamannya. Dia dengan lembut meraih pergelangan tangannya dan bertanya dengan suara penuh perhatian, "Apakah aku terlalu kasar tadi malam?"

Sonia kaget dan dia segera menarik pergelangan tangannya karena tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.

"Aku benar-benar minta maaf," ucap Verdi. Permintaan maafnya terdengar sangat tulus.

Sonia mendongak karena terkejut dan mendapati dirinya terperangkap dalam tatapan Verdi yang tulus.

'Pria ini ... dia sedikit berbeda dari rumor yang beredar.'

Kemudian, Verdi berkata dengan wajah serius, "Maaf, semalam adalah pertama kalinya bagiku ...."

Mendengar pernyataan tersebut, wajah Sonia yang mulai tenang langsung berubah menjadi merah.

'Apa yang sedang aku lakukan? Kenapa aku malah membicarakan momen intim semalam dengan om tunanganku?'

Verdi menyadari perubahan pada wajah kecil Sonia dan dia tersenyum tipis.

Tiba-tiba, mereka mendengar suara pintu dipukul dengan keras.

"Verdi, buka pintunya! Verdi, dasar binatang! Cepat lepaskan menantu perempuanku!"

Keributan di luar membuat Sonia kaget dan wajahnya berubah menjadi pucat pasi.

Wanita itu adalah ibu Tonny, calon mertuanya!

Dia telah mengatur agar Sonia berada di tempat tidur Verdi dan sekarang dia menuduh Sonia berselingkuh!

Sonia merasa malu dan tidak tahu bagaimana menangani masalah ini.

Kemudian, dia menyadari tangan ramping seorang pria muncul di hadapannya. Verdi menggenggam tangannya dengan erat, sehingga memberikan rasa aman yang tidak terduga.

Suaranya yang dalam dan serak mampu menenangkan Sonia. "Jangan khawatir, Sonia. Aku akan menangani semuanya."

Tidak lama kemudian, Verdi melepaskan tangan Sonia, lalu memindahkan kursi rodanya ke tempat tidur dan mulai merapikan seprai yang berantakan.

Melihat noda berwarna merah tua di seprai, mata Verdi berubah menjadi suram dan dia secara diam-diam menutupi noda itu dengan selimut.

Sonia merasa sedih ketika menyaksikan Verdi merapikan tempat tidur.

Anehnya, hanya Verdi yang menjaga harga dirinya.

Pintu kamar akhirnya terbuka.

Ibu Tonny, Vicky Murtala, menyerbu masuk dari luar.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku