Perempuan Gila Itu Istriku Tercinta
rga. Dia punya rumah bertingkat, yang artinya dia itu cukup kaya (di Desa Gunung Ayu, jika rumahmu b
ntuk uang tip. Aku sangat berterima kasih dan seringkali aku menolak uang dan barang-barang yang ingin ia berikan, tetapi ia memaksa, jadi aku tak punya pilihan lain selain menerimanya. Kemudi
sebuah cincin di tangannya. Kemudian mengungkapkan perasaan cinta pada
. Bahkan, jika kau mau, aku akan menceraikan Melda untukmu. Demi kau dan kecantikanmu,
ri untuk merasakan detaknya. Aku tidak pernah mau menikahi atau bahkan sekedar mendekati pria yang telah beristri, apalagi pria itu sudah punya anak dan ia seusi
arnya ia mengusap bibirku. Ku Tepis tangannya, tetapi ia malah mencengkram tanganku. Dan tatapan matanya mulai terlihat menyeramkan. Kemurtanya kenapa aku mukaku pucat dan aku kelihatannya hendak menangis. Aku berbohong padanya. Kukatakan bahwa aku tak sengaja mero
tang marah-marah dan membuat ribut. Dia mengamuk dan mengumpat segal
akan bahwa suaminya menyimpan banyak foto-fotoku di rumahnya. Katanya, suaminya juga marah besar kemarin dan ingin menceraikannya de
Manusia seperti kau itu cocoknya
indak kejahatan yang tidak termaafkan dan paling dibenci warga desa ini, selain mencuri dan membegal tentunya. Dan mereka tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi pun ikut marah padaku. Mer
arah. Kemudian, tanpa ampun para warga membakar pria itu hidup-hidup. Teriakan sakitnya, saat ia memohon ampun, dan saat ia berguling-guling ke tanah untuk memadamkan api di tubuhnya, semua itu masih segar di ingatanku. Ia kemudian mati terbakar. Beberapa hari berik
ak dan meronta-ronta, tetapi tenagaku kalah kuat dengan mereka. Tak ada yang menunjukkan belas kasihan padaku. Pada akhirnya, mereka berhasil menelanjangiku di depan umum. Di depan semua orang, denga
warga yang datang menonton. Mereka mengerumuni kami seperti mengerumuni tukang obat di pasar saat minggu pagi. Lalu, tanpa ampun para wanita itu mulai memukuliku. Mereka menendang tubuhku dan memukulnya dengan ranting kayu dan benda-b
para lelaki, lebih banyak tertawa cekikikan. Bahkan, bibi maupun Anggi, keluargaku sendiri, juga tak menol
a di rumah sakit. Bibi dan Anggi ada di sini menemaniku. Dari mereka, aku mengetahui bahwa keributan itu baru berhenti setelah polisi datang melera
a dan aku mendapatkan banyak dukungan dari orang-orang dermawan. Baik dukungan finansial dan dukungan emosional. Saat itu, Lukaku cukup parah. Wajahku banyak terluka hingga dibalut. Bibir atas ku robek. Jari kelingking dan tulang rusukku ada yang p