TOXIC MARRIAGE
ah sofa yang empuk. Lantas ia berlutut di depan kaki laki-laki itu. Jari-jari wani
ih berusaha menepis di saat hasrat lelakin
resleting Dennis. Hanya tingga selapis lagi untuk menemukan 'rokok' laki-laki itu. Kepala wanita itu menengadah pada Dennis. "Lihat! Kau
erus mengeluarkan umpatan di sela-sela desahan yang mulai ke luar dari mulutnya. S
am cahaya remang-remang itu, wajah wanita tersebut kian terasa membius. Dennis sudah mulai mengabaikan logikanya yang masih sibuk berperang. Tahun itu usianya akan genap tiga puluh tahun, itu akan menjadi pertama kalinya ia berhubungan badan deng
ang membuat gerakan seperti sedang menunggangi kuda. Tak tanggung-tanggung, ia seperti menunggangi kuda dalam pacu
entang di sofa sambil turut mengatur napas juga. Setelah beberapa menit mereka habiskan untuk m
rus aku kubayarkan u
an Dennis. "Apa aku terlihat seperti seorang w
lantas apa tujuanmu mel
a itu manggut-manggut saat melihat nama di kartu identitas milik Dennis. "Kau tahu Tuan, tempat ini adalah tempat hiburan. Kalau kau di sini membawa kesedihanmu dan pulang dengan membawa kesedihan yang sama, maka tempat ini gagal disebut sebagai tempat hiburan. Aku sudah memerhatikanmu
r-benar aneh, bahkan dari awal ia mendekati Dennis lagi, ditambah lagi
gsung menggele
kau?" tanya
annya, wanita itu berkata, "Aku
ertarik untuk menjabatnya, karena sebenarnya Dennis lebih t
Tama
ruangan itu dan langsun
itunggu di luar," uc
nar-benar meninggalkan ruangan itu, Dennis memanggil namanya, seh
asih," uc
ih baik dari sebelu
epalanya. "Ya, aku mer
tersebut. Sementara Dennis mulai merapikan kemeja dan celananya kembali. Ia juga
amara sedang berjoget di belakang alat musik DJ. Dari sanalah Dennis mulai tahu bahwa Tamara adalah seora
*
iit
ki yang terdengar patah-patah. Pukul dua dini hari, Sherina belum tidur, hanya berbaring saja di
ingin saat mencium aroma alkoho
rinya itu. Perdebatan tadi siang m
an sebotol untukku?
erlu alkohol. Karena kau tak butuh mabuk, justru kau butuh kesadara
aku keguguran untuk pertama kalinya, kau mendekapku dengan begitu erat. Kau juga memintaku untuk berhenti menyalahkan diri sendiri. Kau bilang, semua itu adalah kehen
ah memberikanmu kesempatan pertama, kedua, dan ketiga. Tapi kau tidak memberi satu pun kesempatan padaku.
ap kalimat yang baru ke luar dari mulut Dennis. Ingin rasanya ia menamp
r di ruang tamu. Saat itulah tangis Sherina pecah kembali, dua tahun pernikahannya, it