Penantian
tap kami satu per satu. Kami semua menatap Mb
k kamu tanpa suami, bagus kamu–" Mbak Hanyk menjeda uca
Mas Rusdi, anak Bude Marni?"
ahal udah sebelas tahun menikah. Kalau nggak salah, mereka pengen
ubungannya sama aku apa?
lemot banget sih, Win!"
ak pulang-pulang, gitu kan? Jadi, daripada kamu pusing nanti nggak ada jagain anakmu, mending kamu ka
a dadaku habis di pukul pakai palu godam. Sakit sekali rasanya. Ingin ku tampar rasanya mulut M
mendukung istrinya yang kelebihan berat badan itu. Aku makin terisak, tidak pernah ku duga keluarga suamiku sepicik ini. Aku k
ngan. Bahkan biaya lahiran kamu pasti mereka tanggung, Win. Dan setelah itu kamu bebas, cari kerja ngg
tidak akan seberat ini. Andai mereka masih ada, pasti mereka akan membantuku. Pasti aku masih punya
kenapa kalian tinggalkan aku sendirian disini? Tolong aku, Bu, Yah! Aku butu
terus di ucapkan Mbak Hanyk. Terlalu bodoh aku ka
Tri berteriak pada Mbak Hanyk. Entah apa yang d
asih solusi yang nggak masuk akal! Dasar gil*! Nggak pun
ng!" Mbak Tri me
k situ yang marah!" Sepertinya Mbak Hanyk tidak terima Mbak Tri mengaj
a orang!" Emosi Mbak Tri, aku masih menangis dalam diam, air mataku terus bercucuran. A
hat anak Mbak Hanyk yang berumur empat tahun, di halaman rumahnya saat kami mau masuk ke dalam mobil, sepertinya anak itu
buk dengan pikiran kami masing-masing, tidak ada yang bicara. Hanya isa
ang gil* itu." Mbak Tri menenangkanku. Mungkin ia t
akan bantu kamu." ucap Mbak Tri makin membuatku terisak. Bagaimana mungkin
i di rumah orang tua Mbak Tri. Setelah mengembalikan mobil bapak Mbak Tri, kami langsung pulang denga
makan, minum aja nggak di kasih." tanya Mbak Tri ketika kami sudah sampai
t, aku masak dulu tadi." Tanpa menunggu jawabanku,
bku, berusaha melepaskan pegangan Mbak Tri. Namun Mbak Tri t
ring-piring kotor, bekas kami makan, aku langsung pulang. A
kasur yang dilapisi sprei warna ungu itu. Sambil berbaring, aku aktifkan layar ponselku lalu ku buka aplikasi berwarna hijau. Aku k
kan hati, kalau semua pasti ada jalan keluar. Tapi bukannya tenang, hatiku malah semakin kalut. Pikiranku semak
mana? Kemana aku harus mencari suamiku? Bagaimana dengan anak
*
kamu kalau kamu sedih-sedih terus." ujar Mbak Tri ketika kami bertemu di dep
awaannya ceria nggak suka murung." tiba-tiba Bu Fatma tetangga sebelah rumah Mbak Tri
ya, bareng yuk!
Win? Ikut yuk, biar nggak
mata bengkak gini. Lagian masih ada stok
alu menyalakan tv, seperti biasa pagi-pagi siaran tv selalu menyuguhkan
intas dipikiranku untuk membalas perbuatan Mas Roby yang sampai kini belum ada kabar. Sebelum dia pergi, sepertinya dia memang su
lambat laun terangkat. Tapi aku kasih pada siapa anak ini? Tentu saja bukan Mas Rusdi orangnya. Aku tahu suatu saat Mas Roby pasti akan kembali, dia past
rnah bisa bertemu anakmu! Itu a