Warisan Rahasia Ayahku
lnya lama. Pesan dari Dari
u jam tujuh malam.
jukkan pukul enam
tapi karena campuran rasa jengkel, malusa mungkin dari Darian. Ia bahkan menghindari shift bersamaan, menolak undangan rapat
tak ada temp
a sembab itu tak bisa berbohong. Begadang, stres, dan tekanan dari gos
ofesional," g
langi, seolah ma
koridor yang mulai sepi. Beberapa suster menunduk sopan saat ia lewat, tapi tat
itu penyebab direktur
h ribut besar. Tapi ada juga
ah, janga
sip, tapi tetap saja setiap kata menusuk telinganya. Rasanya seperti hidu
nusia yang benar-benar tinggal di sana. Lampu putih terang menyinari meja besar dari ka
mengetu
berat itu terde
kan kemeja hitam dengan lengan tergulung hingga siku. Bayangan cahaya sen
nya tanpa menoleh. "Ka
ng, tapi tidak ada
"Anda bilang ingin bic
ot mata yang tak bisa Ravina tebak. Antara
lalu meletakkan sebu
datar. "Ada banyak keluhan dari pasien, dan bebe
gus pelan. "T
rang dokter tak seharusnya membiarkan m
vina menegang. Ia menatap balik, beru
ngin bicara s
oal itu," potong Darian cep
Hening, kecuali suara napas me
. "Baik. Kalau begitu saya akan m
ama. "Kau berencana
aannya
alu menggeleng. "Saya tida
ag
a. "Karena aku tidak suka dokter yang menjadikan rasa kasihan sebagai
"Anda pikir saya bertahan karena kasi
Darian. "Aku pikir karena ka
darah Ravina berdes
nang. "Malam itu-kau
i tegas. "Saya datang untuk berbicara soal pekerjaan,
uatu di matanya - semacam amarah yang tertahan, ber
p lama, seolah menantang si
nnya. Ia berjalan ke arah jendela, m
l. Mulai minggu depan, kau akan jadi koordinator ti
membeku
den
a tahu saya sudah kewalahan dengan pasien anak-anak dan pe
kau tak mampu, bilang saja. Tapi jangan bun
? Dari awal Anda datang ke rumah sakit ini, Anda selalu meni
tu!" suara Darian meninggi. "Tanpa nama Pratama
itu sepert
aya. "Anda tidak tahu apa-
tahu terlalu bany
ngan itu kem
ada rahasia besar di baliknya. Tapi ia memilih tak menanyakan lebih. Ia
carakan, saya pamit," katanya akhirnya
empat keluar, suar
vin
erhe
yesal mempercayaimu,
gan mata yang mulai berkaca. "Anda tida
rtutup pelan
malam menusuk tulang, tapi pikirannya lebih dingin dari apapun. Ia berhent
a pelan. "Satu malam, dan h
ahanan - pria yang dulu selalu tampa
a yang selalu menangis dia
a sia-sia. Gelar dokter, reputasi, dedikasi - semua tak berarti di
itambah dengan ba
am naas itu - malam yang seharusnya tak pernah terjadi. Malam
mbuatnya kehi
ini terus me
mam Ravina. "Kenapa buka
enal dengan tekanan tinggi. Setiap detik berarti hidup dan mati. Dan tentu saja, Darian sering mu
ina melakukan kesal
ekerja keras, bahkan lebih dari biasanya.
lamatkan seorang pasien kecelakaan berat
katanya tanpa ekspre
angguk keci
npa pujian,
sesuatu di matanya - semacam rasa
mereka tak membaik, tap
in, dan Ravina membalas dengan dingin. Tapi di balik itu semua, ada sesuatu yang tak bis
irian di ruang rekam medis. Lampu mulai redup,
ni?" suara D
t terkejut. "Masih ada d
lu berjalan masuk. Ia berdiri di sa
a perlahan. "Kau sudah bekerj
enyum tipis
wab. Tapi matany
ni
antara me
rbisik, "Kita tidak bisa
i kita juga tak bisa berpura-pur
a memerah. "Kau pikir aku
coba membenci, padahal yang kau takutkan... adalah k
a mem
yaris bergetar. "Aku tida
aih mapnya, lal
tangan Darian menahan pergelangan tang
ak. "Aku juga tidak ingi
u, ada ribuan kata yang tak terucap. Antara dend
perlahan. "Terlambat un
galkan Darian berdiri sendiri d
a itu tah
g terjadi m
al dari sesuatu yang