Terjerat Gairah Terlarang
amu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Rumah terasa sepi, lampu-lampu
ekat, menemukan seorang perempuan berdiri di depan wastafel, mencuci tangan dengan gerakan
a mendekat dan memeluk pe
h bangun?" bi
rempuan itu berbalik, dan seketika wajahnya ters
i terdengar pelan, na
ung. "Rani? Maaf... aku pikir kamu..." Ucapannya menggantu
ya ikut bersemu. Suasana jadi canggung. Keduanya hanya berdiri di
berkata apa. Situasi ini terlalu aneh,
m-malam?" tanyanya akhirnya,
nnya dengan lap kain. "Tadi aku haus, M
pandangannya ke wastafel, ke gelas di tangan Rani, ke mana saja selain ke adik iparnya itu.
ak udah tidur dari tadi," tanya Rani, nada su
lesaikan." Dia melirik pintu kamar di ujung lorong. "Istriku
pek juga. Tapi, Mas... tadi peluk aku k
petir di malam tenang. "Aku-aku kira kamu istri
atanya yang sulit diterjemahkan. "Mas Arga, kalau aku bilang aku enggak k
munculkan rasa bersalah yang dalam. Dia tidak tahu harus menjawab
jawabnya akhirnya, suaranya pelan namun tegas.
nyum getir. "Aku tahu, Ma
perasaan kacau yang sulit dijelaskan. Dia hanya bisa berdiri di sana, menatap bayangan adik ip
sambil menatap langit-langit kamar. Wajah Rani terus muncul di ben
enggak keberatan tad
rusnya ada. Arga menggigit bibirnya, mencoba mengusir pikiran itu. Dia menoleh ke is
gung. Rani sedang menyiapkan sarapan, sementara ist
Rani lembut, meletakkan
knya, mencoba bersik
sesuatu-seperti aliran listrik yang membuatnya mendadak salah tingkah.
erkata santai, "Rani itu perhatian banget, ya? Untung ada d
sakan tatapan lembut dari adik iparnya itu. Ada sesuatu di antara mereka-sesua
n ponselnya, Rani berbisik pelan
aku ya, kalau ucapanku b
buru-buru menunduk. "Enggak
anlah hal yang mudah. Apalagi ketika mer
an cermin ketika Ayu, istrinya, masuk
ari ini, dia bakal tinggal di sini," ujar
natap Ayu melalui pantulan cermin de
lihat dia. Dia kan lagi butuh tempat tinggal sementara, apalagi sekarang
pi. "Tapi kenapa enggak ngomong dulu sama aku? Ini rumah ki
al masalah. Dia adikku sendiri, Mas. Lagi pula,
ta yang tepat. "Bukan soal it
ek. Tapi, tolong ngerti ya, Rani itu enggak punya tempat lain. Lagian,
kejadian di dapur malam itu, ia merasa hubungan mereka jadi canggung. Da
s, tenang aja. Rani enggak bakal merep
ar dari kamar. Dia terduduk di tepi ranjang, menatap d
a ia akan menjalani hari-hari dengan Rani berada begitu dekat, sementara i