RAHASIA DI BALIK TATAPAN
, dan jarang mengajaknya berbicara seperti dulu. Semakin hari, semakin terasa ada yang hilang di antara mereka. Tatapan Damar yang biasany
n tatapan yang seolah menembus layar, Sinta d
melamun. Ada yang lagi kamu piki
"Eh, nggak, kok, Sayang. Cuma lagi banyak urusan kerjaan saja," jawa
ya? Kita ini tim, ingat?" Sinta mencoba te
uk tidak terlihat gugup. "Aku baik-baik
dan ada yang berubah dalam sikap Damar, sesuatu yang tak bisa ia sentuh atau pahami. Tak ingi
nar-benar kusut. Kehadiran Aira dalam hidupnya kembali telah mengacaukan semua yang selama ini ia bangun bersama Sinta. Bayangan pert
ang kosong ke arah cermin. Ia menatap wajahnya yang le
ggak pernah begini
reka bangun selama bertahun-tahun pernikahan kini terasa begitu rapuh. Ia berbaring, menatap langit-langit kamar dengan perasa
ya, ia tahu bahwa Sinta mulai merasakan perubahan sikapnya, namun ia sendiri belum bisa memecahkan kebingungan
ersiap berangkat kerja, Sinta
u kita makan malam berdua, seperti dulu?" usul Sinta
tipis. "Iya, Sayang. Malam ini kit
ang tak beres. Sementara itu, Damar meninggalkan rumah dengan pikiran yang masi
ponselnya di meja, sebuah pesan
Damar. Jangan lupakan siapa yang pe
knya ke masa lalu. Namun, ia tahu bahwa saat kembali ke rumah malam ini, ia harus mencoba memata
u juga tatapan Sinta yang tampak terluka dan ragu. Malam ini adalah kesempatan untuk menebus sikap dinginnya akhir-ak
rapi. Lampu redup di ruang makan, lilin menyala di tengah meja, dan aroma masakan kesukaa
apkan semuanya, ya," ucap
"Aku ingin kita punya waktu khusus, Mas.
gobrol tentang hal-hal ringan, tetapi Damar merasakan sesuatu yang mengganjal dalam kata-katanya
saat berbicara tentang hal-hal sepele, ia memberanikan dir
da yang hilang di antara kita?" Sinta bertan
ada sesuatu yang menghalanginya. Apakah mungkin Sinta akan mengerti tentang kebingungannya? Tentan
mar akhirnya, memilih kata-kata dengan hati-hati. "Aku memang seda
enggenang di matanya. "Aku hanya ingin tahu ka
abannya, tetapi sejujurnya, dia tak yakin akan perasaannya sendiri. Rasa bersalah yang
cintaimu," jawabnya, meski terdenga
tampak jelas di matanya. "Kalau begitu, kita bisa berusaha
an berat yang belum terlepaskan. "Kit
ng dipaksakan, tetapi keduanya tahu bahwa
n perasaan tak menentu. Dalam sekejap, pikirannya kembali ke Aira, pada tatapan yang dulu membuatnya merasa hidup, yang kini kembali mengusik k
enti merindukan akan selal
. Di satu sisi, ia memiliki rumah tangga yang harus ia pertahankan bersama Sinta, sementara di sisi lain, ada hasrat lama yang perlahan kembali membara
ambu