DUA WAJAH DI BALIK CINTA
yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Sejak beberapa waktu terakhir, ada perubahan kecil namun terasa signifikan dalam sikap Arga. Pria yang
iknya pada dirinya sendiri, sua
yi, sebuah pesan
ini. Ada urusan di kantor yang harus seg
kali alasan serupa terlontar dari mulut Arga? Dia merasa seperti terus
nyakan kejujuran Arga. Di balik tatapan dan perhatian yang selalu ia dapatkan dari Arga, Melati mul
ebar kencang, bukan karena antisipasi pertemuan, tapi karena keraguan yang mulai menggerogo
duduk. Ia tampak canggung, seolah-ol
mungkin tersembunyi di balik sorot matanya. "Arga, belak
encoba tersenyum, meski senyum itu tidak sepenuhnya tulus. "Iya,
bukan cuma itu kan? Aku bisa merasakan ada yang berubah. Kamu sepert
ng selama ini ia tutupi mulai retak, dan Melati mulai mencium adanya rahasia lain dala
n, meski hatinya tahu bahwa kata-katanya jauh dari ke
luka. "Kamu pikir aku nggak bisa merasakan? Aku bukan anak kecil, Ar
an Melati yang sudah berjalan begitu jauh, tapi juga pernikahannya dengan Rina yang tak
akan marah kalau kamu jujur. Tapi aku nggak bisa terus hidup dalam kebohongan. K
a bertemu, rasa bersalah semakin membesar, seperti bayangan gelap yang menutupi hati. T
mbah beban di dadanya. Tanpa pikir panjang, ia langsung mematikan panggilan tersebut, berharap Melati tid
ti, meski sebenarnya ia
. "Hanya rekan kerja. Aku na
sar dari sekadar 'rekan kerja'. Mungkin, selama ini Arga bukan hanya menyembunyikan rahasi
aan yang campur aduk. Dia tahu bahwa Arga menyembunyikan sesuatu, dan jika te
cari tahu. Jika Arga tidak akan jujur pada
pa hal yang aneh. Setelah beberapa kali scroll, sebuah foto muncul di timeline-Arga, dengan seorang wanita yang tampak bahagia di sebela
ersama, s
asa perutnya mual.
hangatan yang selama ini ia rasakan bersama Arga mendadak berubah menjadi rasa sakit y
mata yang berkaca-kaca. "Jadi... ini y
ahu, bahwa Arga bukan hanya miliknya. Dan lebih dari itu, ia telah dibohongi
a ponselnya berbunyi. Pesan dari M
rus bicar
kalimat tersebut sudah cukup membuatnya tahu bahwa Melati mulai curiga, mungkin bahkan lebih
n dengan wajah ceria. "Sayang, kamu pulang
mengangguk. "Iya, kerjaan
ntang Melati dan pesan singkat yang baru ia terima. Bagaimana jika Melati sudah tahu segalanya? Bagaimana jika
engan alis yang sedikit terangkat. "Kamu kenap
rlalu banyak melamun. "Oh, nggak. Cum
aya tetapi tidak ingin memaksa. "Kalau ada
ngangguk. "Iy
tahan lama. Tidak dengan Melati yang sudah curiga, dan tidak dengan diriny
mbaca kembali pesan dari Melati. Dia tahu, pertemuan ini tidak akan mudah. Namun, s
berat, Arga me
Kita ketemu di
perasaan gelisah. Tak lama kemu
n sampai ng
n menjadi malam yang menentukan. Ia harus memikirkan bagaimana menjelas
menyelimuti dirinya. Arga masuk ke dalam kafe, dan di sudut ruangan, ia melihat Melati sudah duduk dengan wajah yang tak t
ebelum akhirnya Melati berbicara, dan suaranya terdengar lebih tenang dar
nya berdetak semakin kencan
jelasin, Arga. Aku sudah tahu semuanya." Suaranya tetap tenang, tapi ada kekuata
ia takuti, saat di mana semua kebohongannya mulai terungkap. "Apa yan
ihatnya semalam-foto Arga bersama Rina, dengan senyuman bah
ama ini ia buat terasa hancur dalam hitungan detik. "Melati, aelasin, Arga. Aku hanya ingin tahu satu hal." Ia menatap Arga dalam-dalam, berharap setid
akan pernah cukup. "Aku... aku nggak mau kehilangan kamu," jawabnya dengan
pikir dengan berbohong, semuanya akan baik-baik saja? Kamu pikir aku a
a, mencoba menenangkan perasaannya yang bergejo
bergetar. "Kamu bikin aku percaya kalau kamu tulus sama aku. Dan sekarang, a
ahu bahwa kebohongannya telah melukai Me
"Aku cuma ingin tahu satu hal, Arga. Apa kamu pernah
rluka seperti ini. "Aku... aku sayang sama kam
k akan pernah bohong dari awal." Dia bangkit dari kursinya, menyeka air mata yang
tetapi tak ada kata-kata yang mampu memperbaiki situasi in
ari bahwa kebohongan yang selama ini ia bangun mulai
ambu