BITTER MEMORIES
mpai disini?" tanya Allison pada
ak seharusnya dipusingkan." Jawab Deon yang dari tadi
tak di meja dengan hening, seakan menjadi saksi bisu akan retaknya hubungan kedua saudara ini. Allison berpikir entah sejak kapan kakaknya berubah. Menjadi acuh tak acuh atau bahkan tak peduli
layan yang tiba-tiba muncul memaksa Allison untuk berpura-pura s
ison dengan wajah yang dipak
hanya sekedar bercanda padanya seperti yang biasa dia lakukan di tempat kenangan mereka ini. Dengan tetap berusaha menguatkan diri, Allison tetap tersenyum dan mencoba menikmati hidangannya,meski hanya gamb
llison mencairkan kebekuan di meja mereka, setelah
ab Deon dengan emosi
ng tidak akan meninggalkan aku? Mana kakak yang selalu menjagaku ? Mana kakak yang selalu menyayangiku ? Sekarang saja kau enggan hanya untuk berbincang denganku ! Apa salahku ?! Apa aku masih kur
dak tahu bagaimana cara mengobatinya. Hanya rasa marah, kes
eka selama belasan tahun. Dari Allison masih m3nginjak tingkat dasar di sekolahnya sampai sekarang dia sudah berusia 20 tahun lebih, sudah cukup untuk dibilang restoran legenda. Dan itu juga yang menyebabkan Deon merasa malu akan tingkah laku adiknya yang seenaknya, menghancurkan imagenya depan orang- orang yang melihat dia sangat kharismatik, sempurna, tanpa cela, punya kebaikan hati yang
makananmu." Jawab Deon
kejam padaku ? Apa salahku ? Jika bisa memilih pun, aku tak pernah mau jadi adik palsumu !
dia sama sekali tidak merasa bersalah atau berubah pada adikn
apa yang ku inginkan ? Aku sudah tidak mau makan, kau habiskan saja." Ucap Allison sambil memindahkan mangkok
memakai jaketnya dan pergi membay
ut menyahut, suara sirine ambulance yang mungkin sudah berdenging di telinganya, karena hari ini ada sekitar 10 mobil ambulan dan mobil jenazah lewat tepat di depan Allison. Ataupun suara p
yi di kafe saja ?' Pikir Allison yang beranjak keman
pada Allison yang sedar
nya ingin merasakan sejuknya angin jalanan." Jawab All
Jawab Deon dengan suara pelan masih menaha
or tanpa mengucapkan satu patah kata pun, berharap Deon mengatakan sesuatu meski itu hanya ucapan selamat tinggal. Nihil, bahkan melihat dirinya pun Deon sudah enggan, menunggu Allison turun, dapat menginjak tanah dengan benar dan langsung tancap gas, tanpa memikirkan Allison sedikitpun.
engan lembut dengan meneteskan air ma