Niat Menyamar Malah Dilamar
ompor gas," ucapku kemudian menu
dengan memiringkan kepala dia bertanya, "Selama ini
milin ujung baju kaos,
pikir. Mengerti?" ucapnya saat itu. "Jangan bersikap seperti sekarang. Posisikan menjadi orang yang tida
an aku. Belum tahu d
r dan kompor sumbu. Sa-saya takut dengan kompor gas, takut meleda
a hanya memandangku. Apa akt
ngagetkanku, aku menatapny
sudah akan pindah ke Mars, eh kamu masih takut komp
ik sedikit ujung bibi
ernah terjadi ledakan kompor gas di rumah. Aku mengerti, ini karena keboc
akan kompor induksi--kompor energi elektromagnetik--cukup
a, kemudian mendahuluiku masuk ke
makan?" tanyanya
an pelengkap mi instan: sawi hijau, cabe kecil, bakso, dan sosis sapi. Aku beri keratan mem
kepadaku. Memang, aku tidak jago masak. Namun untuk penyajian makanan, lumayan bisa diandalkan.
tik
adi hening. Kesan manis begitu lekat pada la
lau makan, ada yang cantik gini, jadi semangat!" Kemudian
uf
rsamaan kami tadi. Sesaat, aku lup
rusak renca
ng menyebutku ganjen. Pembantu ya
genit, ya, bukan g
ah salah bersama, kami memulai aktifitas. Bik Ningsih
sak tadi malam. Aku jawab saja, Den Langit yang
to, tertata rapi di atas meja panjang. Beberapa, ada foto hitam
eng duduk memangku bayi, diapit seorang laki-laki berkumis d
ent
lan. Yang satu berkumis tipis dan satunya lagi terlihat masih muda dan menawan. Mereka tertawa bersama,
ku in
gang pigura foto. Berarti, foto ini yang membu
gu di meja makan," ucap Den Langit mengagetkanku. Tiba-tiba saja dia ada di
amu Tut
tik,
gil kamu Tutik saja! Deng
an meninggalkannya. Aku berusaha
ku akan mengambil map warna merah, tetapi di meja ada tiga tersebut. Satu berisi berkas
i ketiganya akan dibawa. Semua
en. Tolong diperiksa. Apakah ini benar?
menatapku. "Saya tadi bilang apa? Kenapa kam
bunya baru saja datang dan duduk di depa
undukkan kepala menjelaskan alasanku. "Tadi Den Langit menyuruh meng
merasa, dia mulai mencurigai sesuatu. Kalau aku jelaskan,
gitu, saya s
rti dan bingung, dengan mengem
meraih tas berisi map tadi. Aku terkesiap,
lunak. Tangan satunya melepas tanganku, dan sekarang tas berada di
jahil ke Astuti. Kasihan dia!"
karena selalu membungkukkan badan. Sikap badan yang biasanya tegak, sem
ng" panggil Bulek Nings
ku sambil men
tan. Di ru
dak ada masalah. Aku kawatir, d
uduk di kursi sofa. Den Ajeng langsung menunjuk
n multi-multian itu, lo? Saya sudah
itu?" tanya Den Langit
k akal di pikiran mereka. Dengan begitu mereka
alun-alun. Saya baca promosi yang dipasang. Tulisannya tabungan multicurrency, katanya satu nomor tabu
paling sederhana, supaya tida
manya?" tany
a banknya, aku akan terkesan menggurui mereka. Tidak! Aku har
inum dan beranjak pergi. Begitu juga Den Ajeng, mengikuti Den
au aku ikut dia ke ban
u
umer service di bank itu. Sedangkan, aku
ng,
**