Cinta di Jalur Cepat
Patah Hati Mendatangkan Pria yang Tepat
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Ratu Tak Terbelenggu: Jangan Pernah Katakan Tidak
Suamiku Ternyata Adalah Bosku
Setelah Ditinggalkan, Aku Menjadi Spesialis Andrologi
Bekas Luka Ikatan yang Hancur
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Istri Pengganti: Menikahi CEO Miliarder
Baskara memeluknya, membuat wanita berambut cokelat itu semakin erat di dekapannya. Wajah rupawan pria itu sengaja ia benamkan ke leher jenjang sang kekasih yang juga telah melingkarkan tangan di pinggang Baskara, membalas pelukannya.
Setelah berbagi kehangatan selama beberapa saat, perlahan ia memundurkan wajah untuk kembali menatapnya yang terlihat sedih. Suasana di antara mereka sedang runyam kini.
Apalagi kalau bukan tentang masalah perjodohan yang akan memisahkan hubungan mereka berdua.
Mata hazel milik wanita itu berkaca-kaca, menatap lurus obsidian sekelam malam yang juga menatapnya.
"Bas, apa kamu bisa memegang semua janjimu padaku?"
"Aku berjanji, Sayang." Pria berkulit putih itu mengangguk pelan. "Sudah kukatakan berapa kali padamu?" Ia memberi jeda. Nadanya serius. "Aku tidak akan pernah menyentuhnya walaupun sudah terikat hubungan sakral seperti pernikahan."
Jujur, perasaan lega menjalar di dada Viona ketika mendengar pernyataan tadi. Namun ia tetap merasakan ada sebuah hal yang mengganjal.
"Tapi tidak mungkin kau tetap enggan menyentuhnya, Sayang. Dia akan menjadi istri sah yang selalu ada di sisimu," Lirihnya sambil menunduk menyembunyikan kesedihan yang mendalam. "Lagi pula untuk saat ini, aku memang kekasihmu. Tapi setelah kau benar-benar menikahinya, dengan otomatis statusku akan berubah juga sebagai kekasih gelap, kan?"
Baskara terdiam, perkataan Viona membuat dadanya terasa sesak.
"Aku tidak ingin dianggap sebagai pihak ketiga dari hubungan kalian."
Tiba-tiba saja jemari Baskara meraih dagu Viona, memaksanya untuk mempertemukan tatapan mata mereka. "Kau salah, Sayang. Dialah pihak ketiga dari hubungan kita."
Lalu secara perlahan ia pun mengeliminasi jarak dengan mempertemukan bibir tipisnya ke bibir Viona.
"Kuharap kamu akan terus seperti ini ...."
"Pasti." ucapnya meyakinkan Viona pun hatinya.
***
Di saat jarum jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, pintu rumah besar itu dibuka oleh seorang pria. Setelah masuk, ia menutup pintu dan mulai mencari saklar lampu yang berada di dinding.
Tapi sewaktu sinar cahaya sudah menerangi ruangan, tampaklah sebuah sosok berwajah tegas, persis sepertinya, namun lebih dewasa. Itu ayahnya. Dia duduk di sofa ruang tengah. Alisnya bertaut dan kedua tangannya terlipat rapi di dada.
Dia marah, dan Baskara tahu apa sebabnya.
"Dari mana saja kau?" suaranya berat seakan menggema ke seluruh ruangan, tapi Baskara Tidak menganggap suara itu ada.
"Sampai kapan kau akan bersamanya?"
"Ini bukan urusanmu." Ia kembali berjalan, tidak peduli dengan pertanyaan omong kosong yang terlontar. Sampai akhirnya ia terpaksa berhenti karena sudah ada lima orang berbadan tegap dan besar yang serentak menutupi jalannya menuju kamar.
Tentu saja mereka berani menghalangi Baskara, secara itu adalah sebuah perintah dari tuan rumah.
"Tentu saja itu ada hubungannya denganku, Baskara Adiputra!" Hardiknya keras.
Baskara mendengus kesal. Dengan terpaksa ia berbalik untuk menatap wajah Ayahnya.
"Ayah mau apa lagi?"
"Kuharap kau bisa mengakhiri hubunganmu bersama wanita itu ...." Ia memberi jeda untuk lebih menekankan kalimat selanjutnya. "Kau sudah dijodohkan."
Mendengar kalimat tadi, ia tertawa sinis. "Ayah menjualku bukan menjodohkanku."
"Apa?" Teno menggeram.
"Memangnya ada alasan lain? Aku tahu Ayah mau menjodohkanku dengan putri keluarga Soemarno hanya untuk meningkatkan kerja sama bisnis, kan?" Baskara tersenyum mengejek. "Dari pada aku yang dinikahkan, kenapa tidak Ayah saja yang menikahi putri dari sahabatmu itu?"
"Baskara! Dasar anak kurang ajar!" Mata Teno membulat, emosinya mulai naik ketika Baskara membalasnya dengan sebuah kalimat yang merupakan pukulan telak baginya, semua yang dikatakan oleh Baskara itu benar. Perjodohan ini bertujuan sebagai langkah awal dari kerja sama perusahaan Adiputra Group dan Soemarno Company yang akan menutupi kebangkrutan keluarga besarnya.
Pria yang sudah berumur setengah abad itu berdiri. Ia menghampiri putranya dengan telapak tangan yang siap melemparkan tamparan kencang, namun sebelum kejadian itu terjadi ke pipi Baskara, istrinya sudah keburu muncul dan menengahi. Ia menahan langkah Teno dan mengelus pelan bahu suaminya agar kembali tenang.
"Sayang ... tenanglah sedikit." Pintanya memohon, berusaha mencairkan suasana yang tegang itu.