Cinta yang Tersulut Kembali
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Jangan Main-Main Dengan Dia
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
Gairah Liar Pembantu Lugu
Cinta di Jalur Cepat
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Sang Pemuas
Suara riuh dari pengunjung yang berlalu lalang tidak mengalihkan pandanganku dari lelaki yang selalu membuatku jatuh cinta setiap harinya.
"Denan! Tolong bawakan aku segelas americano lagi," seruku dengan suara yang sedikit kunaikkan.
Aku Theresa Daniella. Beginilah kegiatanku setiap hari selepas pulang bekerja, mengunjungi coffee shop dimana tempat lelaki yang menjadi dambaan hatiku bekerja.
"Silahkan," ucap Denan sembari menyodorkan segelas americano pesananku. "Kamu nggak lupa ‘kan, ini udah gelas ke-3 yang kamu pesan?" lanjutnya yang kujawab dengan gelengan, seraya menyeruput pelan americano yang sudah kupesan.
Terdengar embusan napas lelah dari Denan, tentu saja aku tak mempedulikannya.
"Pulang Sa, ini sudah malam. Nggak baik perempuan pulang malam-malam."
Tuh, kalian bisa menilai ‘kan? Denan adalah tipe lelaki yang cuek tapi perhatian, hingga aku merasa dia juga menyukaiku. Tetapi, ah sudahlah! Emm wait, aku tak suka saat dia memanggilku dengan sebutan 'Sa'.
"Nggak! Aku masih ingin di sini. Lagian aku juga nggak ganggu pekerjaan kamu. Dan apa tadi, kamu manggil aku Sa? Nama aku Echa! Kita udah dekat, semua orang terdekatku harus memanggilku Echa!” titahku dengan tegas tanpa mempedulikan pandangan pengunjung cafe yang lain.
"Itu menurut kamu. Menurutku, aku hanya pelayan dan kamu pembeli. Kamu nggak lupa kan, kalo aku udah punya kekasih? Lelaki yang sudah memiliki kekasih, tidak baik jika berteman dekat dengan perempuan lain.”
Ya, Denan bukanlah lelaki single. Dia memiliki seorang kekasih bernama Ayana. Perempuan itu tentu saja berbeda jauh dibandingkan dengan diriku. Kekasih Denan masih berusia 19 tahun dan masih duduk di bangku perkuliahan semester awal.
"Ini sudah malam, Theresa," ucap Denan penuh penekanan. "Ayana nanti akan mengunjungiku, nggak enak kalo dia lihat kamu di sini.”
Aku tersenyum miring. Lagi-lagi Denan selalu mementingkan perasaan kekasih ingusannya itu. Hei! Aku yakin Denan tidak buta untuk melihat kelebihanku. Bahkan seujung kuku pun, kekasihnya itu tidak pantas dibandingkan dengan aku!
"Memang kenapa? Biar saja dia tau kalau aku lebih pantas untuk ada di sini dan menunggumu selesai bekerja.”
Terlihat bahwa Denan mengusap wajahnya kasar setelah mendengar pernyataan yang keluar dari mulutku.
"Terserah kamu aja. Aku harus kembali bekerja," ucapnya lalu meninggalkanku sendiri.
Aku mendengus kasar lalu kembali mendudukkan diriku. Sejujurnya aku mulai mengantuk. Kulirik arloji yang bertengger di tangan kiriku.
22.05
Sudah hampir 3 jam aku berada di sini. Tak apa, demi menunggu sang pujaan hati. Terkadang aku heran dengan diriku, jika ada hal yang kubenci di dunia ini jawabannya adalah 'menunggu'. Tapi entah kenapa, menunggu Denan adalah hal tercandu yang pernah kulakukan. Jarum jam terus berjalan, mataku semakin memberat bahkan untuk mengangkat kepala saja tidak kuat. Kutaruh kepalaku di atas lipatan kedua tanganku, lalu mulai memejamkan mata. Belum ada 10 menit, mataku kembali terbuka lebar. Aku mendongakkan kepalaku ke depan sana.
"Sialan!" desisku. Rasa kantuk menguap begitu saja entah ke mana setelah melihat kejadian menyebalkan yang membuat hatiku terbakar.
Di hadapanku sekarang, Denan dan Ayana mulai melempar senyum. Tentu saja senyum yang mengisyaratkan cinta. Entah sejak kapan gadis ingusan itu datang, perasaan aku baru saja memejamkan mata dan sekarang gadis ingusan itu sudah berada di sana dan menggoda calon suamiku?
Iya calon suami.
Karena aku benar-benar yakin akan menikah dengan Denan. Walaupun pria itu terus menolakku. Tapi bukan Theresa namanya jika langsung menyerah begitu saja.
Kurapikan rambutku yang berantakan, tak lupa merapikan blouse navy-ku yang mulai lusuh. Lalu kulangkahkan kakiku menuju ke arah mereka yang masih asik bercengkrama dibatasi oleh kaca di dekat kasir.
Ekhem.
Seketika Denan dan Ayana menghentikan obrolannya. Senyum di bibir mereka hilang, terlebih Ayana yang langsung mendongakkan kepalanya. Tentu saja gadis ingusan itu tahu bahwa aku mengincar kekasihnya itu. Bahkan aku pernah meminta Ayana untuk meninggalkan Denan dengan uang kompensasi 50 juta. Tapi memang gadis ingusan itu munafik, berlagak tidak butuh uang dan lebih memilih mempertahankan hubungannya dengan Denan.
"Ingin menambah pesanan? Atau ingin berpamitan pulang?" tanya Denan dengan nada yang datar. Cih! Saat bersama Ayana akan menggunakan nada lemah lembut nan alus. Tapi ketika berbicara kepadaku seperti kanebo kering.