Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
"Nyonya! Tuan sudah menunggu!” Bi Lastri mengeraskan suaranya setelah mengetuk pintu kamar. Di dalam kamar, Dara menarik napasnya perlahan, lalu membuang udara yang berdesakan di dalam dadanya dengan sedikit gusar. Sesaat kemudian, ia tampak terdiam dan melemparkan pandangannya jauh ke sebelah utara lewat jendela.
"Suruh makan duluan saja, bi! Aku mau tidur lagi. Aku masih ngantuk! Katakan padanya, ya!" Sahut Dara. Nadanya masih terdengar kesal, menahan geram dalam hati.
Mendengar nada bicara majikannya yang ketus seperti itu, bi Lastri hanya menganggukan kepala tanpa menjawab sepatah kata pun. Dalam hatinya bertanya seperti orang yang kebingungan, "tadi malam, tidak mendengar ada pertengkaran ... ada apa, ya?” bisik hatinya bertanya keheranan.
Rasa penasaran dalam hati, membuat bi Lastri berbincang dengan dirinya sendiri, "Mereka memiliki rumah besar dan mewah. Mobil masing-masing punya satu, isi rumah penuh dengan barang-barang mewah, masih saja ada pertengkaran? Apakah ada selisih paham? Cemburu? Hmm ... atau soal itu!? Iya benar, pasti soal itu. Namanya juga pengantin baru, mungkin benar soal itu,” sambung hati bi Lastri sembari tersenyum kecil dan menggaruk kepalanya, lalu sedetik kemudian ia tampak menggelengkan kepalanya pelan-pelan, dengan segera menepis segala pertanyaan dalam diri, lalu berjalan ke arah Guntur, -Suami Dara- bermaksud untuk menyampaikan pesan yang disampaikan dari Dara barusan.
Di teras halaman belakang rumah, Guntur tampak sedang duduk termangu menunggu istrinya dengan gelisah. Tatapan matanya menerawang kosong ke arah taman di halaman belakang rumahnya yang luas dan mewah.
"Maaf Tuan,” panggil bi Lastri pelan.
Guntur memutarkan kepalanya, lalu menatap ke arah bi Lastri dengan kurang semangat. Walaupun ia sudah menebak apa yang akan dikatakan oleh Bi Lastri, Guruh tetap melemparkan pertanyaannya, "iya, ada apa bi?" tanya Guntur.
"Kata Nyonya, Tuan makan saja duluan. Nyonya masih ngantuk, mau tidur lagi.” Ucap bi
Lastri hati-hati menyampaikan pesan yang dikatakan Dara kepadanya sembari menganggukkan kepala ke arah Guntur dengan penghormatan, walaupun Bi Lastri sudah dianggap keluarga sendiri, bi Lastri tetap selalu merasa segan kepada majikannya itu.
Guntur yang sedari tadi duduk termenung memikirkan kondisi dirinya yang melemah akhir-akhir ini, semakin terlihat lesu mendengar pesan itu. Ia seakan sudah tidak lagi mempunyai semangat hidup, menjalani hari demi hari dengan setumpuk kegelisahan dalam diri.
"Hmm, duluan?!” ketus Guntur.
”Iya, Tuan,” sahut bi Lastri menganggukkan kepala.
Guntur membuang napasnya kencang, seakan ingin melemparkan segala kekesalan hatinya jauh ke ujung sana, membuangnya lalu mengutuk diri sendiri yang tidak bisa memberikan nafkah batin
kepada istrinya semenjak mereka menikah 3 bulan yang lalu. Lalu sedetik kemudian, ia tampak
menegakan punggungnya, berusaha untuk bersikap normal, seolah semuanya baik-baik saja. Guntur tidak ingin assisten rumah tangganya yang sudah ikut dengan keluarganya semenjak ia kecil itu bertanya-tanya dalam hati tentang masalah yang menimpa rumah tangganya.
Guntur pasti akan merasa malu jika bi Lastri mengetahui masalah yang sebenarnya terjadi di dalam rumah tangganya yang baru seumur jagung itu. Harga dirinya sebagai lelaki dipertaruhkan.
"Baiklah Bi, terima kasih. Kerjakan saja dulu pekerjaan lain, ya! Nanti, biar saya sarapan sendiri.” ucap Guntur akhirnya pasrah.