Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Max remaja terlihat masih bergelung dengan selimutnya, matanya masih terpejam seraya mendengkur kecil dan ia terlihat sangat begitu pulas akibat mabuk semalam yang telah di lakukannya. Sementara si wanita yang berada di sampingnya terlihat begitu sibuk memotret dirinya bersama Max dengan begitu intim. Seolah mereka berdua sedang menunjukan sisi mesra layaknya pasangan baru yang sama-sama larut dalam kepuasan cinta semalam.
Wanita itu bernama Laura, ia tersenyum puas setelah ia melihat kembali beberapa potret yang telah ia ambil dari ponselnya.
Suara menggeliat terdengar, Laura pun kembali meletakan ponselnya di atas nakas. Kemudian ia pun langsung memeluk Max yang tampaknya sudah terbangun dari tidurnya.
"Ah, sayang. Apa kau sudah bangun?" sambut Laura seraya mengelus-elus rahang Max dan ia mengerang.
Max tersenyum lalu mengecup bibir Laura sekilas. "Apa kau bangun lebih dulu?" tanyanya dengan suara yang masih serak.
Laura mengangguk. "Selisih lima menit darimu, aku bangun lebih awal, apa kau puas semalam?" tanya Laura dengan nada menggoda.
Max mengangguk, tentu saja ia mengangguk karena cinta semalam yang telah mereka lakukan berhasil sampai lima ronde dalam waktu satu jam tanpa jeda sedikitpun.
"Ya, aku sudah menduganya." Laura terkekeh kecil.
Max pun terbangun dari posisinya lalu bersandar di headboard sementara Laura semakin mengeratkan pelukannya seraya membelai dada telanjang Max dengan sentuhan seringan bulu.
"Aku tak percaya kita benar-benar melakukannya, Max. Banyak hal yang aku takuti setelah kita bercinta seperti ini." ungkap Laura dengan kepala menengadah.
"Apa yang kau takuti, hm?" tanya Max dengan suara beratnya seraya menatap Laura serius.
"Aku takut benihmu tumbuh di rahimku, Max. Dan kau akan meninggalkanku," lirih Laura terlihat muram.
Max menatap Laura seraya tersenyum kecil. "No, aku sama sekali tidak punya pikiran semacam itu. Aku berhubungan denganmu karena aku memiliki perasaan padamu, It is impossible for me to play with your love, while you are a woman who can satisfy me in bed." Max berkata seraya membelai rambut Laura dengan lembut.
Kata-kata semacam itu memang terdengar buaya, tapi percayalah Max memang serius mengatakannya.
"Well, jika aku hamil apa kau mau menikahiku?" tanya Laura ragu.
Max terdiam untuk sesaat sebelum akhirnya ia mengulas senyum untuk menyakinkan Laura.
"Aku akan bertanggung jawab atas apa yang telah aku lakukan padamu, karena aku mencintaimu." ikrar Max lalu mengecup puncak rambut Laura dengan sayang, sementara Laura terlihat senang mendengar apa yang baru saja Max katakan.
"Pinky promise?" Laura mengulurkan jari kelingking kearah Max, Max tersenyum kecik lalu ia pun ikut mengulurkan jari kelingking dan akhirnya mereka berdua pun saling mengaitkan jari kelingking itu sambil mengikrarkan sebuah janji.
"I'm promise," setuju Max seraya tersenyum lebar, sementara Laura menatap Max dengan binar mata cemerlang.
Setelah itu Laura pun semakin mengeratkan pelukannya pada Max dengan rasa sayang yang telah membuncah untuknya.
"Apa kau sama sekali tidak takut pada Ayahku, Max?" tanya Laura serius.
"Ayahmu memang tegas, tapi bukan berarti di galak. Aku percaya Ayahmu pasti akan memperlakukan ku dengan baik," yakin Max seraya mengulas senyuman.
"Ayah pasti tidak akan memperlakukanmu dengan baik. Apalagi kalau dia tahu kau sudah menghamiliku, putrinya." gurau Laura hingga membuat Max terkekeh mendengarnya.
"Yes you're right. It is impossible for a father to be happy to hear that his daughter is pregnant out of wedlock. Sepertinya aku harus mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu aku di hajar Ayahmu." Max mengedikan bahu santai, sementara Laura hanya geleng-geleng kepala seraya tersenyum kecik mendengar Max bicara.
"Apa kau benar mencintaiku, Max?" tanya Laura lagi yang sangat begitu ketakutan jika Max pergi darinya.