/0/21862/coverorgin.jpg?v=a88c5225604ec327987d04c83aae65b5&imageMogr2/format/webp)
Perjuangan Manika
[Assalamu'alaikum, Yas, aku dan Ayuni sudah sampai di bandara, lagi nunggu hasil swab,] tulis manika melalui pesan di ponselnya untuk Tyas Sahabatnya.
[Walaikum salam, syukurlah, karantina di hotel apa?] balas Tyas.
[Vela boutique hotel 84-86 Morrison Hill Road - Wan Chai, Kalau Ayuni di hotel best western - Causeway bay] balas Manika.
[Oh ya udah nggak apa, masih deket dari Wan Chai ke Causeway bay. Selamat datang di Hongkong, semoga kalian betah sampai habis kontrak, berdoa saja bosnya baik.] Kembali Tyas membalas
[Terima kasih ya Yas, untuk semua bantuanmu, kami bisa sampai di sini semua karena kamu.] Kembali Manika membalas.
Karena tak ada balasan lagi, Manika memasukan ponselnya kedalam tas. Pandangannya menyapu ke penjuru ruangan, dilihatnya teman-teman seperjuangan, yang duduk berjauhan satu dengan yang lainnya, karena harus jaga jarak.
Manika masih tidak percaya, kalau saat ini sudah berada di Hongkong. Ia sangat bersyukur pesawat Singapore airlines yang membawanya mendarat dengan selamat.
Butuh perjuangan untuk bisa sampai di Negeri ini, apa lagi musim pendemi. Tidak hanya peraturan ketat yang harus di taati oleh semua orang, termasuk Manika. Namun perjuangannya mendapat ijin dari bapaknya itulah yang paling sulit.
"Bapak tidak ikhlas kalau kamu ke luar Negeri, Nduk," kata Bayu Prastowo pada Manika suatu hari, ketika sang anak meminta ijinnya.
"Nika janji, Pak, tidak akan lupa diri seperti …." Belum selesai bicara, Bayu memotong kata-kata Manika.
"Cukup, Nduk, pokoknya Bapak tidak mengijinkan titik!" Bayu segera berlalu, meninggalkan Manika yang terdiam mematung.
Manika tak berani membantah. Karena rasa sayangnya pada sang bapak. Semenjak ibunya pamit ke luar Negeri, bertahun-tahun tak ada kabar beritanya, bapaknyalah yang membesarkan dirinya.
Usia Manika baru tujuh tahun, ketika sang ibu pamit ke luar Negeri. Tak disangka kepergian Larasati tak pernah kembali, jangankan kirim uang kabar pun tak pernah. Bayu dan Manika masih berharap suatu saat dia akan kembali pulang.
Tahun berganti, hingga Manika lulus SMA, Larasati tetap tak ada kabar beritanya. Bayu bertahan dengan kesetiaannya. Walau keluarga sang istri sudah berkali-kali menyuruhnya untuk menikah lagi, ia tetap bergeming.
Setelah lulus SMA itulah Manika minta ijin pada bapaknya untuk ke luar Negeri tepatnya ke Hongkong. Dengan tujuan mencari ibunya selain bekerja Namun tidak mendapat ijin dari bapaknya.
Akhirnya Manika kuliah menuruti kemauan sang bapak, walau hanya D1. Ia tak ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya. Karena tak ingin sang bapak bekerja keras untuk membiayainya. Ia memilih untuk bekerja. Hingga pada suatu hari, Manika tak sengaja mendengar percakapan bapak dan temannya.
"Yu, sebaiknya kau talak saja istrimu," ucap Sandi, salah satu teman Bayu, yang baru pulang dari Hongkong.
"Kenapa?" tanya Bayu.
"Laras istrimu, hidup bebas di Hongkong," ucap Sandi.
"Maksudmu, bebas bagaimana? Kamu ketemu sama istriku?" tanya Bayu kembali.
"Iya."
"Bagaimana ceritanya?"
"Laras di sana, hidup bebas. Dengan laki-laki lain, aku lihat sendiri. Untung saja dia tak mengenaliku. Perlu kamu tahu, istrimu itu sering ganti pasangan. Mungkin itu yang membuatnya tak pernah berkirim kabar padamu. Dia terlena dan menikmati hidupnya," tutur Sandi panjang lebar.
Sandi mengambil ponselnya, memperlihatkan foto-foto Larasati pada Bayu. Meskipun penampilan sang istri bak model, dengan pakaian minim dan seksi. Tapi Bayu masih mengenalinnya.
/0/4957/coverorgin.jpg?v=7e639c6768c9baf6407cdaa606e8af88&imageMogr2/format/webp)
/0/10492/coverorgin.jpg?v=dc8555c1281d75bbd27715f4dbaeb476&imageMogr2/format/webp)
/0/13074/coverorgin.jpg?v=b43f8a89a4241eaac52a45d7dfbe4056&imageMogr2/format/webp)
/0/21111/coverorgin.jpg?v=161b8b0630765dd2c3c08f773489b152&imageMogr2/format/webp)
/0/9363/coverorgin.jpg?v=bb2e301b9259e52c245a5fd10ad353de&imageMogr2/format/webp)
/0/3026/coverorgin.jpg?v=04555e14d73b3cb95f7bdbf0adc82621&imageMogr2/format/webp)
/0/2787/coverorgin.jpg?v=42c20005cd476ef50a34fcaa5cadbf12&imageMogr2/format/webp)
/0/4849/coverorgin.jpg?v=75ce571b049385550a3f0a5d69d89bab&imageMogr2/format/webp)
/0/4227/coverorgin.jpg?v=b47af9e7faa6c813985cfb4d2b9a7e0b&imageMogr2/format/webp)
/0/3009/coverorgin.jpg?v=9237686087c4e81b4ab3f1506077a0c2&imageMogr2/format/webp)
/0/2862/coverorgin.jpg?v=51629458789b543129b08eac79405620&imageMogr2/format/webp)
/0/5023/coverorgin.jpg?v=9cfe80cbe37520d735f8880324f7b24a&imageMogr2/format/webp)
/0/7014/coverorgin.jpg?v=11d7c970ad840aba50d069dd1cb81e80&imageMogr2/format/webp)
/0/15074/coverorgin.jpg?v=22532312abb581bb0af87ccc4a8b6038&imageMogr2/format/webp)
/0/9957/coverorgin.jpg?v=b03f3a11aca74eff9564ae5f2028966c&imageMogr2/format/webp)
/0/9791/coverorgin.jpg?v=20250122182519&imageMogr2/format/webp)
/0/14748/coverorgin.jpg?v=018e68ec774cdd8b7a63406ea2b23c48&imageMogr2/format/webp)
/0/6474/coverorgin.jpg?v=8cca45b3e2dce31607a4371447c8d1c9&imageMogr2/format/webp)